Tentang Cara Menyikapi Para Pengemis
Bagaimana menyikapi peminta-minta/pengemis di zaman sekarang, terkadang mereka berpura-pura sakit atau meminta sumbangan dengan paksa?
Jawaban:
Pengemis ada tiga macam, pengemis yang benar-benar miskin, pengemis yang pura-pura miskin dan pengemis yang kita meragukan kemiskinannya.
Apabila pengemis tersebut benar-benar miskin, maka kita disunnahkan untuk memberikan sedekah kepadanya. Dalil-dalil tentang keutamaan bersedekah kepada orang-orang miskin sangat banyak sekali.
Apabila pengemis tersebut pura-pura miskin sedangkan dia berkecukupan, maka haram baginya meminta-minta kepada manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إن المسألة كد يكد بها الرجل وجهه إلا أن يسأل الرجل سلطانا أو في أمر لا بد منه
“Sesungguhnya meminta-minta adalah cakaran yang seseorang mencakar sendiri wajahnya, kecuali seseorang yang meminta kepada pemimpin atau pada urusan yang harus untuk meminta.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam juga bersabda:
ما يزال الرجل يسأل الناس حتى يأتي يوم القيامة ليس في وجهه مزعة لحم
“Senantiasa seseorang meminta-minta kepada manusia, sampai nanti di hari kiamat wajahnya tidak memiliki daging sedikit pun.”
Sebagai konsekuensinya kita juga tidak boleh mendukung orang tersebut dengan memberikan sedekah kepadanya.
Permasalahan ini bukanlah permasalahan yang remeh. Seseorang yang sengaja menghinakan dirinya untuk meminta-minta di hadapan manusia sedangkan dia memiliki kecukupan, mendapatkan ancaman yang besar di akhirat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
من سأل من غير فقر فكأنما يأكل جمرا
“Barang siapa yang meminta bukan karena alasan kemiskinan, maka seolah-olah dia telah memakan bara api.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
من سأل الناس أموالهم تكثرا فإنما يسأل جمرا فليستقل أو ليستكثر
“Barang siapa yang meminta-minta kepada manusia harta-harta mereka untuk memperbanyak harta, maka sesungguhnya dia sedang meminta bara api. Oleh karena itu, dia persedikit (bara api itu) atau dia perbanyak.”
Adapun pengemis yang kita ragu untuk menghukuminya, apakah dia benar-benar miskin ataukah tidak, maka permasalahan ini dihukumi dengan beberapa hal, di antaranya:
1. Berat sangka kita kepadanya dengan melihat kebiasaan yang terjadi di masyarakat
Apabila kebanyakan para pengemis yang meminta-minta adalah orang yang benar-benar miskin, maka kita menghukuminya sebagai orang yang miskin sehingga boleh bersedekah kepadanya. Jika kebanyakannya adalah orang-orang yang sebenarnya mampu, maka kita tidak boleh memberikan sedekah kepadanya.
1.2. Penampakan tubuhnya
Apabila dia adalah orang yang kuat berusaha dan berat sangka kita dia bisa bekerja untuk mendapatkan penghasilan yang halal tanpa harus meminta, maka tidak perlu bersedekah kepadanya.
Sebagaimana dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menolak memberikan sedekah atau zakat kepada dua orang pemuda yang kuat.
1.3. Akibat di masa yang akan datang
Apabila dengan kita memberikan sedekah kepada para pengemis itu, mengakibatkan para pengemis semakin banyak jumlahnya dan manusia akan bergantung hidupnya dengan mengemis, maka tidak boleh kita memberikan sedekah kepadanya dengan alasan ini.
Apabila tidak ada pengaruh seperti yang disebutkan, maka tidak mengapa insya Allah.
1.4. Lebih mengutamakan orang-orang yang benar-benar miskin daripada orang yang kita ragu dalam menilainya
Orang miskin yang benar-benar miskin sangatlah banyak, bahkan di antara mereka sengaja menahan tangan-tangan mereka dari meminta-minta kepada orang lain. Bahkan di kalangan keluarga, kerabat dan tetangga masih banyak orang yang miskin. Oleh karena itu, bersedekah kepada orang-orang yang jelas miskin lebih utama daripada orang yang kita ragu dalam menilainya.
Adapun jika ada di antara pengemis yang meminta dengan paksaan, maka hal ini termasuk bentuk kezaliman kepada orang lain dan harta yang diambilnya adalah harta yang haram karena tidak ada keridaan dari pihak yang dimintanya.
Allahu a’lam bishshawab. Billahittaufiq.
REFERENSI:
- Ash-Shahihain, Bukhari dan Muslim
- As-Sunan, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dll
- Al-Musnad, Imam Ahmad bin Hambal
Oleh : Ustadz Said Yai Ardiansyah, MA
Baca juga artikel:
Leave a Reply