Ruqyah Syar’iyyah

RUQYAH SYAR'IYYAH

RUQYAH SYAR’IYYAH

Ruqyah adalah penyembuhan suatu penyakit dengan pembacaan ayat ayat suci Al Qur’an, atau doa-doa kepada Allah atau  bacaan untuk pengobatan syar’i berdasarkan riwayat yang shahih atau sesuai ketentuan ketentuan yang telah disepakati oleh para ulama untuk melindungi diri dan untuk mengobati orang sakit.

Dalam sebuah hadits, Dari Auf bin Malik radhiallahu ‘anhu ia berkata:

كُنَّا نَرْقِي فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ: اعْرِضُوا عَلَيَّ رُقَاكُمْ،لا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ

Artinya: “Kami dahulu meruqyah pada masa jahiliah, kami mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, apa pandanganmu dalam hal itu? Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, ‘Perlihatkan kepadaku ruqyah kalian, tidak mengapa dengan ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan’.” (HR. Muslim)

Yang mengandung kesyirikan artinya adalah ruqyah yang terdapat permintaan pertolongan kepada selain Allah ‘azza wa jalla. (Fathul Majid hlm. 147)

Syarat dibolehkannya ruqyah sebagaimana perkataan Ibnu Hajar rahimahullah:

وقد أجمع العُلماءُ على جواز الرُّقى عند اجتماع ثلاثة شُروطٍ:

1- أن يكون بكلام الله تعالى، أو بأسمائه وصفاته.

2- وباللسان العربي، أو بما يُعرفُ معناه من غيره.

3- وأن يُعتقد أن الرُّقية لا تُؤثِّر بذاتها؛ بل بذات الله تعالى.

Terjemahannya:

Para ulama telah bersepakat bahwa ruqyah itu diperbolehkan jika memenuhi 3 persyaratan:

– Ruqyah dengan firman Allah atau dengan nama nama dan sifat-sifatNya,

– Ruqyah dengan bahasa Arab atau jika selain bahasa Arab maka harus dipahami maknanya

– Hedaknya meyakini bahwasanya ruqyah tidaklah  memberi pengaruh dengan sendirinya akan tetapi  kembali kepada Allah” ( Fathul Bayari 10/195).

Jika syarat ini terpenuhi maka ruqyah yang dilakukan tersebut hukumnya boleh menurut pada ulama, Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

لا بأسَ بالرُّقى ما لَم تَكُن شِركًا

Artinya: “Tidak mengapa melakukan ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan.” (HR. Muslim no. 2200)

Sebagian keliru dan berpendapat bahwa ruqyah dengan apa saja  selama bermanfaat adalah diperbolehkan, dan hal ini telah dibantah oleh Ibnu Hajar, karena Nabi صلى الله عليه وسلم  menyatakan “Tidak mengapa Ruqyah selama tidak ada kesyirikan padanya”.

“Dan jika Ruqyah tersebut dengan bahasa yang tidak dipahami maka dikhawatirkan mengandung atau bisa Menjerumuskan dalam kesyirikan kesyirikan” (Fathul Baari 10/195].

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

عامَّةُ ما بأيدي النَّاسِ مِن العزائِمِ والطَّلاسِمِ والرُّقَى التي  لا يُفقَهُ بالعَربيَّةِ فيها ما هو شرك بالجن؛ ولهذا نهى عُلَماءُ المسلمينَ عن الرُّقى التي لا يفقه معناها؛ لأنَّها مَظِنَّةُ الشِّرْكِ وإنْ لم يَعرِفِ الرَّاقي أنَّها شِرْكٌ

Terjemahannya: “Dan jimat-jimat, rajah-rajah, dan ruqyah-ruqyah yang ada di tangan masyarakat yang tidak dipahami maknanya, ada padanya kesyirikan kepada jin. Karenanya para ulama muslimin telah melarang ruqyah Yang tidak dipahami maknanya, karena diduga mengandung kesyirikan meskipun yang meruqyah tidak mengetahui bahwasanya itu adalah kesyirikan” (Majmuu’ Alfataawa (19/13)).

