Ujub Yang Merusak Amalan

ujub yang merusak amalan

Ujub Yang Merusak Amalan – Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulilah, wa ba’da. Segala puji hanya milik Allah semata, Kita memohon pertolongan dan memohon Ampunan kepada-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari keburukan amalan-amalan kita dan kejahatan jiwa-jiwa kita.

Ini adalah pembahasan singkat tentang ujub yang merusak amalan hati atau ibadah lainnya. Yang dimana amalan hati merupakan pokok-pokok keimanan dan kaidah-kaidah agama islam. Dan jika amalan-amalan itu terdapat ujub di dalamnya maka amalan itu juga akan gugur, sebagaimana gugurnya amalan di karenakan riya’ .

Betapa banyak diantara kita yang berusaha menjauhi riya’ karena takut merusak amalan. Namun pada waktu yang bersamaan jiwa kita terulurkan dalam dekapan ujub, seperti bangga dengan amalan yang telah di lakukan, bangga dengan ilmu yang telah dimiliki, bangga dengan keberhasilan dakwah, dan bangga dengan kalimat-kalimat yang di rangkai. Ujub sendiri merupakan kesyirikan dari sisi orang yang beramal shalih serta menyertakan dirinya sendiri bersama Allah dalam keberhasilannya dalam beramal shalih.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

ثلاث مهلكات: شح مطاع وهوى متبع وإعجاب المرء بنفسه

Artinya: “Tiga perkara yang membinasakan, rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang di ikuti, dan ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri.” (HR. ath-Thabrani dalam Al-Ausath no.5452 dan di shahihkan oleh Syaikh Albani dalam Ash-Shahihah, no. 1802)

Ibnu Qayyim Rahimahullah menuklilkan satu perkataan seorang salaf, “Sesungguhnya seorang hamba benar-benar melakukan dosa besar dan dengan dosa tersebut menyebabkannya masuk surga. Kemudian seseorang hamba benar-benar melakukan sebuah kebaikan yang menyebabkannya masuk neraka. Ia melakukan dosa dan memperlihatkan dosa yang ia lakukan di hadapan kedua matanya hingga merasa takut, khawatir menangis, menyesal, dan malu kepada Rabb-Nya menundukan kepalanya kepada Rabb-Nya dengan hati yang luluh. Maka dosa tersebut mendatangkan kebahagian dan keberuntungan bagi pelakunya. Hingga dosa tersebut lebih bermanfaat dari pada banyak ketaatan.

Dan seorang hamba benar-benar melakukan kebaikan yang menjadikannya merasa telah berbuat baik kepada Rabb-Nya hingga menjadi takabur dan ujub serta membaggakannya dan berkata: “Aku telah beramal ini,” “Aku telah berbuat ini.” Maka hal ini mewarisi sifat Ujub dan kibr (takabur) pada dirinya serta sifat bangga dan sombong yang merupakan sebab kebinasaan.”(Al-Wabil Ash-Shayyib, 9-10)

Seorang penyair berkata: “Jauhilah penyakit ujub, sesungguhnya penyakit ujub akan menggeret amalan pelakunya ke dalam aliran yang deras arusnya.”

Ujub akan mengantarkan pelakunya pada penyakit lainnya, diantaranya:

  • Lupa bersyukur kepada Allah bahkan mensyukuri diri sendiri. Seakan-akan amalan yang dilakukannya adalah atas kehebatanya
  • Lenyap darinya sifat tunduk dan merendahkan di hadapan Allah yang telah menganugrahkan segala kelebihan dan kenikmatan kepadanya
  • Terlebih akan lenyap sikap tawadhu’ dihadapan manusia
  • Bersikap sombong (merasa tinggi) dan merendahkan orang lain. Jiwa senatiasa mengajak untuk menyetakan bahwa ialah yang terbaik, dan apa yang telah diamalkan oleh orang lain merupakan perkara yang biasa yang tidak patut untuk dipuji.

