Wasiat Pergantian Tahun – Alhamdulillāh, segala puji bagi Allāh Rabb semesta alam yang telah memberikan kepada kita semua kenikmatan dan karunia yang tak terhitung banyaknya. Kita mohon kepada Allāh Subhanahu Wata’ala, agar menjadikan kita termasuk orang-orang yang pandai bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada penutup para rasul, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang telah diutus sebagai rahmatan lil ‘alamin dan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Demikian pula bagi para sahabat yang telah Allāh Subhanahu Wata’ala pilih untuk menemani nabi-Nya dalam menyampaikan risalah ini, untuk keluarga beliau dan seluruh orang yang mengikuti serta meneladani sunnah-sunnah beliau hingga hari kiamat. Ikhwāh fīllāh a’āzzaniy wa iyyakum, pada kesempatan kali ini kami ulas beberapa nasihat yang berkaitan dengan pergantian tahun 1440 menuju tahun 1441 Hijriah sebagaipengingat sekaligus peringatan bagi kita semua. Allāh Subhanahu Wata’ala berfirman,
وذكز فإن الذكرى تنفع المومنين
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.“(QS. Adz-Dzariyat: 55)
Barangkali di antara kita sudah berulang kali mendapatkan nasihat-nasihat serupa terkait perkara ini, namun tetap saja peringatan akan memberikan atsar (pengaruh) dan manfaat kepada setiap orang yang beriman, baik itu seorang ‘alim, penuntut ilmu, maupun yang awam sekalipun.
Pertama: Hendaknya kita dapat mengambil pelajaran dari waktu yang telah berlalu.
Seakan baru kemarin kita memasuki tahun 1440 H, tak terasa kini kita telah meninggalkannya dan memasuki tahun yang baru. Usia kita semakin bertambah, ada yang 20 tahun, 30 tahun, mendekati 40 tahun, ada juga yang sudah 60 tahun, dan bahkan 70 tahun. Hendaknya seorang muslim dapat mengambil pelajaran dari perpindahan waktu-waktu ini, satu hari berpindah ke hari berikutnya, minggu ke minggu, bulan ke bulan, kemudian tahun ke tahun setelahnya. Allāh Subhanahu Wata’ala berfirman,
إن فى خلق اسموت والأزض واختلف اليل والنهار
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Āli Imrān: 190)
Waktu yang kita miliki adalah kesempatan yang Allāh berikan agar kita dapat memperbaiki iman dan ketaqwaan dengan beramal shalih. Waktu merupakan modal sekaligus nikmat yang dapat digunakan seorang hamba untuk beramal sebaik mungkin di dunia demi menyiapkan bekal menghadapi hari kiamat kelak. Waktu (usia) adalah salah satu di antara empat kenikmatan yang kelak akan
dipertanyakan di hari kiamat. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam,
لاتزول قدما عبد يوم القيا مة حتى يسأل عن أربع
“Tidak akan bergeser dua kaki seorang hamba di hari kiamat sampai dia ditanya tentang empat perkara” (HR. Ibnu Hibban dan Tirmidzi).
