Mengulas Tatswib Dalam Adzan

Bagian pertama

Sebenarnya masalah ini sudah biasa dan lazim didengar oleh setiap orang. Hanya saja mungkin ada sebagian yang belum mengerti mengenai penamaannya. Dalam edisi ini kita akan mengangkat seputar masalah tatswib dalam adzan. Semoga bisa bermanfaat.

Pengertian Tatswib

Secara bahasa, tatswib berarti kembali. Sedangkan tatswib dalam adzan mempunyai pengertian kembali melakukan pemberitahuan setelah dilakukan pemberitahuan yang pertama. Yaitu tambahan ungkapan ash-sholatu khoirun minan naum sebanyak dua kali setelah hai’alatain (hayya alash sholat dan hayya ‘alal falah) dalam adzan Shubuh menurut semua kalangan fuqoha; atau tambahan ungkapan hayya alash sholat hayya alal falah di antara adzan dan iqomah, seperti yang diungkapkan kalangan ulama madzhab Hanafi.[1] (Al-Mausû`atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah 2/357)

Pengertian yang dikutip dari ensiklopedi fiqh di atas di atas merujuk pada pengertian tatswib sesuai dengan yang dipaparkan oleh para ahli fiqh dari berbagai madzhab. Namun secara ringkas, tatswib berarti ucapan muadzin ash-sholatu khoirun minan naum sebanyak dua kali pada adzan Shubuh setelah hai’alatain. (Ad-Dinul Kholish –Mahmud Khatthab As-Subki 1/62, Roudhotut Thôlibîn 1/310)

Penyusun Aunul Ma’bud berkata: Ibnul Atsir dalam An-Nihayah mengatakan, bahwa asal dari kata tatswib adalah seseorang datang berteriak meminta tolong, lalu ia melambaikan pakaiannya agar terlihat dan nampak. Sehingga panggilan pun disebut dengan tatswib karena hal tersebut. Dan setiap orang yang menyeru disebut mutsawwib. Ada lagi yang mengatakan bahwa sebutan tatswib untuk ucapan ash sholatu khoirun minan naum diambil dari kata tsâba yatsûbu yang berarti kembali. Yakni kembali memerintahkan (menyeru) untuk bergegas menuju sholat, dan bahwa muadzin bila mengucapkan hayya alash sholat, itu berarti ia telah menyeru manusia untuk menuju sholat. Lalu bila setelah itu ia mengucapkan ash-sholatu khoirun minan naum, maka ia pun telah kembali pada makna ucapan seruannya untuk bergegas menuju sholat. (Aunul Ma’bud 2/170)

Al-Mubarokfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi berkata: tatswib adalah kembali melakukan pemberitahuan setelah pemberitahuan (yang pertama), juga digunakan untuk menyebut iqomah, seperti dalam hadits ‘hingga bila dikumandangkan tatswib (maksudnya iqomah) setan pun berlalu pergi, hingga bila selesai, setan pun datang hingga ia mengganggunya yang menghalangi antara seseorang dengan dirinya (mengusik apa yang ia maksudkan dalam sholatnya, seperti khusyuk dan yang semacamnya). Juga disebut untuk menyebut ucapan muadzin dalam adzan Shubuh: ash-sholatu khoirun minan naum. Dua macam tatswib ini adalah tatswib yang sudah ada sejak dulu dan benar-benar ada semenjak zaman Rosululloh hingga sekarang ini. Namun sebagian orang membuat dan mengada-adakan tatswib ketiga antara adzan dan iqomah. (Tuhfatul Ahwadzi 1/505)

Bisa diringkas si sini, bahwa penggunaan kata tatswib disebut untuk tiga hal:

1.iqomah

2.ucapan ash-sholatu khoirun minan naum pada adzan Shubuh.

3.muadzin setelah beradzan, ia kembali menyeru orang-orang untuk sholat dengan mengucapkan hayya alash sholah, hayya alal falah, (dan yang semacamnya) setelah ia selesai dari adzannya.

