Pertanyaan: Saya ingin memanjangkan jilbab, bahkan ingin pakai niqob. Saya masih numpang tempat ibu, keluarga tidak mendukung , suami terserah saya. Tapi dia juga tidak enak sama ibu saya. Lingkungan juga tidak mendukung. Memang ibadah saya masih jauh dari baik, tapi apakah harus baik dulu baru berhijab? Pikir saya kalau saya berhijab saya mau melakukan sesuatu mesti lebih memikirkannya baik atau tidak menurut agama. Sebaiknya bagaimana? Ummu Faqih.
Jawaban: Ummu Faqih yang dimuliakan Alloh, memang tidak ringan seorang muslim berpegang teguh dengan ajaran agama ini. Hal itu disebabkan karena apapun kebaikan yang hendak dilakukan oleh seseorang sesuai dengan ajaran agama, melainkan akan banyak ia jumpai berbagai rintangan dan halangan. Penentang kebaikan akan senantiasa ada hingga akhir zaman. Tidaklah Alloh mengutus seorang nabi melainkan akan ada para penentang yang memusuhinya. Alloh berfirman:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ
“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)]. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (QS. Al-An’âm).
Jadi tidak perlu kita heran jika setiap kali kita hendak melakukan kebaikan ajaran agama ini, banyak orang yang menghalangi, mencibir, mengolok-olok bahkan memusuhi. Bagaimana tidak? Para nabi yang merupakan orang-orang terbaik diantara manusia saja memiliki sangat banyak orang yang memusuhi dakwah dan seruannya menuju kepada kebaikan. Sungguh berbahagia orang yang asing lantaran melakukan kebaikan sementara orang disekitarnya berbuat keburukan. Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
طُوبَى لِلْغُرَبَاءِ، أُنَاسٌ صَالِحُونَ فِى أُنَاسِ سُوءٍ كَثِيرٍ مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ.
“Tuba (nama pohon di surga) bagi orang-orang yang asing.” “Yaitu orang-orang sholih yang berada diantara orang-orang yang buruk yang berjumlah banyak. Orang yang mendurhakai mereka lebih banyak daripada orang yang mentaati mereka.” (HR. Shohih Al-Jâmi’,no. 3921).
Maka sungguh, kenyataan ini sering kita jumpai di sekitar kita. Orang yang hendak melakukan amal sholih seringkali harus berhadapan dengan berbagai fitnah, ujian dan tantangan. Tidak semua orang sejalan dengan kebaikan yang hendak kita lakukan. Apalagi hal itu berkaitan dengan sebuah ajaran Islam.
Kapan kondisi asing itu dirasakan oleh kaum muslimin yang hendak menegakkan kebaikan agamanya? Hal itu sudah dimulai sejak munculnya Islam. Rosululloh n bersabda:
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيْبًا ، وَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا كَمَا بَدَأَ ، فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam bermula dalam keadaan asing, dan akan kembali menjadi asing sebagaimana bermula.” (HR. Muslim).
Sungguh benar apa yang Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam sabdakan, Islam dianggap ajaran yang sesat dan menyesatkan di awal kemunculannya. Bahkan Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam dijuluki dengan penyihir dan orang yang gila. Dan kondisi keterasingan Islam ini sungguh kita rasakan di saat kita hendak menjalankan Islam secara kâfah (menyeluruh). Berbagai julukan mereka sematkan pada diri orang-orang Islam yang berusaha kembali kepada agamanya.
Sungguh, selayaknya bagi kita merasa bahagia ketika kita menjadi orang yang asing lantaran kita berbuat kebajikan sesuai ajaran Islam. Sungguh Alloh tidak akan menyia-nyiakan kita jikalau kita berusaha untuk menjadi orang yang bertakwa. Alloh berfirman:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Tholâq: 2-3).
Maka seorang muslim hendaknya tidak merasa ragu untuk menampakkan kebaikan Islam walaupun harus berhadapan dengan berbagai rintangan. Perlu kita ketahui bahwa seandainya di zaman fitnah seorang muslim mampu berpegang teguh dengan apa yang dijadikan pegangan para sahabat niscaya mereka akan mendapatkan pahala 50 orang dari para sahabat.
Semoga kita senantiasa mendapatkan keteguhan iman dan kemantapan hati dalam melaksanakan indahnya agama Islam ini. Allohu a’lam bishshowab.
Sumber: Majalah Lentera Qolbu Edisi 04 Tahun 02
Leave a Reply