Perbuatan yang Haram

PERBUATAN YANG HARAM

Perbuatan yang Haram

Para pembaca yang dirahmati Allah Hadis berikut ini mencangkup beberapa perkara yang diharamkan dalam syariat. Dari al-Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu Anhu, dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

إن الله حرم عليكم عقوق الأمهات، ووأد البنات، ومنعا وهات، وكره لكم قيل وقال، وكثرة السؤال، وإضاعة المال

Artinya: “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian durhaka kepada ibu, mengubur anak-anak perempuan hidup-hidup, hanya sekedar bisa menuntut hak, sementara tidak menunaikan hak orang lain (banyak menuntut sesuatu yang tidak pantas dituntutnya), mengatakan “katanya begini dan katanya begitu’ (banyak mengutip perkataan manusia), terlalu banyak bertanya (meminta), dan menyia-nyiakan harta.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Brikut ini ada beberapa perkara yang diharamkan dalam syariat;

Pertama: Durhaka kepada Ibu.

Dikhususkannya penyebutan ibu di sini adalah karena keagungan ibu Kita tahu bahwa durhaka kepada ayah pun merupakan dosa besar. Ayah memiliki banyak jasa terhadap anak. Dialah yang telah bersusah payah membanting tulang mencari rezeki. sampai-sampai harus begadang, berpanas-panas di bawah terik matahari, bercucuran keringat, dan terkadang harus menahan malu demi mencari rezeki guna menafkahi keluarganya.

Durhaka kepada ayah adalah dosa besar, tetapi durhaka kepada ibu

lebih besar lagi dosanya. Dalam salah satu hadis Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam,

جاء رجل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله، من أحق الناس بحسن صحابتي؟ قال: أمك قال: ثم من؟ قال ثم أمك قال: ثم من؟ قال ثم أمك قال: ثم من؟ قال ثم أبوك

Artinya: “Ada seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk aku pergouli dengan baik? Rasulullah mengatakan, “Ibumu.” Kemudian dia bertanya lagi, ‘Kemudian slapa?’ Rasulullah mengatakan, ‘Ibumu. Kemudian dia bertanya lagi (untuk yang ketiga kali), ‘Kemudian siapa?’ Rasulullah mengatakan, ibumu’ Kermudian dia bertanya lagi, “Siapa setelah itu?’ Rasulullah mengatakan, ‘Ayahmu” (HR. Al-Bukhari)

Rasulullah mengulangi penyebutan ibu sampai tiga kali dan baru kemudian ayah yang keempat. Hal ini menunjukkan bahwasanya berbakti kepada ibu harus lebih didahulukan daripada kepada ayah.

Pengkhususan penyebutan para ibu juga disebabkan karena ayah biasanya memiliki kekuatan dan haibah (wibawa sehingga anak segan dan takut kepada ayah). Berbeda dengan ibu. Ibu umumnya adalah sosok yang lemah lembut dan penuh perasaan, sehingga anak-anak biasanya lebih berani membentak dan membangkang terhadap ibunya. Oleh karenanya, Rasulullah mengkhususkan penyebutan para ibu kanina melihat lemahnya kondisi para ibu

Jika diperhatikan, sungguh luar biasa jasa ibu kepada kita sehingga bdak mungkin bagi kita untuk membalasnya. Betapa pun kita berbuat baik atau memberikan harta dan waktu sebanyak apa pun kepala ibu, maka tetap saja hal itu tidak mampu membalas jasa ibu. Oleh karenanya, seorang yang cerdas hendaknya mencari pahala yang sebesar-besamya dengan cara membuat senang hati ibunya.

Ibu lah yang telah mengandung kita dengan penuh kesulitan yang semakin bertambah seiring bertambahnya usia kandungan, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala:

حملته أمه وهنا على وهن

Artinya: “Ibunya telah mengandungnya dalam kondisi lemah yang bertambah tambah” (QS. Luqman, ayat: 14)

Ketika mengandung, tidak sembarang makanan dapat masuk ke dalammulut ibu. Bahkan sering kali ia merasa mual dan kemudian muntah jikamenelan makanan tertentu. Sering kali ibu harus makan makanan yang tidak disukai demi kesehatan dan kebaikan sang janin Maka ibu bersusah payah demi kebaikan kita saat kita masih dalam perut.

