Surat Terbuka Untuk Para Suami (Bagian 6) – Bismillah, Alhamdulillah washshalatu wassalam ‘ala Rasulillah, amma ba’du. Berikut merupakan lanjutan dari materi sebelumnya dengan pembahasan Kewajiban mempergauli istri secara makruf.
Jima’
A. Urgensi Jima’
Selain nafkah lahiriah berupa nafkah, ada satu kewajiban penting yang perlu diperhatikan, yaitu jima’. Ini adalah separuh napas pernikahan. Sebab, salah satu tujuan utama menikah adalah untuk menyalurkan syahwat dengan cara yang halal.
Melakukan Jima’ hukumnya Wajib apabila tidak ada halangan secara umum. Dan ini termasuk nafkah batin bagi istri yang harus dipenuhi Demi melindunginya dan berbagi kebahagiaan bersamanya.
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
فَإِذَا تَطَهَّرۡنَ فَأۡتُوهُنَّ مِنۡ حَيثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُۚ
Artinya: “Apabila mereka telah Suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 222)
Rasulullah telah mengingkari orang-orang yang menjauhi istrinya dan melarang meninggalkannya terlalu lama, sekalipun untuk tujuan dzikir, ibadah, ataupun jihad. Karena perlakuan seperti Itu hakikatnya menyiksa perasaan istri.
Beliau juga mencela orang-orang yang menjauhkan diri dari kenikmatan, dengan meninggalkan wanita, puasa secara terus-menerus, dan tidak tidur untuk mengerjakan qiyamullail. Beliau bersabda:
“Demi Allah, Aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan palign bertaqwa di antara kalian. Tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku shalat dan Tidur, dan Aku menikahi wanita. Barang siapa membenci sunnahku, ia bukan golonganku.”[1]
Demikianlah Islam sangat menjaga kelangsungan kebahagiaan suami istri. Bahkan seorang bisa mendapatkan pahala dengan mendatangi istrinya apabila ia memasang niat yang lurus dalam hatinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
(( وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ ))
Artinya: “Dan berhubungan intim dengan istri adalah sedekah.”[2]
Setiap perkara yang diperintahkan Allah pasti membawa Kebaikan yang banyak. Barangsiapa menyia-nyiakannya, niscaya musibah akan menimpa rumah tangganya.
Sangat berbahaya apabila seorang suami mengabaikan kewajiban jima’, atau tidak memperhatikan kepuasan istri dalam masalah ini. Sebab dapat dipastikan batin dan perasaan istrinya akan merana, gelisah dan tak dapat merasakan kebahagiaan.
Betapa banyak istri yang lemah Iman akhirnya menempuh jalan haram Demi mendapatkan kepuasan yaitu zina, na’ûdzubillâhi min dzâlik.
Atau minimal, kecenderungan dan rasa cintanya kepada suami berangsur-angsur hilang dan keharmonisan rumah tangga mereka tinggallah kenangan.
B. Etika Jima’
Demi meraih keberkahan dan kebahagiaan bersama istrimu, perhatikanlah sejumlah etika senggama sebagaimana yang diatur oleh syariat.
- Persiapkan dirimu baik-baik
yaitu dengan memperelok penampilan, dalam keadaan bersih, rapi, dan berbau harum. Jangan sekali-kali mengajak istri berhubungan intim sementara keadaanmu kotor, acak-acakan dengan bau badan yang bisa merusak suasana. Tanyakanlah pada dirimu: ‘Bukankah engkau senang jika istrimu mempersiapkan diri sungguh-sungguh untuk menyambutmu?’ Bukankah engkau akan kehilangan selera dan enggan berhubungan jika mendapati istrimu dalam keadaan kotor dan bau? Jika engkau menjawab ‘ya’, maka ketahuilah istrimu juga mempunyai perasaan yang sama.
- Yakinkan tidak ada orang lain selain Kalian berdua
sebelum bermesraan dengan istri, yakinkan tidak ada seorang pun yang melihat, baik anak apalagi selain mereka.