Kalimat yang indah pernah di ucapkan seorang ulama: “Orang yang ujub merasa bahwa dirinya yang paling tinggi di hadapan manusia yang lain, bahkan merasa dirinya lebih tinggi di sisi Allah, namun pada hakikatnya ia orang yang paling rendah dan hina disis Allah.

Dari sini jelas  bahwa ujub merupakan penyakit hati yang berbahaya. Rasulullah telah mengingatkan akan bahaya tersebut dalam sabdanya, yang artinya: “Tiga perkara yang membinasakan, rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang dituruti dan ujubnya seseorang yang terhadap dirinya sendiri.” (HR. Ath-Thabrani no. 5452)

Al-Munawi Asy—Syafi’I menyebutkan, diantara tanda-tanda orang yang ujub adalah:

Pertama, dia akan merasa heran apabila doanya tidak di kabulkan oleh Allah (Dia merasakan bahwa ketakwaan dan amalanya mengharuskan doanya dikabulkan oleh Allah. Hal ini menunjukan ke-ujub-an dengan amalan shalihnya. Sehingga apabila doanya tidak di kabulkan ia pun merasa heran)

Kedua, ia merasa heran apabila orang yang menyaitinya dalam keadaan istiqamah.

Ketiga,  jika orang yang mengganggunya ditimpa musibah, dia merasa itu sebagai karamahnya, lalu ia berkata, “Tidaklah kalian melihatapa yang telah Allah timpakan kepadanya,” atau ia berkata, ”Kalian akan melihat apa yang akan Allah akan timpakan padanya.”

Ibnu Qayyim Rahumahullah berkata: ”Penggugur dan perusak amalan sagatlah banyak.”

وليس الشأن في العمل إنما الشأن في حفظ العمل ممايفسده ويحبطه

Hal terpenting adalah bagaimana menjaga amalan agar tidak rusak dan gugur.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:

ياأيها الذين آمنوا لا تبطلوا صدقاتكم باالمن والأذى

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jnganlah kamu menghilangkan pahala sedekah mu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima.(QS. Al-Baqarah: 264)

Dan mayoritas orang-orang tidak mengetahui hal-hal buruk yang bisa menggugurkan amalan-amalan kebajikannya.

Sebelum kita terlena dengan ujub yang menggerogoti hati, hendaknya kita merenungkan diri. Mengapa kita berlaku ujub? Apakah ujub tersebut karena amalan serta hasil karya yang banyak dan hebat? Jika demikian, hendaklah renungkan perkara-perkara berikut ini:

Pertama: sudah yakinkah amalan kita di bangun diatas keikhlasan kepada Allah?

Ikhlas merupakan perkara yang sangat mulia, yang menjadikan pelakunya memiliki derajat yang tinggi dan mulia disisi Allah. orang ikhlas hatinya hanya sibuk mengharapkan keridhaan Allah dan tidak peduli dengan komentar dan penilaian manusia yang tidak memberikan manfaat dan mudharat. Penilaian Allah terhadap amalannya adalah yang terpenting menurutnya. Orang yang ikhlas adalah orang yang ketika melakukan ibadah  lebih banyak dari pada saat dilihat orang lain.

Kedua: bukankah banyak hal yang dapat menggugurkan amalan-amalan kita.

Oleh karenanya, mengetahui perkara-perkara yang bisa membatalkan amalan merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui oleh seorang hamba untuk mengecek dirinya.”(Al-Wabil Ash-Shayyib, 21-22)

Ketiga: bukankah penilaian Allah yang paling utama adalah pada hati dan keimanan seseorang?

Betapa banyak orang yang secara dzahir kurang beramal hingga kita merendahkannya, namun ia ternyata ia sangat tinggi disis Allah. Sebagai contoh Uwais Al-Qarni rahimahullah.