Semakin bertambah usia kandungan dalam perutnya semakin besar kesulitan yang dirasakan oleh ibu. Kaki bengkak, badan pegal-pegal, tidur tidak nyaman, terkadang semakin sesak nafasnya, dan lain-lain. Sampai akhirnya di ujung waktu kehamilan ibu harus bertarung dengan kematian untuk melahirkan kita.

Sungguh, ketika para ibu sedang melahirkan anak-anaknya, adalah seperti sedang berada di depan pintu kematian. Betapa banyak para ibu yang meninggal dunia saat melahirkan anaknya. Namun yang mereka rindukan adalah agar anak-anak mereka bisa lahir dengan selamat.

Kesulitan dan kepayahan belum berhenti setelah melahirkan. Setelah anaknya lahir seorang ibu masih harus bersusah payah merawat anaknya. Segala hal dilakukan agar anaknya dapat tumbuh dengan selat. Waktu istirahat pun berkurang demi agar anaknya dapat tidur dengan pulas. Dan banyak hal yang dilakukan ibu demi anak-anaknya, Jika di antara kita ada yang telah menikah dan memiliki anak-anak, barulah kita bisa tahu bagaimana repotnya istri kita tatkala mengandung dan mengurus anak-anak kita Seperti itulah ibu kita dahulu mengurus kita. Betapa repot dan sulit yang dirasakan oleh para ibu ketika merawat anak-anak kita.

Perjuangan seorang ibu memang luar biasa. Jika seorang ibu memiliki 5 anak atau lebih, ia akan mampu mengayomi seluruh anak-anaknya Namun sebaliknya, 10 anak atau lebih pun belum tentu bisa mengayomi ibu mereka yang hanya satu orang. Hal ini menunjukkan bahwa kasih sayang seorang ibu kepada anak-anak benar-benar merupakan kasih sayang yang luar biasa. Oleh karena itu, durhaka kepada ibu adalah merupakan dosa besar.

Seorang yang cerdas adalah orang yang ingin mencari pahala sebanyak banyaknya. Dia akan memanfaatkan “ladang-ladang” amal yang disiapkan oleh Allah. Maka di antara pintu surga yang paling besar yang dapat dimanfaatkan oleh seorang anak yang cerdas adalah dengan berbakti kepada ibu. Seorang dari generasi salaf bernama Muhammad Ibnu Al Munkadir Rahimahullah mengatakan, “Saya bermalam sambil memijit kaki ibu saya sementara Umar (saudara kandung beliau) bermalam sambil salat malam (semalam suntuk). Saya tidak mau pahala saya ditukar dengan pahala saudaraku.”[1]

Lihatlah, bagaimana seorang dari kalangan salaf ini mengerti betul bahwasanya menyenangkan hati seorang ibu pahalanya besar sehingga seolah-olah ia berkata, “Saudara saya salat malam, tetapi perbuatan saya memijat kaki ibu saya lebih saya sukai daripada pahala salat malam. ”

Para ulama salaf dahulu banyak yang menolak untuk dijadikan hakim/qadhi karena mereka takut salah dalam memutuskan perkara di antara manusia. Akan tetapi ketika Manshur dibentak oleh ibunya di hadapan tamunya beliau sama sekali tidak membantah, tidak marah, tidak berkata, “Ibu jangan bikin malu saya di hadapan tamu saya,” “Ibu tidak mengerti urusan-urusan seperti ini.” Akan tetapi beliau hanya terdiam membisu menghormati ibunya, bahkan untuk mengangkat pandangannya pun memandang ibunya ia tidak kuasa.

Ibnu Sirin Rahimahullah berkata,

بلغت النخلة على عهد عثمان بن عفان ألف درهم، قال: فعمد أسامة إلى نحلة فنقرها وأخرج خمارها فأطعمها أمه، فقالوا له: ما يحملك على هذا وأنت ترى النخلة قد بلغت ألف درهم؟ قال: إن أمي سألنيه ولا تسألي شيئا أقدر عليه إلا أعطيته

Artinya: “Harga kurma di masa pemerintahan Utsman bin Affan melonjak hingga 1000 dirham. Usamah pun pergi menuju kepada sebuah pohon kurma lalu menebang kurma tersebut dan mengeluarkan jummar (jantung kurma) lalu ia berikan kepada ibunya. Maka orang-orang pun bertanya kepada beliau, ‘Apa yang membuatmu melakukan ini semua sementara engkau tahu bahwa harga kurma telah mencapai 1000 dirham?’ la berkata, “Ibuku meminta jantung kurma kepadaku, dan tidaklah ia meminta sesuatu kepadaku yang aku sanggupi kecuali aku penuhi permintaannya,”[2]

