Oleh: Nurul Octari Ibnatu Sulaiman
Menjadi seorang muslim tidak cukup hanya dengan melantunkan dua kalimat syahadat. Banyak sekali kewajiban yang harus ia laksanakan, baik itu kewajiban untuk dirinya sendiri, ataupun kewajiban yang berkaitan dengan orang lain yang ada di sekelilingnya. Karena ia tidaklah hidup sendirian di muka bumi ini. Sebagaimana ia membutuhkan bantuan orang lain, orang lain pun membutuhkan bantuannya.
Sebagaimana yang sudah kita ketahui bersama, bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan manusia bukan untuk hal yang sia-sia, tidak ada artinya, akan tetapi memiliki tujuan pokok yang harus dilakukan oleh umat manusia. Tujuan tersebut tak lain hanyalah untuk beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanallahu wa ta’ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Aku tidaklah menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. (Q.S. Adz-dzariyat: 56)
Akan tetapi, sangat banyak umat manusia yang tidak menyadari akan hal itu, bahkan tidak mengetahui tujuan terlahirnya dia di muka bumi ini. Sehingga umat manusia pun hanya tahu bagaimana mengejar kesuksesan di dunia, bekerja tiada hentinya siang dan malam agar memperoleh keuntungan harta semata, dan tidak tahu bahwasanya dunia dan seisinya ini hanya sekedar sarana yang disediakan oleh Sang Pencipta (Al-Khaliq) untuk membantu dan memudahkan mereka beribadah kepada-Nya.
Di dalam situasi seperti ini, merupakan kewajiban kita sebagai seorang muslim yang diberikan sedikit ilmu untuk membantu orang-orang di sekitar kita untuk menemukan jalan kebaikan dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai manusia ciptaan Allah ‘azza wa jalla.
Menunjukkan kebenaran dan mengajarkan kebaikan bukan hanya tugas para da’i semata. Seorang muslim itu sudah sepatutnya menunjukkan kebenaran yang dia ketahui kepada orang lain. Kebenaran tersebut tidak hanya dipendam untuk dirinya sendiri. Hal ini termasuk prilaku tolong-menolong dalam kebaikan, sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa.” (QS Al-Maidah: 2)
Kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa yang pernah dia lakukan tidak boleh menghalanginya dari mengajarkan kebaikan kepada orang lain, karena seluruh umat manusia itu tidak ada yang ma’shum (bersih dari dosa) kecuali Rasulullah, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika manusia terhalangi dari menunjuki kebaikan karena dosa-dosanya, maka tidak ada satu pun yang akan menasehati untuk kebaikan, sehingga tidak sedikit manusia yang akan melanggar perintah-perintah Allah subhanahu wa ta’ala.
Tidak diragukan lagi, orang yang menjadi kunci kebaikan dan yang mengajarkan kebenaran untuk orang lain memiliki keutamaan yang sangat besar, di antaranya:
- Orang yang menasehati dalam kebaikan akan selamat dari kerugian, karena sejatinya manusia itu dalam kerugian, kecuali orang-orang yang disebutkan Allah ta’ala dalam firman-Nya:
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.” (QS Al-’Ashr: 3)
- Menunjukkan kebaikan itu lebih baik nilainya daripada mendapatkan unta merah
Dari sahabat Sahl bin Sa’d radhiallahu ‘anhu, dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
(لَأَنْ يَهْدِيَ بِكَ رَجُلاً وَاحِداً خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمُرِ النَّعَمِ . (متفق عليه
“Sungguh jikalau seseorang mendapat hidayah karenamu, maka hal itu lebih baik daripada mendapatkan unta merah.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dahulu, orang-orang Arab sangat mengistimewakan unta merah dan menjadikannya salah satu harta yang sangat berharga bagi mereka, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan unta merah tersebut sebagai perbandingan atau permisalan. Yang artinya menjadi kunci kebaikan bagi orang lain itu lebih berharga daripada harta terbaik di dunia. Betapa agung keutamaan ini.