Dua bentuk pertama adalah disyariatkan, sedangkan yang ketiga tidak disyariatkan. Karena Ibnu Umar ketika berada di masjid lalu mendengar hal seperti itu, ia keluar dan mengatakan: yang membuatku keluar (dari masjid) adalah bid’ah ini. karena memang hal ini tidak didapatkan dari amalan di zaman Rosul. (Syaikh Kholid Bin Ali Al-Musyaiqih dalam syarah kitab thoharoh dan sholat dari kitab Umdatut Tholib, syamilah)

Landasan dari tatswib

Di antara hadits yang menujukkan hal ini adalah hadits dari riwayat Anas:

مِنَ السُّنَّةِ إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ فِى أَذَانِ الْفَجْرِ : حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ قَالَ : الصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ الصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ ، اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ

“Termasuk sunnah (Nabi) bila seorang muadzin dalam adzan Shubuh mengucapkan: hayya alal falah, lalu ia mengucapkan ash-sholatu khoirun minan naum (2 kali); allahu akbar allahu akbar; la ilaha illallah.” (HR. Baihaqi dalam As-Sunanul Kubro dan sanadnya shohih)

Dan dalam hadits dari Abu Mahdzuroh, ia berkata: Ya Rosululloh, ajarkanlah kepadaku sunnahnya adzan. Maka Nabi mengusap bagian depan kepala Abu Mahdzuroh dan kemudian mengajarkan kalimat-kalimat adzan. Hingga sesudah menyebutkan hayya alal falah, Nabi mengatakan: bila di sholat Shubuh, maka engkau mengucapkan: ash-sholatu khoirun minan naum 2 kali. Allahu akbar Allahu akbar. La ilaha illalloh.” (HR. Abu Daud, Nasa’i)

Tatswib dalam lintas madzhab

*Dalam fiqh Hanafi

Dalam madzhab Hanafiyah, tersebut dalam kitab Hidayah: dan dalam adzan Shubuh setelah ucapan hayya alal falah, muadzin menambahkan: ash-sholatu khoirun minan naum sebanyak dua kali. Karena Bilal ra berkata: ash-sholatu khoirun minan naum sebanyak dua kali ketika mendapati Nabi n tidur. Kemudian Nabi n bersabda: (Sungguh bagus ucapan ini. Wahai Bilal, jadikan ucapan ini dalam adzanmu –HR. Thobroni dalam Al-Mu’jamul Kabir). Dan ini dikhususkan untuk sholat Shubuh, karena itu adalah waktu tidur dan lengah. (Al-Binayah Fi Syarhil Hidayah 2/91)

Tatswib pun juga diartikan dengan ucapan muadzin “hayya alash sholat, hayya alal falah” atau yang semisalnya di antara adzan dan iqomah. Dalam kitab Al-Hidayah juga disebutkan: Tatswib dalam adzan Shubuh dengan mengucapkan hayya alash sholat hayya alal falah dua kali di antara adzan dan iqomah adalah hal yang baik. Karena itu adalah waktu tidur dan lengah. Namun tatswib tidak disukai (makruh) pada sholat-sholat lainnya. Sedangkan makna dari tatswib adalah mengulang pemberitahuan setelah melakukan pemberitahuan (yang pertama); dan itu sesuai dengan kebiasaan yang dikenal (masyarakat). Tatswib ini dibuat oleh para ulama Kufah setelah masa sahabat dikarenakan keadaan masyarakat sudah berubah. Dan para ulama mutaakhir (Hanafiyah) menganggap baik tatswib pada semua sholat dikarenakan munculnya kelemahan pada berbagai urusan agama.

