Jujur Lisan, Hati & Perbuatan

“Maka jauhilah kekejian dari berhala, dan jauhilah perkataan dusta” (Al-Hajj ayat ke 30)

 Jujur merupakan salah satu akhlak yang terpuji dimana setiap orang yang beriman dituntut untuk jujur dalam segala hal, meskipun sebagian besar masyarakat menilai bahwa kejujuran dinilai hanya dari perkataan. Tahukah sobat bahwa sebagaimana kita dituntut untuk selalu jujur dalam perkataan maka sudah selayaknya kejujuran itu diikuti dengan kejujuran dalam hati dan perbuatan. Untuk lebih memahamkan kita tentang bagaimana jujurnya lisan, hati dan perbuatan, in syaa Allah kita akan merincinya satu persatu.

  1. Lisan yang Jujur

Berkenaan dengan lisan yang jujur terdapat dalil dari hadits Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam yakni hadits dari Syaddad bin Aus Radiallahu ‘anhu bahwasanya Beliau Sholallahu ‘alaihi Wasallam berkata kepadaku, Wahai Syaddad bin Aus, apabila kamu melihat orang yang mengumpulkan emas dan perak, maka kumpulkanlah kalimat ini (doa-doa):

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الأَمْرِ ، وَأَسْأَلُكَ عَزِيمَةَ الرُّشْدِ ، وَأَسْأَلُكَ شُكْرَ نِعْمَتِكَ ، وَالصَّبْرَ عَلَى بَلائِكَ ، وَحُسْنَ عِبَادَتِكَ ، وَالرِّضَا بِقَضَائِكَ ، وَأَسْأَلُكَ قَلْبًا سَلِيمًا ، وَلِسَانًا صَادِقًا ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ مَا تَعْلَمُ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا تَعْلَمُ ، وأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا تَعْلَمُ إِنَّكَ أَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ

Wahai Allah aku meminta kepadamu keteguhan dalam segala perkara, kesungguhan dalam petunjuk. Aku memohon kepada-Mu segala yang bisa mendatangkan rahmat-Mu, segala yang bisa mengundang ampunan-Mu! Aku memohon kepadamu rasa syukur atas nikmat-Mu dan ibadah yang bagus. Aku juga memohon hati yang selamat dan lisan yang jujur. Aku juga memohon kepada-Mu kebaikan yang engkau ketahui. Aku meminta ampunan kepada-Mu dari keburukan yang engkau ketahui. Sesunggunya Engkau adalah maha mengetahui perkara-perkara ghaib.” (HR. Thabrani)

Lisan yang jujur yang dimaksud disini adalah lisan yang selaras dengan hati, antara apa yang ada dalam hatinya dan apa yang diperlihatkan sama, lisannya tidak mengatakan yang tidak ia imani dan tidak ia yakini.

Lawan dari jujur adalah dusta, berkaitan dengan perkataan dusta Allah telah memerintahkan kita untuk menjauhinya bahkan disebutkan setelah perintah untuk menjauhi berhala. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

[30 :فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ [الحج

“Maka jauhilah kekejian dari berhala, dan jauhilah perkataan dusta” (Al-Hajj ayat ke 30)

Berdusta dalam perkataan adalah kebiasaan orang-orang munafik, sebagaimana Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasalam bersabda:

« أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ فَهُوَ مُنَافِقٌ خَالِصٌ وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَلَّةٌ مِنْهُنَّ كَانَ فِيهِ خَلَّةٌ مِنْ نِفَاقٍ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ »

“Empat sifat bila dimiliki seorang maka ia adalah munafik (sejati). Barangsiapa memiliki salah satunya maka padanya terdapat salah satu sifat munafik sampai ia meninggalkannya. Bila bicara ia berdusta, bila membuat kesepakatan ia khianat, bila berjani ia mungkir dan bila berselisih ia curang.” (Mutaffaqun ‘alaihi)

Juga sabda beliau Sholallahu ‘alaihi wasalam.

Dari Abu Hurairoh bahwasanya ia berkata, Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Tanda munafik ada tiga, jika berkata ia berdusta, jika berjanji ia ingkar dan jika diberi amanat ia khianat” (Mutaffaqun ‘alaihi)

Karena begitu tercelanya perbuatan dusta ini sehingga dijadikan sebagai tanda orang munafik, oleh sebab itu hendaklah kita menjauhi perkataan dusta walaupun hanya sekedar bercanda.

  1. Anggota Badan yang Jujur

Pada hadits sebelumnya yang berkaitan dengan lisan yang jujur. Adapun untuk penyebutan anggota badan lain yang disifati dengan jujur dan dusta maka didapatkan pada hadits yang shahih, yakni hadits Nabi Sholallahu ‘alaihi wasalam,

« إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَى أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَزِنَى الْعَيْنَيْنِ النَّظَرُ وَزِنَى اللِّسَانِ النُّطْقُ وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِى وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ »

“Telah dituliskan bagi anak Adam bagiannya dari zina. Bani Adam pasti akan mendapatkannya. Kedua mata bentuk zinanya adalah dengan melihat, bentuk zina dua telinga dalah dengan mendengar, lisan dengan ucapan, kedua tangan zinanya dengan menyentuh, dua kaki zinanya dengan melangkah, hati dengan berharap serta berkeinginan, lalu kemaluan yang membenarkan atau mendustakannya.” (Mutaffaqun ‘alaihi)

 Pada hadits ini, Beliau Sholallahu ‘alaihi wasalam mensifati anggota tubuh yang lain dengan sifat jujur atau dusta, yaitu ,”.. lalu kemaluannya yang membenarkan atau mendustakannya”. oleh karena itu amalan seorang hamba dibagi menjadi dua sifat, yaitu amalan yang jujur dan amalan yang dusta.