Keempat: betapa banyak dosa yang kitablakukan tanpa lkita lakukan tanpa kita sadari, dan betapa banyak dosa yang kita lakukan dan kita sadari namun kita melupakannya.

Betapa sering kita melupakan dosa-dosa yang telah dilakukan, baik oleh kedua mata, kedua mata, kedua telinga, lisan, bahkan hati kita. Sebagai contoh, coba kita sekarang kita berusaha mengingat dosa-dosa yang pernah di lakukan oleh lisan kita. Apakah kita masih ingat siapa saja yang pernah kita bicarakan? Siapa saja yang pernah kita sakiti hatinya dengan perkataan lisan kita? Tentu banyak dari kita melupakan hal tersebut. Belum lagi dosa-dosa yang kita lakukan dengan anggota tubuh kita lainnya.

Jika demikian, maka tidak satu amalan pun yang kita lakukan dengan ikhalas karena Allah dan tidak satu amalan pun yang ikhlas kita lakukan yang selamat dari hal-hal yang merusaknya pasti diterima oleh Allah. maka apa yang bisa kita banggakan bersiakp ujub di hadapan Allah dan merasa lebih baik dari orang lain.

Bagaimana menghindarinya?

Sesungguhnya iblis selalu berusaha menjauhkan anak cucu Adam dari amalan shalih dan menjerumuskan mereka dalam beragam kemaksiatan, dengan tujuan agar anak cucu Adam bisa menemaninya di neraka jahannam. Jika iblis tidak berhasil melakukannya maka iblis tidak berputus asa, ia terus berusaha agar para pelaku amal shalih tersebut nisa menemaninya di neraka. Iblis memiliki dua senjata sangat ampuh untuk menjerat yang rajin beribadah, yaitu riya’ dan ujub.    Bagaimanakah cara kita menghidarinya ?

Pertama: Menyadari bahwa kemampuan kita beramal shalih semata-mata kemudahan dan karunia dari Allah. sebagaimana firman-Nya :

ولولا فضل الله عليكم ورحمته ما زكا منكم من أحد أبدا ولكن الله يزكي من يشاء

Artinya: “Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nur: 21)

Allah menceritakan tentang kaum mukmin yang masuk kedalam surga, dimana mereka mengakui bahwa hidayah mereka semata-mata karena Allah.

Kedua: Banyak ibadah agung yang di sayriatkan untuk diakhiri dengan istighfar.

Hal ini agar para pelaku ibadah tersebut tidak marasa ujub dengan ibadah yang telah mereka lakukan dan tetap sadar bahawa ibadah tersebut terdapat kekurangan. Diantara ibadah-ibadah agung itu adalah: Shalat lima waktu, shalat malam/tahajjud, ibadah haji, dan Nabi beristighfar setelah melakukan banyak ibadah.

Ketiga: membaca sejara hidup orang-orang shalih dari para imam kaum mukminin.

Kita dapat melihat luar biasanya ibadah mereka, sebagaimana shalat malam mereka, bagaimana puasa mereka, bagaiamana bacaan al-Qur’an mereka, bagaimana sedekah mereka, bagaimana jihada mereka, bagaimana dakwah mereka, bagaimana keikhlasan mereka, meski ibadah mereka luar biasa namun mereka tetap memiliki rasa takut dan khasyah yang luar biasa kepada Allah. Mereka tidak terpedaya dan berlaku ujub dengan besarnya ibadah mereka. Lantas apakah bagian kita yang ibadahnya sangat sedikit pantas berlaku ujub? Bila kita bandingkan amalan kita dengan mereka (para imam kaum muslimin) seperti sebuah kerikil dengan gunung yang menjulang tinggi.

 

Referansi :  Bejihad Melawan Riya Dan Ujub, Dr. Firanda Andirja.M, Naashirussunnah, Cetakan ketiga, Juni 2020.

Diringkas oleh : Mayang Fitria Rizki (Pengabdian Ponpes Darul qur’an wal hadist Oku Timur)

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.