PEZINA DARAHNYA HALAL?
Bismillah, Bagaimana mengetahui bagusnya metode pendidikan Rasulullah , terutama yang menjelaskan perbuatan yang sangat keji yaitu berzina serta konsekuensinya jika ada seseorang yang melakukan perbuatan hina tersebut. Sebagaimana dalam hadits, Dari Abu Mas’ud rodiyallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
(لا يحل دم امرئٍ مسلم إلاّ بإحدى ثلاث : الثيب الزّاني….)
Artinya: ‘Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga perkara: orang yang berzina padahal dia sudah (pernah) menikah.. (HR. Al-Bukhori,(no.6878) dan Muslim, (no.1676))
PENJELASAN:
لا يحل دم امرئٍ مسلم (Tidak halal darah seorang muslim), artinya: tidak halal untuk dibunuh. Kita tafsirkan demikian karena memang inilah yang ma’ruf (dikenal) dalam bahasa Arab. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
إنّ دمائكم وأعراضكم عليكم حرام
Artinya: ‘’Sesungguhnya darah,harta, dan kehormatan kalian diharamkan atas kalian.’’ (HR. Al-Bukhari, kitab al-Ilmu, bab Liyuballighal ‘Ilma asy-Syaahidal Ghaa-iba (no.105), Muslim, kitab al-Qasaamah wal Muhaaribiin, bab Taghliizh tahriimid Dimaa’wal A’raadh wa Amwaal (no.1679 (29)).
امرئٍ مسلم (Seorang muslim),’’ artinya: seorang yang telah masuk Islam.
(Kecuali karena salah satu dari tiga perkara),’’ yakni salah satu dari tiga sebab, yaitu:
- Orang yang berzina padahal dia sudah (pernah) menikah.
- Jiwa dibalas dengan jiwa.
- Orang yang meninggalkan agamanya (murtad) yang berpisah dari jama’ah (kaum Muslimin).
SALAH SATU SEBAB DIHALALKAN DARAH SEORANG ADALAH MELAKUKAN BERZINA PADAHAL SUDAH (PERNAH) MENIKAH.
الثيب الزّاني )Orang yang berzina padahal dia sudah (pernah) menikah, artinya: orang yang seperti darahnya menjadi halal. Kata (الثيب ) artinya orang yang telah berjima’ (berhubungan badan) dengan pernikahan yang sah. Apabila seseorang berzina setelah dirinya dikarunia oleh Allah Ta’ala kenikmatan menikah yang sah, maka ia berhak mendapatkan hukuman mati. Adapun tata caranya akan dibahas –insya Allah– dalam faedah hadist.
Dipahami dari kata ‘’ الثيب ‘’ ini bahwa ‘’ البكر‘’ (gadis atau perjaka) tidak mendapatkan hukuman mati apabila mereka berzina, yaitu mereka yang belum pernah menikahi dengan pernikahan yang sah.
TATA CARA PELAKSANAAN HUKUM RAJAM
Orang yang berzina tersebut diberdirikan dan orang-orang melemparinya dengan batu yang tidak besar dan tidak pula kecil, karena batu yang besar bisa menewaskannya dengan cepat sehingga maksud dari rajam berlalu begitu saja. Adapun batu yang kecil akan (lebih) menyiksanya sebelum ia mati. Oleh karena itu, hendaklah hukum rajam ini menggunakan batunya yang sedang. Maka orang yang telah menikah harus dirajam dengan batu sampai mati, baik laki-laki maupun perempuan.
Jika seseorang berkata, ‘’mengapa kalian membunuhnya dengan cara seperti ini? Mengapa tidak langsung saja dengan pedang, sementara NabiShallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda:
إذا قتلتم فأحسنوا القتلة
Artinya: ‘Apabila kalian membunuh, maka membunuhlah dengan cara yang baik.’’ (Muttafaqun Alaih)
Jawabnya: Cara yang baik dalam membunuh bukan berarti membunuh dengan cara yang paling mudah, akan tetapi yang dimaksud adalah cara yang sesuai dengan syari’at Islam, sebagaimana Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
﴿ومن أحسن من الله حكما ﴾
Artinya: ‘’Dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?’’ (QS. Al-Maidah: 50)
Maka hukum rajam yang diberlakukan kepada laki-laki atau wanita yang pernah menikah yang kemudian berzina termasuk membunuh dengan cara yang baik karena sesuai dengan syari’at Islam.
HIKMAH DARI HUKUM RAJAM
Jika seseorang berkata, ‘’Apa hikmah dari membunuh dengan cara seperti ini?
Jawabnya, bahwa syahwat (keinginan) berzina tidak dirasakan oleh salah satu anggota badan saja, akan tetapi oleh seluruhnya. Tatkala seluruh badan yang berzina merasakan betapa nikmat perbuatan haram ini, maka pantaslah jika seluruh badan merasakan sakit dari hukuman tersebut. Oleh karena itu kesesuaiannya sangat nampak.
PENETAPAN BAHWA SESEORANG TELAH BERZINA
Akan tetapi bagaimana seseorang ditetapkan telah berzina?
Cara pertama tetapnya zina dengan adanya empat saksi laki-laki yang diakui, mereka menyatakan telah melihat kemaluan laki-laki berada di dalam kemaluan si wanita, dan persaksian ini harus ada.persaksian seperti ini sangat sulit. Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan,’’Sesungguhnya zina tidak ditetapkan dengan persaksian saja, tetapi juga dengan melihat waktunya.