Abu Yusuf mengatakan, bahwa tidak mengapa muadzin mengatakan kepada pembesar negara dalam semua sholat assalamu alaika warahmatullah wa barakatuh wahai pembesar, hayya alash sholat hayya alal falah. Sholatlah, semoga Alloh merahmatimu. Namun Imam Muhammad memandang itu terlalu jauh, karena manusia sama dalam hal sholat jamaah. Sedangkan Abu Yusuf mengkhususkan ucapan itu untuk mereka karena mereka punya tugas tambahan mengurusi perkara kaum muslimin; agar tidak luput dari mereka sholat berjamaah. Yang mendapat perlakuan seperti ini (yaitu seperti yang diungkapkan Abu Yusuf) juga qadhi dan mufti. (Al-Hidayah dalam: Al-Binayah Fi Syarhil Hidayah 2/113).

*Dalam fiqh Maliki

Dalam Jawahirul Iklil Syarh Asy-Syaikh Kholil dikatakan: Dan ucapan ash-sholatu khoirun minan naum diucapkan dalam adzan Shubuh adalah atas perintah Nabi n ketika Bilal mendatangi beliau, memberitahukan sudah tiba waktu Shubuh. Bilal mendapati beliau tidur, lalu ia mengatakan: ash-sholatu khoirun minan naum sebanyak dua kali. Maka Nabi n bersabda: Ini –wahai Bilal- jadikan ucapan itu dalam adzanmu bila engkau mengumandangkan adzan Shubuh. (Jawahirul Iklil 1/36)

*Dalam fiqh Syafi’i

Dalam Roudhotut Tholibin, Imam Nawawi berkata: Tatswib; yaitu muadzin dalam adzan Shubuh setelah hayya alash sholah dan falah: ash-sholatu khoirun minan naum dua kali. Ini adalah sunnah sesuai dengan madzhab (madzhab Syafi’i) yang ditegaskan kebanyakan ulama. Ada yang mengatakan; di sana ada dua pendapat: pendapat qadim (pendapat lama tatkala Imam Syafii di Iraq) yang dijadikan fatwa: bahwa itu adalah sunnah. Dan pendapat jadid (pendapat baru kala di Mesir) bahwa itu bukanlah sunnah. Kemudian yang zahir dari ungkapan Ghozali dan lainnya, bahwa tatswib mencakup adzan yang sebelum fajar dan yang setelah fajar (adzan kedua dengan masuknya waktu Shubuh). Penyusun At-Tahdzib menegaskan bahwa bila telah diucapkan tatswib pada adzan pertama, maka tidak diucapkan tatswib pada adzan kedua menurut pendapat yang lebih shohih. (Roudhotut Tholibin 1/310) sedangkan dalam Al-Majmu’ dikatakan: zahir dari ungkapan para ulama madzhab Syafii bahwa tatswib disyariatkan di setiap adzan Shubuh, baik itu sebelum fajar dan juga setelah fajar. Sedangkan penyusun At-Tahdzib menyatakan bila muadzin mengucapkan tatswib di adzan pertama, maka tidak mengucap tatswib pada adzan kedua menurut satu sisi dari dua pendapat. (Al-Majmu’ 3/92)

*Dalam fiqh hanbali

Dalam Al-Mughni dikatakan: dan muadzin dalam adzan Shubuh mengucapkan: Ash-Sholatu Khoirun Minan Naum sebanyak dua kali.

Secara global, disunnahkan dalam adzan Shubuh untuk mengucapkan Ash-Sholatu Khoirun Minan Naum sebanyak dua kali setelah mengucapkan hayya alal falah. Ucapan seperti ini disebut tatswib. Hal inilah yang menjadi pendapat Ibnu Umar, Hasan Al-Bashri, Ibnu Sirin, Zuhri, Malik, Tsauri, Auza’i, Ishaq, Abu Tsaur, dan Syafi’i menurut yang shohih darinya. Sedangkan Abu Hanifah berkata: tatswib ada di antara adzan dan iqomah dalam sholat fajar; yaitu muadzin mengucapkan: hayya alash sholat dua kali; hayya alal falah dua kali. (Al-Mughni 2/61)

Tatswib antara adzan dan iqomah

Di sini akan kita nukilkan paparan sebagian ulama mengenai tatswib, terutama tatswib yang dibuat-buat setelah masa kenabian. Agar kita bisa menimbang dan melihat sesuai dengan dasar dan dalil yang nyata.

