Termasuk perkara penting yang sepantasnya kita menyambut bulan Ramadhan penuh berkah ini dengannya yaitu kita menyambutnya dengan taubat nashuha dari seluruh dosa dan kesalahan. Setiap kita adalah berbuat dosa dan mesti telah tampak dari kita sikap suka meremehkan dosa, berlebihan dalam dunia, menyia-nyiakan waktu, kurang menunaikan kewajiban, dan ketergelinciran dalam sebagian perkara dan telah datang dalam sebuah Hadits dari Nabi bahwasanya beliau bersabda :
كل بني آدم خطاء و خير الخطائين التوابون
“Setiap anak Adam berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang bertaubat”.[1]
Maka anak adam itu mesti berbuat salah dan kekeliruan. Akan tetapi, sebaik-baik yang berbuat salah adalah yang bertaubat.
Dan bulan Ramadhan adalah musim yang agung untuk bertaubat kepada Allah. Berapa banyak manusia yang mereka bersikap melampaui batas dalam urusan mereka, menyia-nyiakan segala bentuk ketaatan kepada Rabb mereka, lebih senang hadir dalam banyak kemungkaran. Akan tetapi, ketika mereka telah masuk bulan yang agung ini, tergeraklah jiwa mereka untuk kebaikan dan mereka menyadari akan pentingnya ketaatan, menghadap kepada Allah dan mereka dapati dalam hati mereka penyesalan atas sikap meremehkan ketaatan kepada Allah sehingga mereka bertaubat dengan taubat yang sebenarnya.
Berapa banyak manusia yang bertaubat di bulan yang agung ini dengan taubat nashuha dan tidak kembali lagi setelahnya kepada keadaan sebelumnya yaitu berbuat maksiat dan melampaui batas.
Dan jika ada orang yang senang berbuat melampaui batas, menyia-nyiakan, dan berbuat kesalahan tidak tergerak jiwanya untuk bertaubat kepada Allah di musim ini, maka kapan lagi jiwanya mau tergerak? Jika perasaanya tidak bergetar maka kapan lagi akan bergetar?
Maka bulan Ramadhan adalam musim yang besar dari musim-musim bertaubat kepada Allah. Maka hendaklah kita bersegera menyambut bertaubat dengan taubat yang sebenarnya dari seluruh dosa dan kesalahan.
Allah tidak akan menerima taubat seorang hamba kecuali jika taubatnya taubat nasuha dan taubat nasuha harus sempurna padanya tiga syarat. Yaitu, menyesali perbuatan dosa, bertekat untuk tidak kembali lagi, dan berlepas diri dari dosa secara sempurna. Maka dengan tiga syarat ini, Allah akan menerima taubat seorang hamba ketika bertaubat. Dia melepas diri dari dosa secara sempurna, dia bertekat kuat di dalam hatinya dan lubuk jiwanya untuk tidak kembali selama-lamanya, dan dia begitu sangat menyesal atas dirinya terjatuh dalam perbuatan dosa.
Dan jika telah terealisaikan taubatnya dengan persyaratan-persyaratan ini maka diterimalah taubatnya dan ulama menambahkan syarat keempat dalam tiga syarat ini, jika dosa itu terkait dengan hak-hak manusia seperti dia telah mengambil harta mereka, atau dia telah bersikap melampaui batas terhadap hak-hak mereka, atau yang semisalnya, maka dipersyaratkan pada orang itu syarat keempatnya. Yaitu, dia mengembalikan hak kepada pemiliknya atau dia minta kehalalan mereka dari perbuatannya. Semoga Allah memberi taufik-Nya kepada kita semua untuk memiliki taubat nasuha dari setiap dosa dan kesalahan.