Kebanyakan manusia terlena oleh kesenggangan dan kelonggaran waktu sehingga mereka tergoda memperturutkan hawa nafsu, mengggunakannya untuk melakukan perkara-perkara yang menjauhkan diri dari Allāh, bukan yang semakin mendekatkan pada-Nya. Sebagaimana dikabarkan oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam,
نعمتان مغبون فيهما مثير من النا س: الصحة والفراغ
“Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu padanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang” (HR. Bukhari)
Demikian pula nikmat waktu luang, banyak di antara kita justru sibuk memikirkan apa yang akan dilakukan, mainan apa yang akan dimainkan, atau acara apa yang akan dihadiri untuk menghabiskan waktu luang tersebut. Jarang yang memikirkan ibadah apa yang harus dikerjakan untuk mengisi waktu luang. Ini adalah tadzkir (peringatan) bagi kita semuanya, bahwasanya dengan bertambah atau bergantinya tahun berarti jatah usia kita semakin berkurang. Jika jatah usia kita 70 tahun, sedangkan sekarang usia kita sudah 60 tahun, berarti tinggal berapa tahun lagi kita akan berjumpa dengan kematian dan meninggalkan dunia ini? Logikanya, semakin dekat seseorang dengan kematian, semakin ia bersemangat menyiapkan bekal, karena setelah kematian akan ada perjalanan yang panjang menuju akhirat. Sebagaimana seseorang ketika akan melakukan safar, semakin panjang perjalanan seharusnya semakin memperbanyak bekal. Padahal tidak ada bekal untuk menuju perjalanan akhirat kecuali bekal taqwa. Allāh Subhanahu Wata’ala berfirman,
وتزودوا فإن خير الزاد اتقوى
“Berbekallah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.” (QS. Al-Baqarah: 197)
Maka hendaklah setiap muslim mengetahui bahwasanya kelak akan ditanya dan dimintai pertanggungjawaban atas amalnya selama di dunia. Jika akan ditanya, maka tentu harus menyiapkan jawabannya. Sebagaimana jika besok akan ada ikhtibar (ujian) maka tentu kita menyiapkan diri dari sekarang agar dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan. Nasihat Fudhail bin Iyadh ini menyentuh hati lelaki tua tersebut, lalu dia mengatakan, “Lalu bagaimana jalan keluarnya?”.
Maksudnya kini dia sudah berusia 60 tahun, tentu kondisi fisik dan psikisnya sudah mulai lemah, apa yang harus dilakukan? Sementara mungkin sepanjang 60 tahun usianya banyak yang telah dilalui dengan kesia- -siaan. Dia ingin kembali ke masa muda lagi yang kuat dan bersemangat beribadah serta menuntut ilmu tentu sudah tidak mungkin, bahkan kini tanggung jawab dan urusannya kian banyak.
Inilah ciri khas ucapan seorang yang berilmu, senantiasa memberikan motivasi, harapan, dan juga asa, meskipun kepada orang tua yang tidak lagi memiliki banyak kesempatan dan kemudahan seperti yang kita miliki ‘Alhamdulillāh’-. Semenjak dini orang tua sudah mendidik kita di atas tauhid dan sunnah, namun di luar sana ada sebagian orang baru mengenal tauhid dan sunnah justru ketika sudah tua, sehingga tidak memiliki banyak kesempatan seperti kita untuk memahami berbagai ilmu dan mengamalkannya.
Kedua: Hendaklah kita husnudzan (berbaik sangka) kepada Allāh
Pada kesempatan ini, kita memasuki tahun yang baru maka hendaklah kita berhusnudzan kepada Allāh Subhanahu Wata’ala, bahwasanya tahun ini adalah tahun yang akan membawa kebaikan bagi diri kita, penuh pertolongan, dan kemudahan dari Allāh. Kita berharap dengan pergantian tahun ini semoga keadaan kita berubah menjadi lebih baik. Demikianlah seharusnya sikap seorang muslim, yakni senantiasa bertafa’ul (berbaik sangka) kepada Allāh. Sikap husnudzan ini dicontohkan oleh para sahabat, sebagaimana dalam kisah berikut.
Dahulu Nabi didatangi oleh sebagian sahabat. Mereka mengadukan ujian berat yang sedang mereka hadapi ketika berdakwah dan memeluk agama Islām, di antaranya adalah gangguan dari orang-orang musyrik. Sebagian mereka mengatakan, “Mengapa engkau tidak mendo’akan untuk kami?“. Beliau menjawab dengan memberikan hiburan serta menumbuhkan sikap tafa’ul mereka kepada Allāh. “Allāh akan menyempurnakan agama ini, sehingga kelak ada orang yang berjalan atau naik hewan tunggangannya dari Sana’a sampai Hadramaut tanpa diliputi rasa takut kecuali hanya kepada Allāh melebihi takutnya kambing terhadap srigala, akan tetapi kalian adalah kaum yang tergesa-gesa.” (HR. Imam Bukhari).