- Mulai dengan bisikan, sentuhan, dan cumbu rayu
Engkau perlu tahu, karakter laki-laki dan wanita dalam Hal ini sangat berbeda. Karakter lelaki adalah seperti api, Mudah tersulut dan mudah pula mati (dingin kembali). Sedangkan wanita adalah seperti air, butuh waktu memanaskan dan mendinginkannya. Karena Itu, Sebelum melakukan hubungan Badan, sebaiknya suami memulai dengan membisikkan kata-kata lembut ke telinganya, disertai dengan sentuhan serta cumbu rayu. Jangan sekali-kali melakukan hubungan sementara istrimu dalam keadaan belum siap dan perasaannya masih dingin. Berilah rangsangan seperti senda gurau, rabaan, ciuman, dan dekapan, sehingga gairahnya bangkit dan jiwanya siap melakukan hubungan. Hikmah dari perlakuan ini sangat jelas. Sebab, apabila suami melakukan jima, sementara istrinya tidak siap, seringkali berakhir dengan kondisi dimana ia telah merasa puas sementara istrinya belum merasakan apa-apa.
- Membaca basmalah dan ta’awudz
ketika hendak menggauli istri, mulailah membaca basmalah dan meminta perlindungan Allah dari syaitan yang terkutuk, dilanjutkan dengan mengucapkan doa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
(( بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا))
“Dengan Nama Allah, ya Allah, jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari (anak) yang Engkau anugerahkan kepada kami.” Apabila dari hubungan itu ditakdirkan lahirnya anak, niscaya syaitan tidak akan mencelakainya selamanya.”[3]
- Jima’ pada tempatnya
maksudnya, jima’ harus dilakukan pada kemaluan. Dalam hal ini, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
فَأۡتُوهُنَّ مِنۡ حَيثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُۚ
Artinya: “Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 222)
haram hukumnya menyetubuhi istri pada duburnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Menyetubuhi Kaum wanita pada dubur mereka adalah haram.”[4]
Boleh menyetubuhi istri dengan cara apapun selama masih pada kemaluannya. Boleh posisi atas, bawah atau miring, dari belakang, atau dari depan, dengan berdiri atau dengan duduk, dan lain-lain cara dengan syarat melalui kemaluan. Ambillah cara-cara yang disepakati bersama dan tidak menimbulkan kebosanan. Pandai-pandailah memuaskan istrimu, karena ia pasti menginginkannya darimu sebagaimana engkau menginginkannya darinya.
Demikian pula dilarang menyetubuhi istri saat sedang haidh. Perilaku ini berbahaya dan dapat mendatangkan dampak buruk bagi suami istri, baik secara moral maupun medis.
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَيَسأَٔلُونَكَ عَنِ ٱلمَحِيضِۖ قُلۡ هُوَ أَذً۬ى فَٱعتَزِلُواْ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلمَحِيضِۖ وَلَا تَقرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطهُرۡنَۖ
Artinya: “Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haidh. Katakanlah: ‘Itu adalah sesuatu yang kotor.’ Karena Itu jauhilah istri pada waktu haidh; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci.” (QS. Al-Baqarah [2]: 222)
Namun diperbolehkan bercumbu rayu dan melakukan apa saja dengan istri yang sedang haidh selain berhubungan intim. Para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menuturkan: “Apabila Rasulullah menghendaki tubuh istrinya ketika haidh, beliau menutup farji istrinya dengan kain, lalu melakukan apa saja yang dikehendakinya.”[5]
- Lakukanlah hingga puas
ingatlah bahwa Jima’ bukan aktivitas sepihak. Tetapi melibatkan suami sitri; karena keduanya memiliki kebutuhan dan kepentingan yang sama.
suami Wajib menyadari Hal ini, tidak boleh egois dengan menyudahi jima’ sebelum kebutuhan istrinya terpenuhi. Yakinkanlah bahwa istrimu benar-benar telah meraih kepuasan. Jika hajatmu telah terpenuhi dengan keluarnya mani, tahanlah hingga kebutuhan istrimu terpenuhi. Karena terkadang ia terlambat meraihnya. Langsung menyudahi hubungan badan ketika itu juga merupakan siksaan bagi istri.
- Perbincangan ringan dan sentuhan setelahnya
Lakukanlah itu demi kesempurnaan kebahagiaan istrimu, juga untuk mengantisipasi munculnya ganjalan perasaan usai melakukan hubungan intim. Mengingat wanita itu memiliki karakter seperti air, tentu kondisinya tidak seperti laki-laki yang bisa Padam seketika setelah mani terpancarkan. Maka, hendaknya engkau kembali membisikkan kata-kata lembut dan memberi sentuhan-sentuhan halus. Jangan langsung berpaling dengan membiarkan istrimu merana.