Cara Meruqyah

Pada dasarnya, semua ayat-ayat Al-Qur`an bisa digunakan untuk ruqyah, karena Allah Ta’ala berfirman:

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا

Terjemahannya: “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al-Qur`an itu) hanya akan menambah kerugian.” (QS. Al-Isra` : 82)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا وَامْرَأَةٌ تُعَالِجُهَا أَوْ تَرْقِيهَا، فَقَالَ: “عَالِجِيهَا بِكِتَابِ اللَّهِ

Terjemahannya: “Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah masuk ke rumah ‘Aisyah lalu mendapati ada wanita sedang menyembuhkan atau meruqyah Aisyah. Maka Nabi bersabda: “Sembuhkanlah ia dengan Al-Qur`an!”” (HR. Ibnu Hibban no.6098, di-shahih-kan al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah no. 1931)

Cara meruqyah adalah dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur`an kepada orang yang sakit dengan niat ruqyah,  atau membacakan doa-doa dalam hadis-hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Boleh juga dengan cara membacakan ayat-ayat Al-Qur`an dan doa-doa dalam hadis di depan telapak tangan, lalu meniup dengan lembut pada telapak tangan, kemudian mengusapnya pada bagian tubuh yang sakit.

Sebagaimana dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَنْفُثُ عَلَى نَفْسِهِ فِي الْمَرَضِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ فَلَمَّا ثَقُلَ كُنْتُ أَنْفِثُ عَلَيْهِ بِهِنَّ وَأَمْسَحُ بِيَدِ نَفْسِهِ لِبَرَكَتِهَا

Terjemahannya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meniupkan kepada diri beliau sendiri dengan al-mu’awwidzat (doa-doa perlindungan) ketika beliau sakit menjelang wafatnya. Ketika sakit beliau semakin parah, akulah yang meniup beliau dengan al-mu’awwidzat dan aku mengusapnya dengan tangan beliau sendiri karena berkahnya kedua tangan beliau.” (HR. Al-Bukhari no. 5735 dan Muslim no. 2192)

Adapun beberapa  cara meruqyah yang syar’i adalah dengan cara cara berikut:

Pertama: النَفَثُ (Dengan tiupan disertai sedikit sekali air liur, dan ada yang mengatakan tanpa air liur sama sekali).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

الرؤيا الصالحةُ من اللهِ ، والحلمُ من الشيطانِ ، فإذا رأى أحدُكم شيأً يكرهُ فلينفثْ حين يستيقظ ثلاث مرات ، و في رواية ( فليبصق عن يساره )، ويتعوَّذْ من شرِّها ، فإنها لا تتضرُّ

Artinya: “Mimpi yang baik dari Allah dan mimpi yang buruk dari syaitan. Jika salah seorang dari kalian melihat mimpi yang ia tidak sukai maka hendaknya ia meniupkan (nafats) tatkala terjaga sebanyak tiga kali dan berlindung dari keburukannya (Dalam riwayat yang lain: “Hendaknya ia meludah ke arah kirinya), karena sesungguhnya hal itu tidak akan memudorotkannya” (HR. Al Bukhari 3292 dan 5747).

Kedua: التَفْلُ (Dengan meniup disertai air liur namun tidak sampai pada derajat meludah)

Sebagaimana kisah Abu Sa’id al-Khudri, dimana disebutkan :

فجعل يتْفُلُ و يقْرَأُ الحمدلله رب العالمين حتى فكأنما نُشِطَ من عِقالٍ

Artinya: “Maka sahabat (yang meruqyah) meludah dan membaca “Alhamdulillahi Robbil ‘Aaalamiin” hingga seakan-akan Orang tersebut baru saja lepas dari ikatan” (HR : Bukhari 5749)

Dalam riwayat yang lain:

فجعل يَقْرَأُ بأم القرْآن و يجْمَعُ بُزاقَهُ و يَتْفلُ ، فبَرَأَ

Artinya: “Maka sahabatpun membacakan surat al-Fatihah, ia Mengumpulkan ludahnya lalu meludah. Maka sembuhlah orang Tersebut” (HR. Al-Bukhari 5736 dan Muslim 2201)

Ibnu Hajar Rahimahullah berkata: “Sesungguhnya an-nafats dibawah at-taflu, dan jika at-taflu diperbolehkan maka an-nafats tentu lebih utama untuk Dibolehkan” (Fathul Baari 10/210]

Ketiga: Meruqyah tanpa tiupan sama sekali

Dari Aisyah radhiallahu ‘anhaa bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda :

كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم إذا أتى مريضا أوْ أُتِي به ، قال : أَذْهِبِ الباسَ ربَّ النَّاسِ اشفِ وأنت الشَّافي، لا شفاءَ إلَّا شفاؤُك شفاءً لا يُغادِرُ سقَمًا

Artinya: “Jika menjenguk orang sakit atau didatangkan orang sakit Kepada beliau maka beliau berkata, “Hilangkanlah Penyakit ini wahai Penguasa manusia, sembuhkanlah Sesungguhnya Engkau Maha Menyembuhkan, tidak ada Kesembuhan melainkan kesembuhan dariMu, kesembuhan yang Tidak meninggalkan sakit sedikitpun” (HR . Al-bukhari  5675 dan Muslim 2191).

