PETAKA BUNGA BANK

Petaka Bunga Bank

PETAKA BUNGA BANK

Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan dan petunjuk-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amal kita. Barang siapa mendapat petunjuk dari Allah maka tika nada yang menyesatkannya, dan barang siapa yang sesat maka tidak ada pemberi petunjuknya baginya. Aku bersaksi bahwa tiada Illah yang berhak di ibadahi dengan benar melainak Allah dan bahwa Muhammad adalah Hamba dan Rasulnya. Ammaa ba’du

Bunga (interest) yaitu imbalan yang dibayar oleh peminjam atas dana yang diterimanya. Bunga dinyatakan dalam persen.

Bank konvensional (bank yang tidak islami), sebagian besar usahanya bergantung pada bunga. Bank mengumpulkan modal dari dana masyarakat dalam bentuk tabungan, lalu uang yang terhimpun dari dana masyarakat tersebut dipinjamkan dalam bentuk modal kepada suatu pihak. Bank memberikan bunga kepada para penabung dan menarik bunga dari peminjam. Bunga yang ditarik dari peminjam jauh lebih besar dari pada bunga yang diberikan kepada pemilik rekening tabungan. Selisih dari dua bunga: peminjam dan penabung merupakan laba yang diperoleh bank.

HUKUM BUNGA BANK

Bunga yang ditarik bank dari pihak pinjaman modal atau yang diberikan bank kepada nasabah pemilik rekening tabungan hukumnya haram dan termasuk riba. Sebab, hakikat bunga adalah pinjaman yang dibayar berlebih. Bank memberikan pinjaman kepada pengusaha dalam bentuk modal, pinjaman tersebut harus dikembalikan dalam jumlah yang sama ditambah bunga yang dinyatakan dalam persen, atau denda yang ditarik bank dari pihak peminjam jika terlambat membayar dalam tempo yang telah ditentukan. Ini jelas sama dengan riba kaum jahiliyah.

Menabung dibank, sekalipun dinamakan simpanan, dalam pandangan fiqih akadnya adalah pinjaman. Karena pinjaman (qard) dalam teminologi fiqih baerarti menyerahkan uang kepada seseorang untuk dipergunakannya dan dikembalikan dalam bentuk uang senilai pinjaman.

Pengertian qardh ini sama dengan tabungan, dimana uang tabungan yang disimpan dibank digunakan oleh bank, kemudian bank mengembalikannya kapan dibutuhkan oleh penabung dalam bentuk penarikan tabungan. Akad ini tidak bisa dinamakan wadi’ah (simpanan), karena para ulama mengatakan seperti yang dinukil oleh Ibnu Utsaimin, “Para ahli fiqih menjelaskan bahwa bila orang yang menitipkan (uang) memberikan izin kepada orang yang dititipi untuk menggunakannya maka akad wadi’ah berubah menjadi akad qardh.

Bila hakikat menabung dibank adalah akad pinjaman maka pinjaman tidak boleh dikembalikan berlebih dalam bentuk bunga, maka bunga ini dinamakan riba. Kaidah iqih menyatakan:

كل قرض جر منفعة فهو ربا

“Setiap pinjaman yang memberikan keuntungan bagi pemberi pinjaman adalah riba.”

Hukum bunga bank sama dengan riba merupakan keputusan seluruh lembaga atwa baik yang bertaraf internasional maupun nasional, sehingga bisa dikatakan ijma’.

Fatwa haramnya bunga bank sangatlah jelas. Akan tetapi, ada saja orang-orang yang berusaha menghalalkannya dan terkadang menggunakan dalil agama. Diantara dalil yang mereka gunakan adalah:

  • Bahwa riba yang diharamkan hanyalah riba yang dilipat gandakan, berbeda dengan bunga bank yang hanya sekian persen. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

يايها الذين ءامنوا لا تأكلوا الربوا أضعفا مضاعفة

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda”. (QS. Ali-Imran:130)

Taggapan: ayat ini turun menjelaskan larangan riba, diantara bentuk riba jahiliyah yaitu bila jatuh tempo pelunasan hutang 100 dinar, misalnya, dan peminjam belum dapat melunasi, maka hutang dijadwalkan baru dan dibayar tahun depan sebanyak 200 dinar; dan begitu seterusnya hingga peminjam melunasinya.

Dalam ayat diatas tidak ada penjelasan bahwa riba hanyalah yang berlipat ganda. Bahkan sebaliknya, diayat yang lain Allah menjelaskan bahwa bila seseorang bertaubat dari riba, ia hanya boleh menarik jumlah uang yang dipinjamkan dan tidak boleh lebih dari itu. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وإن تبتم فلكم رءوس أموالكم لا تظلمون ولا تظلمون

Artinya: “Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya. (QS. Al-Baqarah: 279)

Dalam beberapa hadits juga dijelaskan bahwa seberapa pun keuntungan dari pemberian pinjaman adalah riba.

  • Orang yang berusaha menghalalkan bunga bank berdalih bahwa riba diharamkan dalam akad pinjaman karena ditarik dari orang miskin yang membutuhkan pinjaman untuk menutupi kebutuhannya. Adapun bunga yang ditarik oleh bank adalah bunga yang ditarik dari pengusaha kaya, maka bunga yang dibebankan kepada pengusaha merupakan sebuah keadilan sebagai imbalan dari dana yang digunakan.

Tanggapan: hal ini tidak benar. Akan tetapi riba tetap diharamkan kepada para pengusaha (orang kaya), karena sejak zaman para sahabat sudah dikenal memberikan pijaman kepada orang kaya untuk dijadikan tambahan modal usaha perniagaan.

Dengan demikian, sekalipun pinjaman diberikan kepada orang kaya, tetap haram menarik bunga. Inilah sebuah keadilan.

