Sesungguhnya menangis adalah diantara sifat yang dimiliki manusia. Banyak faktor yang mendorong dan menyebabkan manusia menangis, maka ada diantaranya yang hukumnya mubah, dan ada diantaranya yang hukumnya haram, serta ada pula yang dianjurkan dalam syaria’at.
Kehilangan sesuatu yang dicintai hingga mengakibatkan seseorang menangis adalah perkara yang tidak luput dari manusia, dan yang demikian itu adalah perkara yang telah Alloh ciptakan manusia ada padanya. Namun demikian seandainya seseorang menangisi sesuatu yang dicintai dengan berlebihan dengan ratapan dan yang semisalnya maka hal demikian itu adalah perkara diharamkan.
Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah menangis karena kehilangan anak yang beliau cintai. Disaat Ibrohim, anak beliau meninggal dunia maka beliau menangis. Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Nabi bersabda:
تَدْمَعُ العَيْنُ وَ يَحْزَنُ القَلْبُ وَ لاَ نَقُوْلُ إِلَّا مَا يُرْضِي الرَّبَّ وَ اللهِ إِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيْمُ لَمَحْزُوْنُوْنَ
“Mata menangis, dan hati bersedih,namun kami hanya mengucapkan apa yang ridho Alloh ridhoi. Demi Alloh, kami sungguh bersedih karena berpisah denganmu wahai Ibrohim.”[1]
Dalam riwayat yang lain beliau mendasari tangisan beliau tersebut karena hal itu adalah merupakan sifat manusia. Beliau bersabda:
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ تَدْمَعُ العَيْنُ وَ يَخْشَعُ القَلْبُ وَ لاَ نَقُوْلُ مَا يُسْخِطُ الرَّبَّ وَ اللهِ يَا إِبْرَاهِيْمُ إِنَّا بِكَ لَمَحْزُوْنُوْنَ
“Sesungguhnya aku adalah manusia, mata menangis dan hatipun bersedih. Namun kami tidak mengucapkan apa yang membuat Tuhan murka, demi Alloh sungguh kami bersedih karena berpisah denganmu wahai Ibrohim.”[2]
Menangis mengingat akhirat:
Sebaik-baik tangisan adalah air mata yang dilinangkan seorang hamba karena mengingat akhirat, serta apa yang akan dihadapi oleh pendosa, mengingat bagaimana beratnya keadaan yang akan dihadapi oleh orang yang lupa kepada Alloh di saat masih hidup di dunia. Sungguh, sekiranya manusia mengetahui kondisi neraka dan apa yang akan dihadapi orang yang ingkar kepada Alloh dengan sebenarnya seperti ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, maka niscaya ia menangis dan menghiasi hari-harinya dengan menangis.
Telah diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah berkhutbah, beliau mengatakan:
لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَ لَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا
“Sekiranya kalian mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” [3]
Keutamaan menangis karena takut kepada Alloh:
Sesungguhnya diantara sebab seseorang menangis adalah karena takut kepada Alloh. Maka tangisan yang demikian itulah yang akan mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan di akhirat setelah kesedihan di dunia, senyuman dan tawa di surga setelah tangisan yang tiada hentinya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Huroiroh rodhiyallohu `anhu, bahwa Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
حَرُمَ عَلَى عَيْنَيْنِ أَنْ تَنَالَهُمَا النَّارُ : عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَ عَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ الإِسْلاَمَ وَ أَهْلَهُ مِنْ أَهْلِ الكُفْرِ
“Haram bagi dua mata untuk disentuh api neraka, yaitu: Mata yang menangis karena takut kepada Alloh, dan mata yang begadang malam untuk menjaga Islam dan pemeluknya dari orang-orang kafir.”[4]
Dan telah diriwayatkan dari Abu Huroiroh Rodhiyallohu `Anhu ia berkata: “Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
لاَ يَلِجُ النَّارَ رَجُلٌ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللهِ حِتَّى يَعُود اللبن في الضرع و لا يجتمع غبار في سبيل الله و دخان جهنم
“Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena Alloh hingga susu kembali ke dalam kantong susu, dan tidak akan berkumpul debu di jalan Alloh dan asap api neraka.”[5]
Telah diriwayatkan pula dari Abu Huroiroh bahwa Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ في ظِلِّهِ يَوْمَ لا ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ : إمَامٌ عَادِلٌ ، وَشَابٌ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ تَعَالَى ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالمَسَاجِدِ ، وَرَجُلاَنِ تَحَابّا في الله اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وتَفَرَّقَا عَلَيْهِ ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ، فَقال: إنِّي أَخَافُ الله، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُه مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ الله خَالِياً ففاضت عَيْنَاهُ
“Tujuh golongan yang akan Alloh naungi di hari yang tiada naungan selain naungan-Nya: Imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Alloh, seorang lelaki yang hatinya bergantung kepada masjid, dua orang lelaki yang saling mencintai, mereka berkumpul karena Alloh dan berpisah karena Alloh, seorang lelaki yang diajak seorang wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan namun ia mengatakan: “Sesungguhnya aku takut kepada Alloh,”seorang lelaki yang bersedekah dengan bersembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan tangan kanannya serta seorang lelaki yang mengingat Alloh dalam kesendirian lalu kedua matanya mencucurkan air mata.”