Ketiga: Susunlah rencana yang lebih baik untuk satu tahun ke depan
Membuat perencanaan dan target yang baik dapat membantu kita mengetahui arah serta tujuan selama setahun ke depan. Misalnya, tahun ini kita memiliki target menghafalkan sebanyak 5 juz dari Al Qur’an atau menghafal kitabut tauhīd. Perencanaan-perencanaan dan target seperti ini memudahkan seseorang untuk dapat beramal yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Berbeda dengan orang yang dia tidak memiliki perencanaan sedikitpun, hidupnya akan hambar tanpa arah.
Keempat: Hendaklah memiliki tekad yang kuat
Tumbuhkan ‘azimah yakni semangat dan tekad yang jujur, bahwasannya tahun ini akan kita isi dengan berbagai kebaikan dan memberikan manfaat bagi manusia. Allāh Subhanahu Wata’ala berfirman,
فإذا عر مت فتوكل على الله
“Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allāh.” (QS. Āli-Imrān: 159)
Milikilah tekad yang kuat untuk mewujudkan ‘azzam tersebut, jangan mudah goyah dengan godaan-godaan baik berupa syahwat maupun syubhat.
Kelima: Hendaklah benar-benar berusaha menggunakan waktu di dalam ketaatan di masa yang akan datang ini
Allāh telah menceritakan tentang orang-orang kafir yang menyesal di akhirat karena tidak dapat menggunakan waktunya yang telah lalu untuk kebaikan.
أولم نعمركم ما يتذكر فيه من تذكر وجاءكم النذير فذوقوا فما للظلمين من نصير
“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir (bagi orang yang mau berfikir)? Dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada seorangpun penolong bagi orang-orang yang dzalim.” (QS Fāthir: 37)
Pada ayat yang lain Allāh Subhanahu Wata’ala memuji orang-orang yang beriman karena mereka bisa mengisi waktu mereka dengan baik. Allāh Subhanahu Wata’ala berfirman:
كلوا واشربوا هنيا بما أسلفتم فى الأيام الخالية
“Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu” (QS. Al-Haqqah: 24)
Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam mengatakan,
اغتنم خمسا قبل خمس: شبا بك قبل هرمك وصحتك قبل سقمك و غناك وفرا غك قبل شغلك وحيا تك قبل موتك
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara:
1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,
2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,
3) Masa kayamu sebelum datang masa fakirmu,
4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
5) Hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak 4: 341)
Sebagian kita sekarang masih muda, fisik masih kuat dan semangat masih luar biasa besar, maka manfaatkan masa muda ini dengan baik. Lihatlah saudara-saudara kita yang sudah sepuh (tua renta) lalu bertanyalah, “Apa keinginannya (angan-angannya)?” Niscaya banyak di antara mereka yang mengutarakan keinginan, “Seandainya saya seperti antum (masih muda), dapat mengisi waktu muda saya dengan thalabul ‘ilm dan banyak beramal shalih”.
Manfaatkan masa sehat untuk mengerjakan sebanyak mungkin amal ibadah, sebelum datang sakit yang membuat sulit mendatangi masjid atau berat menghadiri majelis ilmu karena harus sibuk berobat sepekan tiga kali atau lebih, serta keluar masuk rumah sakit. Manfaatkan kekayaan dan harta yang kita miliki sebelum datang ujian kemiskinan. Manfaatkan waktu luang kita sebelum datang masa sibuk yang menyita waktu, kemudian yang terakhir beliau mengatakan dan manfaatkanlah kehidupanmu sebelum datang kematianmu. Ikhwāh sekalian, semoga beberapa wasiat ini bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allāh Subhanahu Wata’ala mengumpulkan kita kelak di surga-Nya, sebagaimana Allāh Subhanahu Wata’ala mengumpulkan kita di dunia di atas tauhīd dan juga sunnah. Wallāhu Ta’āla A’lam.
Referensi: Ditulis oleh: Ustadz Dr. Abdullah Roy, M.A dari Majalah HIS edisi 007 Muharram 1441 H
Diringkas oleh: Aryadi Erwansah (Staf Ponpes Darul Qur’an Wal Hadits OKU Timur)
BACA JUGA :
Leave a Reply