Ketiga:
Kemudian termasuk dari perkara-perkara penting yang sepantasnya kita perhatian dengannya di bulan Ramadhan ini. Kita betul-betul menjaga ibadah puasa yang termasuk perkara wajib di bulan ini. Manusia bertingkat-tingkat dalam pahala puasa mereka dengan perbedaan yang besar. Mereka tidak berada dalam satu derajat yang sama. Walaupun mereka sama-sama dalam menahan dari makan, minum dan seluruh pembatal puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Namun, mereka berbeda-beda dengan perbedaan yang besar dalam hal penyempurnaan puasa dan menunaikan puasa sesempurna mungkin.
Nabi pernah ditanya “siapa orang puasanya mendapat pahala besar?”. Beliau bersabda : “mereka yang paling banyak mengingat Allah.”[2]
Dan telah diketahui bahwa orang-orang yang berpuasa itu berbeda-beda dalam hal berdzikir kepada Allah, dalam hal membaca Al-Qur’an, dan dalam hal menjaga ketaatan.
Sebagian manusia ada yang bergadang di malam hari, hanya menyia-nyiakan waktu dan menghancurkannya. Kemudian, ketika masuk waktu shalat subuh -jika dulunya dia menjaga sholat- dia malah tidur lelap dan terkadang sebagian mereka lalai dari sholat dhuhur dan ashar.
Manusia itu bertingkat-tingkat dari sifat puasa mereka dengan tingkatan yang besar. Oleh karena itu, sepantasnya seorang muslim bersemangat untuk menyempurnakan puasanya dan mengisi dengan berdzikir kepada Allah, kembali untuk taat kepada Allah, menjaga dalam membaca Al-Qur’an, duduk di masjid, dan menyungguhi diri sendiri dengan sekuatnya dalam semua perkara tadi.
Keempat:
Termasuk dari perkara yang penting bahkan yang lebih penting untuk diperhatikan bagi seorang muslim ketika berpuasa, yaitu dia betul-betul merealisasikan sabda Nabi :
من صام رمضان إيمانا و احتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
“Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh iman dan mengharapkan pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”[3]
Sepantasnya bagi seorang muslim, dia berpuasa memang karena iman dan mengharapkan pahala, bukan karena kebiasaan yang telah berlaku sebagai adat. Yaitu bahwa keluarganya, saudaranya, dan rekan-rekannya berpuasa, sehingga dia ikut berpuasa dan janganlah dia berpuasa karena agar tidak dibully, dan dikatai orang yang tidak berpuasa dan janganlah dia berpuasa karena riya’ kepada manusia, senang dengan pujian dan sanjungan mereka, maka janganlah dia berpuasa karena tujuan-tujuan ini. Hanya saja dia berpuasa memang karena iman dan mengharapkan pahala. Karena keimanan kepada Allah, keimanan terhadap janji-janji Allah yang diperuntukkan bagi orang-orang yang berpuasa. Bahwasanya Allah akan menyempurnakan pahala mereka sampai tak terhingga dan karena keimanan bahwa Allah mewajibkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berpuasa.
Dia berpuasa karena mengharapkan pahala, dia berharap pahala dan ganjaran di sisi Allah dengan berpuasanya dan ketaatan dia kepada Allah di bulan yang agung ini.
Orang-orang yang berpuasa memiliki pahala besar dan balasan yang banyak di sisi Allah dan telah datang dalam sebuah Hadits qudsi bahwa Allah berfirman :
الصيام لي و أنا أجزي به
“Puasa itu untuk Ku, dan Aku yang akan membalasnya sendiri.”[4]
Hadits ini menjelaskan agungnya balasan bagi orang-orang yang berpuasa dan besarnya pahala mereka di sisi Allah. Maka hendaklah seorang muslim menjaga puasanya dengan sekuat-kuatnya dan dalam hadits yang lainnya Rasulullah bersabda:
للصائم فرحتان, فرحة عند فطره و فرحة عند لقاء ربه
“Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan, bahagia ketika berbukanya, dan bahagia ketika berjumpa dengan Rabbnya.”