Maka sungguh sekiranya kita memperhatikan hadits di atas dengan baik maka niscaya kita dapati bahwa menangis karena Alloh, takut kepada siksa-Nya dan mengharapkan keselamatan dari-Nya padahari yang tiada bermanfaat harta mau pun anak, akan mendapatkan perlindungan dari Alloh di saat manusia semuanya membutuhkan perlindungan di hari yang sangat panas, saat matahari di dekatkan kepada manusia sejauh satu mil di atas mereka. Semoga kita dilindungi Alloh dari beratnya kondisi di saat itu.
Kisah Sebagian Orang Yang Banyak Menangis:
Ada orang-orang yang menangis hingga kedua matanya sakit disebabkan karena menangis, sebagian mereka menangis hingga pandangannya menjadi gelap. Tsabit Al-Bunani telah dikisahkan bahwa beliau menangis hingga kabur penglihatannya ketika Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu berkata kepadadnya: “Betapa mirip kedua matamu dengan mata Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam .”
Dan ketika ia membutuhkan pengobatan maka dokter berkata kepadanya:
“Berilah aku jaminan sebuah tabi’at yang akan menyembuhkan matamu.”
Tsabit bertanya: “Tabi’at apakah itu?”
Dokter tersebut berkata: “Janganlah menangis.”
MakaTsabit berkata: “Tiada kebaikan pada mata yang tidak menangis.”[6]
Inilah `Athô’ As-Sulami, ketika beliau ditanya: “Apa yang engkau inginkan?”
Maka ia menjawab: “Aku ingin menangis hingga tidak lagi mampu untuk menangis.”
Ia setiap malam dan siang selalu menangis. [7]
Pernahsuatu kali `Athô’ As-Sulaimi dicela karena sering menangis, maka ia berkata: “Bagaimana engkau mencelaku dalam perkara yang tiada kuasa bagiku padanya?” sesungguhnya apabila aku ingat penghuni neraka dan adzab serta hukuman Alloh yang turun kepada mereka maka jiwaku menggambarkan bersama dengan mereka. Bagaimana perasaan jiwa yang tangannya dibelenggu hingga lehernya dan diseret menuju neraka, bukankah ia akan menjerit dan menangis? Bagaimana seandainya sebuah jiwa diadzab, bukankah ia akan menangis?”[8]
Aisyah rodhiyallohu `anha pernah mengisahkan mengenai ayahnya Abu Bakr ketika Rosululloh menghendaki agar Abu Bakr menggantikan posisi beliau menjadi imam: “Sesungguhnya Abu Bakr adalah orang yang lembut hatinya apabila ia menggantikanmu maka ia akan menangis dan tidak mampu untuk membaca Al-Qur’an.”[9]
Dalam lafazh yang lain dikatakan: “Sesungguhnya Abu Bakr apabila menggantikan posisimu ia tidak akan bisa memperdengarkan bacaan Al-Qur’an kepada manusia disebabkan karena menangis.”[10]
Namun lihatlah bagaimana kuatnya pendirian dan keteguhan hatinya serta sikap kerasnya dalam menghadapi orang-orang yang murtad serta persilihan pendapat dengan Umar mengenai hal tersebut. Dengan demikian maka banyak menangis tidak boleh menjadi penghalang bagi seorang hamba untuk melakukan amalan-amalan besar.