Al-Jummar (jantung kurma) terletak dalam batang pohon kurma, dan jika telah dikeluarkan jantung kurma tersebut maka pohon kurma tersebut akan mati. Akan tetapi Usamah tidak mempedulikan hal tersebut, meskipun harus mengorbankan 1000 dirham, yang penting baginya, keinginan ibunya terpenuhi. Hal ini tentu jauh berbeda dengan sebagian orang yang sangat perhitungan dan pelit terhadap ibunya.

Oleh karena itu, Para pembaca yang dirahmati Allah, senangkanlah hati ibu kita. Berusahalah membuatnya tersenyum, bahagia, dan bangga karena bakti dan kebaikan kita. Dengan demikian, ibu akan rida kepada kita. Sungguh, rida seorang ibu adalah jalan kesuksesan dan kebahagiaan seorang anak.

Seorang penyair berkata, “Keridaanmu, Wahai Ibunda, merupakan rahasia kesuksesan yang aku raih. “[3]

Maka seorang anak yang senantiasa berusaha membahagiakan ibunya akan dimudahkan segala urusan oleh Allah Lihatlah kembali hadis yang pernah kita bahas sebelumnya, yaitu, “Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umumnya maka sambunglah silaturahmi. Maka, adakah silaturahmi yang lebih afdal untuk disambung melebihi silaturahmi dengan ibu kita? Beliau lah puncak dari silaturahmi.

Dengan demikian seseorang yang membahagiakan ibunya maka akan dibukakan pintu rezekinya selebar-lebarnya dan dipanjangkan umurnya oleh Allah .

Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud durhaka kepada orang tua adalah melakukan segala perkara yang membuat orang tua jengkel atau marah atau tidak rida. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa di antara bentuk durhaka adalah melalaikan orang tua dan tidak memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh orang tua.

Jika seorang anak diberi kelebihan harta, maka jangan sampai ia menunggu ibu dan ayahnya meminta Ini adalah hal yang memalukan. Orang tua tentu memiliki harga diri, mereka terkadang malu untuk meminta kepada anaknya. Bahkan kalau mereka mampu, mereka ingin terus memberi kepada anaknya. Maka sering kita dapati sebagian orang tua meskipun sudah tua dan kondisinya tetap memberikan hadiah kepada anaknya. Sementara kalau mereka sendiri butuh, mereka malu untuk meminta kepada anaknya. Karena itu, anak yang baik tidak akan menunggu sampai ayah dan ibunya meminta kepadanya, tetapi dia akan berusaha memenuhi apa yang dibutuhkan oleh ayah dan ibunya. Dan dia memberikan kepada orang tuanya sebelum mereka meminta.

Dalam al-Qur’an, Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,

يسألونك ماذا ينفقون قل ما أنفقتم من خير فللوالدين والأقربين

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diberikan kepada kedua orang tuo, kerabat…” (QS. al-Baqarah: 215)

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman menjelaskan bahwa, “Mereka bertanya kepada engkau, wahai Muhammad, tentang apa yang harus mereka infakkan…” Namun Allah menjawab, “Katakanlah wahai Muhammad, apa saja yang kalian infakkan, yaitu tidak perlu tahu apa saja yang kalian infakkan selama merupakan kebaikan, akan tetapi yang lebih penting adalah kepada siapa infak tersebut ditujukan Maka yang pertama kali Allah sebutkan adalah kedua orang tua, seakan-akan Allah berkata, “kebaikan (infak) apa pun yang kalian berikan kepada orang tua,” kemudian kerabat dan seterusnya. Oleh karenanya, berinfak dan memberi hadiah kepada orang tua pahalanya tidak akan sama dengan infak yang diberikan kepada orang lain.

Referensi:

Diringkas oleh Nurul Latifah

Dari”KITABUL JAMI’”, penjelasan hadits-hadits adab dan akhlak. Karya Al-Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc., M.A. Ustadz Firanda Andirja Office.

[1] Hilyatul aulia (3/150)

[2] Al-Muntazham fi tarikh al muluk wal umam (5/307).

Baca juga artikel:

Berbakti Menyambung Silaturahmi

Sikap Kita Terhadap Ahlul Bid’ah

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.