Dia akan merasa gembira dengan kegembiraan yang besar ketika berjumpa dengan Allah di hari kiamat. Karena Allah mempersiapkan pahala yang besar dan ganjaran yang banyak bagi orang yang berpuasa. Bahkan Allah telah mengkhususkan satu pintu surga bagi ahli puasa agar mereka masuk darinya ke dalam surga yang dinamakan pintu Royyan, sebagaimana hal ini telah tetap dalam sebuah hadits yang shahih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Maka sepantasnya bagi setiap muslim untuk perhatian dengan perkara ini mulai dari awal bulan sampai akhirnya. Supaya dia berpuasa karena iman dan mengharap pahala. Karena iman kepada Allah bahwa Dia mewajibkan puasa kepada kita. Dan mengharapkan pahala dan balasan dari Allah.
Kelima:
Kemudian termasuk dari perkara yang penting yang layak bagi kita perhatian dengannya di bulan Ramadhan ini, bahwa kita berusaha dari puasa tersebut, di dalam puasa dan di sela-sela berpuasa, meraih takwa kepada Allah dan ini termasuk tujuan terpenting dari disyariatkannya berpuasa. Sebagaimana firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ. أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ.
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka, barang siapa di antara kalian sakit atau berada dalam perjalanan (lalu berbuka), (dia wajib berpuasa) sebanyak hari yang ia tinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya, (jika mereka tidak berpuasa), membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang mengerjakan kebajikan dengan kerelaan hati, itulah yang lebih baik baginya. Berpuasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Oleh karena itu, barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa yang sakit atau berada dalam perjalanan (lalu berbuka), (dia wajib berpuasa) sebanyak hari yang ia tinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian. Hendaklah kalian mencukupkan bilangan (bulan) itu dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian supaya kalian bersyukur.” [Al-Baqarah: 183-185]
Dengan berpuasa dan menunaikan ibadah ini, seorang muslim menempuh jalan yang agung dan diberkahi yang bisa mengantarkannya menuju taqwa kepada Allah. Puasa adalah kesempatan bagimu untuk berbekal takwa dan supaya kamu menjadi orang-orang yang bertakwa.
Dan makna takwa adalah: Engkau melakukan ketaatan kepada Allah di atas cahaya (ilmu-pen) dari Allah karena mengharapkan pahala dari Allah dan engkau meninggalkan maksiat terhadap Allah di atas cahaya dari Allah karena takut dari hukuman Allah.
REFERENSI:
- Ash-Shahihain, Bukhari dan Muslim
- As-Sunan, Tirmidzi, Ibnu Majah
- Al-Musnad, Imam Ahmad bin hambal
- Shahih Targhib Wat-Tarhib, Syeikh Al-Albani
- Waja’a Syahru Ramadhan, Syeikh Abdurrazzaq
Penulis : Ahmad Tri Aminuddin Abu Abdillah
[1] Dikeluarkan oleh Imam Tirmidzy (2499), Ibnu Majah (4251), dari Hadits Anas bin Malik radhiyallahu anhu, dan telah dihasan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih at-Targhib (3139).
[2] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (15614), Thabraniy dalam “Ad-Dua” (1887), dalam “al-Kabir” (16812). Namun hadits ini dilemahkan oleh ulama ahli hadits diantaranya Syaikh Al-Albani rahimahullah, dalam “Dho’if at-Targhib” (906). Boleh jadi maknanya adalah benar, karena orang yang banyak berdzikir kepada Allah tentunya pahala sangat besar, dan karena dia menjaga waktunya dalam kebaikan-kebaikan.
[3] Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari (37, 1875), Imam Muslim (1268) dari Hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu.
[4] [4] Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari (1761), Imam Muslim (1151) dari Hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu.
Dan hadits ini juga sebagai dalil bahwa puasa bukanlah termasuk amalan yang dijadikan sebagai penyelesaian hutan atau tebusan atas kedholiman di hari kiamat nanti, ( Syarah Riyadhus sholihin, Syaikh Muhammad Al Hajiriy semoga Allah menjaganya)
Baca juga artikel berikut:
Leave a Reply