Abdulloh bin Abbas adalah orang yang memiliki kemuliaan dari segala sisi, ia adalah kerabat Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam ,anak paman beliau, seorang sahabat Rosululloh, orang yang berilmu dan orang yang sangat bertakwa.
Ketakwaan Abdulloh bin Abbas diwujudkan dalam berbagai ibadah yang ia lakukan, menghidupkan malam hari dengan melaksanakan sholat, berpuasa pada siang hari, dan ia adalah orang yang banyak menangis hingga kedua pipi beliau membekas karena seringnya ia menangis.[11]
Telahdiriwayatkandari An-Nadhr bin Ismail, iaberkata: “Ar-Robi` bin Abi Rosyid pernah melewati seorang lelaki yang penyakit menahun, lalu ia duduk dan memuji Alloh serta menangis. Kemudian ada seseorang yang berjalan melewatinya dan bertanya: “Apakah yang membuatmu menangis? Semoga Alloh merahmati anda.”
Ar-Robi` berkata: “Aku ingat ahli surga dan ahli neraka. Maka aku menyerupakan ahli surge dengan orang-orang yang diberikan keselamatan dan kesehatan, sementara orang-orang yang terkena musibah aku serupakan dengan penduduk neraka. Itulah yang membuatku menangis.[12]
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abidz Dzubâb bahwa Tholhah bin Abdillah dan Az-ZUbair bin Al-Awwam pernah melewati tukang pandai besi, mereka berdua berhenti dan melihat kepadanya serta menangis.[13]
Ada kalanya seseorang menangis karena nasihat yang disampaikan kepadanya, telah diriwayatkan dari Muhammad bin Qois, ia berkata: “Setelah selesai sholat Zhuhur Umar bin Abdul Aziz mengucapkan salam dan berkata: “Wahai Abu Ibrohim, ingatkan kami dengan surge dan neraka.”
Muhammad bin Qois berkata: “Maka aku pun mengingatkan dengan surge dan neraka. Dan tidaklah pernah aku melihat seorang pun makhluk Alloh yang lebih banyak menangis dari Umar bin Abdul Aziz.”[14]
Demikian, sebagian kecil yang telah diriwayatkan mengenai kelembutan hati orang-orang terdahulu yang mampumengucurkan air mata karena mengingat akhirat serta takut kepada adzab-Nya.Semoga Alloh melimpahkan karunia kepada kita dengan memberikan hati yang lembut yang senantiasa ingat kepada-Nya, dan tidak menutup hati kita dan membiarkannya keras membatu.
Sumber: Majalah Lentera Qolbu Edisi 04 Tahun 04
[1] Shôhîhul Jâmi`, 2931.
[2] Shôhîhul Jâmi`, 2340.
[3] Diriwayatkan Bukhori dalam Kitab At-Tafsîr, no. 4621, Muslim Kitab Al-Fadhoil, No. 2359.
[4] Shohîhul Jâmi` no. 3136
[5] Diriwayatkan Tirmidzi, Kitab Fadhoilul Jihâd, no. 1632.
[6]Ar-RiqqotuwalBukâ’ ;IbnuAbidDunyahal. 11
[7]Hal. 12
[8]Hal. 12
[9]Diriwayatkan Bukhori dalam Kitab Al-Adzân, bab: Man asma`annâsatakbîrotal imam (1/ 174)
[10]Diriwayatkan Bukhori dalam Kitab Al-Adzân, bab: Man asma`annâsatakbîrotal imam (1/ 176)
[11]Shuwar min Hayâtish Shohâbah, dengan perubahan
[12]HilyatulAuliyâ’; Abu Nu`aim, Ar-Riqqotuwal Bukâ’, Ibnu Abid Dunya hal. 68
[13]Ar-RiqqotuwalBukâ’; 69
[14]Sirotu Umar bin Abdul Aziz; IbnulJauzi, hal. 158, Ar-Riqqotuwal Bukâ’, hal. 109
Leave a Reply