Cara kedua untuk menetapkan bahwa seseorang telah berzina adalah dengan pengakuan sang pelaku.
Apakah di syaratkan adanya pengulangan pengakuan sampai empat kali, ataukah cukup hanya sekali saja, atau lebih diperinci lagi, apakah kejadiannya sudah dikenal secara umum atau belum?
- Pendapat yang mengharuskan adanya pengulangan berdalil dengan kisah sahabat Ma’iz bin Malik, dimana ketika itu ia menghadap Nabi dan menyatakan bahwa dirinya telah berzina. Nabi kemudian berlalu (tidak menghiraukannya). Lalu ia kembali mendatangi Nabi dan menyatakan hal yang sama, sampai empat kali. Kemudian beliau bertanya: “Apakah engkau terkena penyakit gila? Ia menjawab, ‘’Tidak.’’ Lalu Nabi mengirim utusan kepada kaumnya untuk ditanyakan kepada mereka: ‘’Apakah kalian menyaksikan bahwa Ma’iz gila? ‘’Tidak,” jawab mereka. Kemudian beliau memerintahkan seseorang untuk mencium bau mulutnya, apakah ia dalam keadaan mabuk karena telah meminum khamr atau tidak. Dan ternyata hal itu tidak ditemukan. Kemudian beliau memerintahkan untuk merajamnya. (HR. Al-Bukhari)
- Adapun pendapat yang mengatakan cukup dengan satu pengakuan saja, mereka berdalil dengan kisah seorang wanita yang berzina dengan orang suruhan suaminya, sedangkan dia laki-laki yang masih perjaka, akhirnya kisah pun tersebar. Yaitu, kisah tentang Unais , yang mana ayah laki-laki perjaka ini dikatakan:’’Kamu harus menebus dengan 100 ekor kambing dan seorang hamba sahaya. Lalu ia menyanggupinya. Kemudian sang ayah menanyakan kepada ahli ilmu, mereka menjawab,’’ Engkau tidak berhak melakukan seperti ini, yang harus engkau lakukan adalah anakmu di cambuk 100 kali dan diasingkan selama setahun. Adapun wanita tersebut harus dirajam.’’ Kemudian ke dua belah pihak mengadukan masalah ini kepada Rasulullah. Kemudian jawaban Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam:
الغنم والوليدة ردّ عليك و على ابنك جلد مائة و تغريب عام واغد يا أنيس إلى امرأة
هذا فإن اعترفت فارجمها
Artinya: “Kambing dan hamba sahaya dikembalikan kepadamu (karena semua itu diambil dengan cara yang tidak tepat) dan anak lakimu mendapat cambukkan 100 kali dang pengasingan selama 1 tahun (karena ia belum menikah). Pergilah wahai Unais kepada wanita ini, jika ia mengaku (telah melakukannya) maka rajamlah.’’ Unais menemuinya dan ia mengaku telah melakukannya, kemudian ia dirajam. (HR. Al-Bukhari, no: 2314)
Dalam hadist ini Rasulullah tidak mengatakan, ‘’Jika ia mengakui sebanyak empat kali,’’ bahkan beliau mengatakan,’’Jika ia mengaku maka rajamlah,’’ hal ini menunjukkan tidak diberlakukannya syarat pengulangan pengakuan.
- Sebagian ahli ilmu berkata,’’Jika kejadiannya sudah diketahui oleh umum dan sudah tersebar luas maka cukup hanya dengan satu kali pengakuan saja, jika memang dibutuhkan pengulangan maka harus diulangi.’’
- Pendapat yang paling mendekati kebenaran adalah tidak disyaratkannya pengulangan pengakuan, kecuali jika didapati kerancuan. Sebab, jika tidak seperti itu maka bukti dan dalil mana lagi yang akan dipakai, sedangkan pengakuan si pelaku adalah dalil yang valid. Bagaimana mungkin ketika seseorang yang baligh, berakal, dan mengetahui apa yang dikatakan, berirkar dengan sebenar-benarnya, kemudian kita katakan,’’Ikrar ini tidak dianggap. Bahkan jika ia berikrar sebanyak tiga kali pun kita menganggapnya telah berikrar.
Jadi, yang benar adalah pengakuan itu cukup diucapkan sekali saja, kecuali jika didapati kerancuan.
APAKAH HUKUMAN BAGI PEZINA BOLEH DILAKSANKAN OLEH SIAPA SAJA?
Orang yang telah menikah lalu berzina, maka darahnya hala. Akan tetapi jika dikatakan telah dihalalkan darahnya, apakah hukumannya boleh oleh siapa saja?
Jawabnya: tidak… Tidak setiap orang boleh menjalankannya, kecuali imam (pemimpin) atau orang yang mewakilinya. Sebagaimana kisah tentang Unais.
Semoga dengan adanya ilmu ini kita bisa terhindar dari perbuatan keji ini. Aamiin
Referensi:
Syarah Hadist Arba’in. Karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin
Peringkas: NENSI LESTARI (UMMU SALMA ATIKAH HASNAH) pengajar ponpes Darul Qur’an wal Hadist OKU Timur Sumsel.
Baca juga artikel:
Leave a Reply