*Imam Turmudzi mengatakan dalam Sunannya: Para ulama berselisih pendapat mengenai penafsiran tatswib. Sebagian mengatakan: tatswib adalah ucapan muadzin pada adzan Shubuh: ash-sholatu khoirun minan naum. Ini adalah pendapat Ibnul Mubarok dan Ahmad. Sedangkan Ishaq menyatakan pengertian yang lain dari tatswib. Ia berkata: “Tatswib yang tidak disukai adalah apa yang dibuat-buat oleh orang-orang setelah Nabi n . Yaitu bila muadzin telah mengumandangkan adzan, lalu ia merasa orang-orang lamban datang (ke masjid), maka di sela-sela adzan dan iqomah ia mengucapkan: qad qomatish sholat, hayya alash sholat, hayya alal falah.” Turmudzi berkata: Apa yang dikatakan Ishaq, itu adalah tatswib yang dipandang makruh oleh para ulama, yaitu yang dibuat-buat oleh orang setelah Nabi n . Sedangkan yang ditafsirkan oleh Ibnul Mubarok dan Ahmad adalah bahwa tatswib adalah ucapan muadzin dalam adzan fajar (Shubuh): ash-sholatu khoirun minan naum. Dan itu adalah pendapat yang shohih. Itu juga disebut tatswib. Dan itu adalah yang yang dipilih para ahli ilmu dan yang mereka pandang. Diriwayatkan dari Abdulloh Bin Umar bahwa dalam adzan Shubuh ia mengucapkan : ash-sholatu khoirun minan naum. Dan diriwayatkan dari Mujahid ia berkata: aku masuk masjid bersama Abdulloh Bin Umar, sedangkan adzan sudah dikumandangkan. Sedangkan kami ingin sholat di sana. Lalu muadzin melakukan tatswib, maka Ibnu Umar pun keluar dari Masjid sembari berkata: “Ayo kita keluar dari si pembuat bid’ah ini!” Dan ia tidak sholat di masjid tersebut. Turmudzi berkata: Yang tidak disukai Abdulloh Bin Umar adalah tatswib yang dibuat-buat oleh orang-orang setelah (masa Nabi). (Sunan Turmudzi tahqiq Ahmad Syakir 1/382)

Mengenai tatswib seperti yang diungkapkan Ishaq (yaitu tatswib yang dibuat-buat orang setelah Nabi) maka dalam Tuhfatul Ahwadzi dikatakan: Ishaq berkata: Tatswib yaitu apa yang dibuat-buat oleh orang-orang setelah Nabi n . Yaitu bila muadzin telah mengumandangkan adzan, lalu ia merasa orang-orang lamban datang (ke masjid), maka di sela-sela adzan dan iqomah ia mengucapkan: qad qomatish sholat, hayya alash sholat, hayya alal falah.” Penafsiran seperti ini menjadi pendapat dari kalangan Hanfiyyah. Al-Hafizh Az-Zaila’i dalam Nashbur Royah setelah menyebutkan hadits dalam bab (yang menjadi hadits yang disyarah Imam Mubarokfuri) berkata: mereka berselisih pendapat mengenai tatswib. Maka para ulama kita; yakni dari kalangan Hanafiyah, mengartikannya dengan ucapan muadzin hayya alash sholah hayya alal falah dua kali di antara adzan dan iqomah. Sedangkan yang ulama lainnya mengatakan maksudnya adalah ucapan ash-sholatu khoirun minan naum dalam adzan. Selesai di sini ucapan Zaila’i. Kemudian penyusun Tuhfatul Ahwadzi mengatakan: pendapat ulama lainnya itulah yang shohih, seperti yang ditegaskan Turmudzi. Dan itu yang dimaksudkan dengan hadits bab ini. Turibusyti mengatakan: adapun seruan untuk sholat yang biasa dilakukan orang-orang setelah adzan di pintu-pintu masjid, maka itu adalah bid’ah, masuk dalam perihal yang dilarang.