Dari Abdul Aziz ia berkata, “Aku dan Tsabit menemui Anas bin Malik.aka Tsabit berkata, “Wahai Abu Hamzah (kunyah Anas bin Malik ) aku sakit.

Maka Anas berkata, “Maukah aku meruqyahmu dengan Ruqyahnya Rasulullah?

Tsabit berkata, “Tentu”.

Anas Radhiyallahu Anhu berkata,

اللهم ربَّ النَّاسِ ،مُذْهِبَ البَاسِ  اشفِ أنت الشَّافي، لا شافِيَ إلَّا أنت ، شفاءً لا يُغادِرُ سقَمًا .

Artinya: “Wahai penguasa manusia, Yang Menghilangkan penyakit, sembuhkanlah sesungguhnya Engkau Maha menyembuhkan, dengan kesembuhan Yang tidak menyisakan penyakit” (Al-Bukhari 5742)

 

Keempat: Mencampurkan sedikit tanah dengan air liur

عن عائشة رضي الله عنها : أن النبي صلى الله عليه و سلم كان يقول للمريض : بسم الله ،  تُرْبَةُ أرْضِنا، برِيْقة بَعْضِنا يُشْفى شقيمنا، بإذن ربنا.

Artinya: Dari Aisyah radhiallahu ‘anhaa bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam Berkata kepada orang yang sakit, “Dengan nama Allah, Tanah bumi kami, dengan liur sebagian kami, Disembuhkan orang yang sakit diantara kami, dengan Izin Rabb kami” ( HR. Al-Bukhari 5745 dan Muslim 2194)

Imam An-Nawawi Rahimahullah berkata: “Makna hadits ini adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil air liurnya dengan jari telunjuknya lalu beliau meletakkan telunjuknya di tanah, kemudian sebagian tanah menempel pada jarinya lalu beliau mengusapkannya pada lokasi luka atau daerah sakitnya, dan beliau Mengucapkan doa ini tatkala sedang mengusap” (Al Minhaaj Syarh Shahiih Muslim 14/184)

Kelima: Mengusapkan Tangan ke Tubuh

Dari Utsman bin Abil ‘Aash Ats-Tsaqofi bahwasanya ia Mengeluhkan kepada Nab  rasa sakit yang ia rasakan ditubuhnya semenjak ia masuk Islam.

Maka Nabi berkata kepadanya, “Letakkanlah tanganmu di bagian tubuhmu yang kau rasakan sakit, lalu bacalah bismillah tiga kali dan ucapkanlah:

أعوذ بالله و قُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ ما أَجِدُ وَ أُحاذِرُ.

Artinya: sebanyak tujuh kali, “Aku Berlindung kepada Allah dengan kekuasaanNya dari Keburukan yang aku rasakan dan yang aku takutkan” (HR. Muslim 2202)

Keenam: Ruqyah dengan membaca lalu meniupkannya Ke air, setelah itu airnya diminumkan kepada yang sakit, Atau diusapkan kepada bagian tubuhnya yang sakit, atau dimandikan dengan air tersebut.

Dari Ali bin Abi Tholib bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sedang Sholat lalu beliau disengat kalajengking, Maka beliau Berkata: “Allah melaknat kalajengking, kalajengking tidak Meninggalkan gangguannya kepada orang yang sedang Sholat dan tidak juga kepada lainnya”. Lalu Nabi Meminta air dan garam kemudian Nabi mengusap Dengan air tersebut dan membaca surat al-Kafirun,surat al-Falaq, dan surat an-Naas” ( HR At-Thabrani dalam al-Mu’jam as-Shogir No. 830 dan dishahihkan oleh al-Albani dalam AsShahihah No. 548)

Dari Abu Ma’syar dari Aisyah bahwasanya Aisyah Memandang tidak mengapa dibacakan di air lalu air Tersebut diguyurkan ke orang yang sakitsakit (Mushonnaf Ibni Abi Syaibah No. 23509)

Demikian juga para ulama membolehkan minum Dengan air yang telah dibacakan ruqyah, diantaranya imam Ahmad (Lihat al-Aadaab asy-Syar’iyyah karya Ibnu Muflih 2/456) dan Ibnul Qoyyim (16) Lihat Zaadul Ma’aad 4/178)

REFERENSI:

Bersambung InsyaAllah

Rujukan :  Kutaib Tuntunan Ruqyah Syar’iyyah (Karya Ustadz Firanda Andirja)

Baca juga artikel:

Hukum Sebelum Kelahiran

Bagaimana Kalau Kita Hidup Di Zaman Itu?

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.