Dan tidak mungkin bunga (riba) merupakan sebuah keadilan, karena jika dibenarkan menarik bunga dari peminjam maka saat pengusaha tersebut rugi dalam usahanya, pihak penarik bunga tetap menarik utangnya ditambah bunga; dan saat dia (pengusaha/peminjam) untung, ia juga menarik utang ditambah bunga. Jadi, yang tetap untung hanya pemberi pinjaman, sekalipun penerima pinjaman merugi. Ini adalah sebuah kezaliman bukan keadilan.

HUKUM MENABUNG DI BANK KONVENSIONAL

Setelah mengetahui bahwa transaksi simpan pinjam dibank konvensional adalah transaksi riba, bagaimana hukumnya menabung dibank konvensional?

Jawabannya: hukum menabung dibank konvensional adalah haram karena transaksi ini adalah riba. Dan riba telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Jabir meriwayatkan bahwa:

“Rasulullah mengutuk orang yang makan harta riba, yang memberikan riba, penulis transaksi riba, dan dua orang saksi akad riba. Mereka semua sama.” (HR. Muslim)

Jika seseorang sangat butuh membuka rekening di bank konvensional karena gajinya ditransfer dibank konvensional oleh perusahaannya maka hukumnya diberi keringanan dengan syarat, setelah uang masuk kerekening hendakknya sesegera mungkin menariknya; dan jika diberi bunga oleh bank, bunga tersebut adalah riba yang wajib ia bebaskan dari hartanya dengan cara menyalurkannya untuk kepentingan sosisal.   

HUKUM MENERIMA HADIAH DARI BANK HASIL UNDIAN

Sebagian bank memberikan hadiah kepada pemilik rekening tabungan secara acak melalui undian. Bagaimana hukum menerimanya?

Jawabannya: telah dijelaskan diatas bahwa membuka rekening di bank hukumnya haram, namun dibolehkan dalam kondisi sangat butuh seperti contoh sebelumnya. Dan bagaimana jika secara kebetulan pemilik rekening ini mendapatkan hadiah undian dari bank, halalkah hadiah tersebut?

Sebelum menjelaskan pendapat ulama dalam hal ini, perlu dingat bahwa akad menabung di bank dalsm tinjauan iqih adalah akad pinjaman, yang hakikatnya pemilik rekening adalah sebagai pemberi pijaman dan bank sebagai penerima pinjaman. Dengan demikian, bolehkah menerima hadiah dari orang diberi pinjamam?

Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini.

Pendapat pertama: sebagian ulama membolehkan menerima hadiah dari orang yang menerima pinjaman. Pendapat ini merupakan madzhab Syafi’i. dalil penapat ini, hadits-hadits Nabi yang menyatakan bahwa Nabi menerima hadiah. Diriwayatkan dari al-Bukhari dari Aisyah ia berkata:

“Rasulullah selalu menerima hadiah dan beliau juga selalu membalas orang yang memberikan hadiah.” (HR. Al-Bukhori)

Tanggapan: berhujjah dengan dalail ini tidak kuat karena terdapat larangan dari Nabi untuk menerima hadiah dari seseorang yang diberikan pinjaman. Maka maksud hadits diatas bahwa Nabi menerima hadiah, kecuali dari orang yang menerima pinjaman darinya.

Pendapat kedua: pemberi pinjaman uang tidak boleh menerima hadiah dari peminjam karena merupakan celah untuk menghalalkan riba. Pendapat ini merupakan madzhab maliki dan Hanbali. Nabi bersabda:

“Apabila seorang diantaramu memberikan pinjaman, lalu yang menerima pinjaman memberikan hadiah kepadamu atau memintamu untuk menaiki kendaraannya, maka janganlah engkau menaikinya dan jangan terima hadiahnya. Kecuali (pemberi hadiah tersebut) telah berlangsung antaramu dengan nya sebelum engkau berikan dia pinjaman.” (HR. Ibnu Majah derajat hadits ini dinyatakan hasan oleh al-Imam as-Suyuthi)

Juga beberapa atsar dari para sahabat Nabi yang melarang menerima hadiah dari orang yang diberinya pinjaman, diantaranya:

Seseorang bertanya kepada ibnu Umar, “Saya memberikan pinjaman uang kepada seorang ibu, lalu ia memberi saya hadiah.” Ibnu Umar menjawab, “Kembalikan hadiahnya atau beri ia uang senilai dengan hadiah tersebut (potong hutangnya senilai hadiah) (HR. Abdurrazzaq)

Abdullah ibn salam berkata kepada temannya yang berada di Kufah, “Engkau berada dinegri tempat praktik riba banyak dilakukan. Jika engkau memberikan pinjaman kepada seseorang maka janganlah terima hadiahnya, sekalipun sekedar rumput makanan ternak. Sesungguhnya hal tersebut adalah riba.” (HR. Al-Bukhori)

Dari hadits atsar diatas jelaslah bahwa haram hukumnya menerima hadiah dari pihak yang menerima pinjaman. Dan ini merupakan pendapat terkuat. Wallahu A’lam.

Maka pemilik rekening tabungan dibank konvensional yang hakikatnya adalah pemberi pinjaman kepada bank tidak boleh menrima hadiah dari pihak bank. Dan hadiah tersebut termasuk riba karena utang akan dikembalikan bank ditambah dengan hadiah, sedangkan utang yang bertambah adalah riba.

REFERENSI:

DARI MAJALAH AL-FURQON  edisi 09, tahun ke-13 (146), Dari tulisan Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi

DIRINGKAS OLEH: AYESA ARTIKA APRILIA (Pengajar Ponpes Darul Qur’an Wal-Hadits)

Baca juga artikel:

Adzan dan Iqomat

Jeda UMMI

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.