Dalam Al-Mughni: Adapun apa yang disebutkan mereka (tatswib antara adzan dan iqomah) maka Ishaq mengatakan bahwa itu adalah hal yang dibuat-buat orang. Abu Isa At-Turmudzi berkata: tatswib inilah yang dibenci oleh para ulama. Dan itu pula yang membuat Ibnu Umar keluar dari masjid ketika ia mendengarnya. (Al-Mughni 2/61)

Imam Syathibi menyitir kisah berikut: Ibnu Waddhoh menceritakan. Ia berkata: pada masa Imam Malik, seorang muadzin melakukan tatswib (bukan tatswib yang di tengah adzan Shubuh). Maka Malik mengirim orang hingga ia datang kepada Malik. Malik berkata: Apa yang engkau perbuat ini? Ia menjawab: aku ingin agar orang tahu bahwa fajar telah terbit sehingga mereka pun bangun. Malik berkata: Jangan engkau lakukan! Jangan engkau buat-buat di negeri kita sesuatu yang tidak ada sebelumnya. Rosululloh berada di negeri ini selama 10 tahun, dan juga Abu Bakar dan Utsman; dan mereka tidak membuat-buat hal ini. jangan engkau buat-buat di negeri kita sesuatu yang tidak ada sebelumnya. Maka muadzin pun menghentikannya. Kemudian lewat beberapa waktu lamanya. Kemudian si muadzin tadi mendehem-dehem di atas menara saat terbit fajar. Maka Malik pun kemudian mengirimkan orang dan melarangnya. Si muadzin tadi berkata: “Yang engkau larang dariku adalah tatswib.” Malik berkata: “jangan engkau lakukan itu.” Kemudian berlalu beberapa waktu lamanya, kemudian ia pun mengetok-ngetok pintu. Dan Mali pun melarangnya dengan mengatakan padanya: “Jangan engkau lakukan! Jangan engkau mengada-ada sesuatu yang tidak ada di negeri kita (Madinah).”

Ibnu Waddhoh berkata: “Malik tidak menyukai tatswib.” (Al-I’tishom 2/395) dan Imam Malik mengatakan bahwa tatswib (sekali lagi bukan tatswib dalam adzan Shubuh) adalah sesat. Dan itu sudah jelas, karena setiap yang dibuat-buat (dalam ritual agama) itu adalah bid’ah. Dan setiap bid’ah adalah sesat. Dan Imam Malik tidak memperkenankan muadzin walau hanya untuk mendehem (untuk mengingatkan fajar telah terbit), tidak pula untuk mengetok-ngetok pintu. Karena hal itu biasanya akan bisa dijadikan sebagai suatu sunnah (tanpa dasar). (Al-I’tishom 2/396)

Jadi, ringkas kata, yang sunnah adalah tatswib dalam adzan Shubuh setelah hayya alal falah dengan ucapan ash-sholatu khoirun minan naum. Adapun tatswib yang diucapkan setelah adzan, itu adalah di antara yang diada-adakan setelah Nabi. Jadi tak ada dasarnya, seperti yang dikutipkan di atas. Dan yang terbaik adalah dengan mengikuti apa yang menjadi petunjuk Nabi n .

Bersambung

Sumber: Majalah Lentera Qolbu Edisi 06 Tahun 03

[1] Para ulama terdahulu Hanafiyyah menganggap baik tatswib antara adzan dan iqamah di adzan Shubuh saja, sedang waktu lainnya makruh. Sedangkan ulama mereka yang belakangan menganggapnya baik di semua sholat selain Maghrib karena sempit waktunya. Mereka mengatakan bahwa tatswib antara adzan dan iqamah dalam semua sholat bisa dengan apa saja yang biasa dikenal oleh penduduk negeri, seperti dengan berdehem, atau ucapan sholat-sholat, atau lainnya. (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.