Dikatakan bahwa kejujuran itu jalan keselamatan. Maksudnya keselamatan seseorang itu terletak pada hatinya yang jujur dalam keyakinannya, lisannya yang jujur dalam ucapannya dan anggota badan yang jujur dalam perbuatan. Makna ini terkandung dalam sebuah ayat yang ulama menyebutnya dengan sebutan ayatul bir. Yaitu firman Allah ta’ala:

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُون

[177 :البقرة ]

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kiamat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang yang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang bersabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang jujur (imannya); dan mereka itulah orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah ayat 177)

Firman Allah ta’ala pada akhir ayat ini yang berbunyi “Mereka itulah orang-orang yang jujur (imannya) kembali kepada dua hal:

Pertama: Keyakinan mereka yang benar, yaitu dengan yakinnya hati pada perkara-perkara pokok keimanan:

“…. akan tetapi kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, Hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi…” (2/177)

Ini adalah pokok-pokok landasan keimanan. Pokok-pokok ini bagi Agama ibarat akar bagi pepohonan, atau ibarat pondasi bagi suatu bangunan. Allah ta’ala berfirman dalam surat ibrahim ayat ke 24:

[ 24 :أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ [إبراهيم

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.”

Maka sebagaiman pohon yang tidak tegak berdiri kecuali dengan akar yang kuat, begitu pula dengan keimanan tidak akan kuat berdiri tegak kecuali dengan pokok-pokok keimanan yang kokoh.

Kedua: bagusnya amalan, yaitu dengan menyempurnakan ketundukandan kepatuhan kepada Allah ta’ala dengan melakukan apa yang telah Allah perintahkan dan menjauhi segala apa yang dilarang.

Ini semua merupakan bentuk kejujuran dan ketulusan seorang hamba kepada Robnya.

Berdasarkan hal ini maka mendirikan sholat, menunaikan zakat dan menjalankan semua yang diwajibkan serta yang disyariatkan untuk dilakukan adalah tanda dan ciri dari kejujuran seseorang kepada Allah ta’ala. Kejujuran dalam beribadah itu bukan kejujuran yang bersifat selektif, yang mana dia hanya melakukan ibadah dan kewajiban yan selaras dengan nafsunya saja adapun yang tidak sesuai dia tidak melakukannya. Ini bukanlah tanda atau ciri orang yang jujur kepada Allah.

Dari sini diketahui, bahwa kejujuran kepada Allah ta’ala memcakup ilmu dan amal, juga keyakinan dan syariat. Bukanlah dinamakan sebuah kejujuran kepada Allah ta’ala, keyakinan yang ada dalam hati seseorang namun keyakinan itu tidak direalisasikan dalam amalan nyata kejujuran krpada Allah ta’ala mencakup baiknya hati dan baiknya perbuatan, baik ketika sendiri ataupun dikeramaian, nabi Muhammad Sholallahu ‘alaihi wasalam menjelaskan dalam sabdanya:

إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ، أَلا وَهِيَ الْقَلْبُ

Sesungguhnya di dalam jasad itu terdapat segumpal daging, apabila ia bagus maka semua anggota tubuh menjadi bagus, dan apabila ia rusak maka semua anggota tubuh akan rusak. Segumpal daging itu adalah hati.”

Di dalam hadits ini terdapat penjelasan kejujuran hati seseorang kepada Allah akan terpancar pada lisannya yang jujur, semua anggota tubuhnya yang jujur dalam melakukan ketaatan kepada Allah ta’ala.

Dari ayat diatas juga bisa difahami bahwa semua amalan anggoya badan dan semua syati’ay islam yang nampak merupakan manifestasj darj kejujuran hati kepada Allah ta’ala. Ini jika muvuk dari dalam hati seseorang, dan bukan amalan yang dibuat-buat.

Dengan demikian kejujuran kepada Allah merupakan kebaikan seorang hamba dalam hatinya dengan bertauhid, beriman, ikhlas, tunduk, patuh dan cinta kepada Allah ta’ala.

Apabila seorang hamba jujur hatinya dalam beriman kepada Allah ta’ala. Maka anggota badannya akan istiqomah sebagaimana hati yang lurus. Karena anggota badan tidak akan menyelisihi keinginan hati. Kerusakan yang terjadi pada lisan atau anggota tubuh yang lain ini berawal atau berpangkal pada kerusakan hati dan ketidak jujuran kepada Allah ta’ala.

Ini semua menunjukkan petingnya dan wajibnya jujur kepada Allah ta’ala. hendaknya dia tidak terpengaruh oleh fitnah-fitnah dunia, hal-hal yang melalaikan dan memalingkan kita dari jalan yang lurus ke jalan kejujuran kepada Allah, kepada jalan yang dikira bagus namun pada hakikatnya menjerumuskan kita kepada kehancuran.

Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hambanya yang jujur hatinya kepada Allah ta’ala dalam keimanannya dan mengikuti petunjuk nabi-Nya Muhammad Sholalallahu ‘alaihi wasallam serta istiqomah diatas jalannya yang lurus.

 

Diringkas dan disalin dari Majalah As-Sunnah edisi 12 tahun 2015

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.