- Orang yang menunjukkan kebaikan, ia akan mendapatkan pahala sebagaimana orang-orang yang mengerjakan kebaikan tersebut.
Hal ini telah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئاً وَمَنْ دَعَا إلى ضلالة كان عليه من الإثم مثل آثام من تبعه لا ينقض ذلك من آثامهم شيئا. رواه مسلم
“Barang siapa yang memberikan petunjuk (kebaikan) maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikuti petunjuk (kebaikan) tersebut, dan pahala tersebut tidak berkurang sedikitpun, dan barang siapa yang memberikan petunjuk kepada kesesatan maka ia akan mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengikuti kesesatan tersebut, dan dosa tersebut tidak berkurang sedikitpun.” (HR. Muslim)
Berikut beberapa dalil dari alqur’an dan sunnah yang bisa menjadi motivator untuk semangat berbagi ilmu yang bermanfaat dan mengajak kepada kebaikan:
- Firman Allah ta’ala dalam surat Al-Maidah:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali ‘Imran: 104)
Di dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan manusia untuk ber-amar ma’ruf dan nahi munkar, sehingga dapat menjadi orang beruntung.
- Diriwayatkan dari Hudzaifah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُمْ.
“Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya! Sungguh engkau harus menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran atau Allah tidak lama lagi akan menimpakan hukuman kepada kalian, maka kemudian akhirnya kalian akan berdoa kepada-Nya dan kalian tidak dikabulkan.” (HR At-Tirmidzi)
Dan kebaikan itu tidak terbatas jumlahnya. Seluruh perkara-perkara kebaikan termasuk kebaikan, sekecil apapun itu, walau hanya sebesar biji sawi maka itu sudah termasuk kebaikan dan pasti akan terhitung pahala di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Allah ta’ala berfirman:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ
“Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji zarroh (sawi), niscaya dia akan melihat balasannya.” (QS Az-Zalzalah: 7)
Oleh karena itu, wahai saudaraku!
Tunjukilah dan ajarkanlah orang lain kebaikan dan kebenaran yang engkau ketahui, apapun itu, sekecil apapun itu karena akan menuai pahala, tentunya kebaikan-kebaikan untuk agama mereka agar merka tidak tersesat di dunia yang fana ini. Dan ingatlah, dosa-dosamu jangan sampai menghalangimu dari mengajarkan kebaikan. Kesalahan-kesalahanmu yang sudah ditutupi Allah sehingga tidak diketahui oleh orang lain, janganlah engkau umbar kemana-mana. Cukuplah Allah dan dirimu yang mengetahui. Sembari menunjuki kebaikan untuk orang lain, teruslah berusaha untuk memperbaiki diri sendiri agar amal kebaikan semakin bertambah.
Nasihat kebaikan itu tidak hanya ditujukan dan dibutuhkan oleh orang-orang yang belum mengetahui saja, akan tetapi orang-orang berilmu juga butuh diingatkan untuk melakukan kebajikan. Sebagai pengingat dari kelupaan dan kelalaian. Allah ta’ala berfirman:
فَذَكِّرْ إِنْ نَفَعَتِ الذِّكْرَى (9) سَيَذَّكَّرُ مَنْ يَخْشَى (10)
“(9) Oleh sebab itu, berikanlah peringatan! Karena peringatan itu bermanfaat. (10) Orang yang takut kepada Allah akan mendapat pelajaran.” (QS Al-a’laa: 9-10)
Mari… Semangat untuk selalu menjadi kunci kebaikan bagi orang lain…
Daftar Pustaka:
- Al-Qur’an Al-Kariim.
- Syarh Riyadhish-shalihiin karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.
- Muqarrar Ushulud-Da’wah Wal-Hisbah, kuliah jarak jauh LIPIA.
Leave a Reply