- Jangan menyakiti fisik dan melukai perasaannya
jagalah perasaan istrimu dan jangan melukainya. Jangan memaksanya melakukan hal-hal yang tidak ia kehendaki demi kepuasan dirimu semata. Dan jangan memperlakukannya secara tidak hormat, sehinga istrimu merasa dirinya hanyalah pemuas nafsunya belaka. Lakukanlah segala aktifitas jima’ itu atas dasar suka sama suka.
Hindarilah hal-hal yang bisa menyakitinya. Seperti menyumbat nafasnya atau menindihnya dengan cara serampangan. Ini bahaya, apalagi Bila suami memiliki tubuh yang berat, sementara istrinya berbadan kecil dan lemah.
Perhatikanlah wahai para suami, janganlah melakukan hubungan intim dengan berbuat aniaaya. Jadikanlah hubungan intim sebagai sesuatu yang membahagiakan istri, bukan justru membuatnya takut.
- Manfaatkanlah waktu yang tepat
Jadilah suami yang cerdas. Lakukanlah jima’ pada saat yang pas, sehingga semakin sempurna kenikmatan dan kebahagiaan kalian berdua. Di antara waktu tersebut adalah:
- Saat pulang dari bepergian
lakukanlah jima’ setelah pulang dari bepergian jauh, sebagai ganti dari perasaan sepi istrimu dan derita penantian yang menjemukan. Perasaan rindu dapat menjadi penghangat suasana hingga menjadikannya saat yang paling membahagiakan, melebihi suasana malam pertama. Di antara bentuk Bimbingan Nabi dalam Hal ini adalah sabda beliau:
“Apabila engkau datang dari bepergian pada malam hari, janganlah langsung menemui istrimu, supaya ia mendapat kesempatan (waktu untuk) mencukur rambut kemaluannya dan merapikan dandanannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: ‘jangan lupa, lakukanlah jima’ lakukanlah jima’[6]
- Malam-malam bahagia
manfaatkanlah malam-malam bahagia, seperti malam walimah kerabat dan handai taulan. Karena malam-malam seperti ini biasanya membangkitkan kenangan indah dan membuncahkan rasa suka Cita, sehingga siap untuk melakukan jima’ demi mendapatkan kebahagiaan.
- Damai setelah bertikai
Kadang perselisihan terjadi di antara kalian berdua, sehingga mengeruhkan dan mengotori segarnya suasana dan merenggangkan jalinan cinta. Dengan anugerah Allah subhanahu wata’ala, beberapa saat kemudian perselisihanpun reda. Suasana kembali segar dan pikiran kembali jernih. Maka hiasilah malamnya dengan senda gurau, canda dan lakukanlah jima’ untuk menyempurnakan keindahannya. Kikis habislah sisa-sisa Luka yang masih ada, bukalah lembaran baru dengan mengisi hari-hari yang Penuh suasana indah, dan lupakanlah kenangan pahit yang terjadi saat bertikai.
- Saat-saat meraih kesuksesan
ini termasuk waktu yang baik untuk melakukan Jima’. Yaitu ketika kalian meraih kesuksesan, dalam pekerjaan misalnya. Sebab ketika itu kebahagiaan sedang meliputi kalian berdua. Jiwa pun terasa lapang dan siap untuk meneguk madu kenikmatan dan kebahagiaan.
- Berikan sentuhan-sentuhan mesra diluar jima’
sebagian suami kurang memahami bahwa setiap wanita membutuhkan hal ini. Mereka hanya mau berlaku mesra dengan istrinya ketika ia menghendaki hubungan intim saja. Padahal bisa jadi wanita lebih merasakan kebahagiaan dengan sentuhan-sentuhan hangat seperti ini daripada hubungan intim itu sendiri. Contohnya seperti, berbisik, manja, membelai rambut, menggenggam tangan , mencium kening, merebahkan kepala di dada dan lain sebagainya. Cara ini perlu dijadikan ‘Kamus’ agar hubungan suami istri makin intim dan mesra, makin berwarna dan terasa.
insyaAllah bersambung ke bagian berikutnya …
Diringkas dari buku: Surat Terbuka untuk Para Suami
Penulis: Abu Ihsan al-Atsari & Ummu Ihsan Choiriyah
Peringkas: Abu Muhammad Fauzan (Staf Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur
[1] Muttafaq ‘alaih.
[2] Hadits riwayat Muslim.
[3] Hadits riwayat al-Bukhari.
[4] Hadits riwayat an-Nasa’i. Lihat Silsilah ash-shahihah (no.873).
[5] diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 272). Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud.
[6] Muttafaq ‘alaih
BACA JUGA:
Leave a Reply