Klaim-klaim sepihak sebagai ahli sunnah terus bermunculan, terlebih belakangan ini. Masing-masing mengaku sebagai ahli sunnah. Sebagian menyampatkan gelar mulia itu kepada golongannya, dengan sekaligus menuding golongan lain sebagai golongan yang bukan dari ahli sunnah wal jamaah. Dalam ungkapan lain sebagian orang membatasi ahli sunnah pada lingkup orang-orang yang bernauang dibawah organisasinya saja selain mereka, bukan ahli sunnah. Golongan-golongan saling ‘berebut’ gelar ahli sunnah dan setiap kelompok mengklaim bahwah kelompoknya adalah yang sejalan dengan julukan tersebut.
Pengakuan seorang atau kelompok sebagian ahli sunnah membutuhkan bukti dan petuunjuk nyata yang membuktikan kebenaran. Bukan sekedar pengakuan kosong, guna menenggelamkan golongan lain lantaran perbedan pemahaman. Takkala penting dari itu, menelaah dan mengkaji lebih mendalam sejak kapan istilah ahli sunnah tercatat dalam literatur-literatur ilmiah karya para ulama Islam. Maka, menjadi sangat urgen bagi kita semua untuk memahami maksud ahli sunnah menurut mereka dan lalu berusaha mengikuti manhaj ahli sunnah dalam beragama.
MEREKA TELAH MENELANTARKAN ISTILAH AHLI SUNNAH
Secara historis, istilah ahli sunnah sudah muncul dan disebut-sebut sejak masa sahabat Nabi. lalu secara berturut-turut juga disampaikan para ulama dari kalangan tabi’in dan generasi selanjutnya. Berikut pernyataan mereka :
- 1. Ibnu ‘Abbas (wafat tahun 68 H)
Imam al-Lalakai telah meriwayatkan dengan sanadnya, terkait firman Allah Subhanahu Wata’ala:
يوم تبيض وجوه وتسود وجوه
Artinya: “Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula muka yang hitam muram.” (QS. Ali ’Imran/3 : 106)
bnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata: “Adapun orang-orang yang wajahnya merah putih berseri, mereka adalah Ahli Sunnah wal Jamaah dan para ulama. Sementara orang-orang yang menghitam wajah mereka adalah para ahli bid’ah dan para pelaku kesesatan. Setelah itu, pengguna frasa ahli sunnah datang berturut turut melalui ungkapan banyak ulama dan generasi salaf dan generasi selanjutnya.
- Imam Ayyub As-Sikhtiyani (wafat tahun 131H)
Imam al-Lalakai Rahimahullah meriwayatkan darinya bahwa ia berkata:
اني اخبر الرجل من اهل السنة وكاني افقد بعض اعضاني
Terjemahannya: “Sesungguhnya aku diberitahu kematian seseorang dari ahli sunnah, lalu aku merasakan seolah-olah aku kehilangan sebagian anggota tubuhku.”
Juga berkata, “Sesungguhnya termasuk kebahagian anak muda dan orang non-Arab adalah Allah memberikan taufik kepada mereka berdua untuk menjumpai orang alim dari kalangan ahli sunnah.”
- Imam Sufyan ats-tsauri (wafat tahun 161H)
Imam sufyan ats-Tsauri Rahimahullah berkata: “Alangkah sedikitnya Ahli Sunnah wal Jamaah.”
- Al-Fudhail bin ‘iyadh (wafat tahun 187H)
Ia berkata: “Orang-orang murji’ah menyatakan bahwa iman adalah ucapan tanpa amalan (perbuatan); Jahmiyyah menyatakan bahwa iman itu ma’rifah (mengetahui) tanpa ucapan dan tanpa amalan (perbuatan); sementara Ahlu Sunnah mengatakan, “Iman adalah ma’rifah (mengetahui), ucapan dan perbuatan.”
- Imam Abu ‘Ubaid al-Qasim bin sullam (wafat tahun 224H)
Imam Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sullam berkata dalam pendahuluan kitab al-Iman yang beliau tulis, “Sesungguhnya engkau bertanya tentang imam dan perbedaan manusia tentang penyempurnaan baginya, bertambah dan berkurangnya iman, dan engkau menyebutkan bahwa engkau ingin sekali mengetahui pandangan Ahli Sunnah tentang itu .…”
- Imam Ahmad bin Hambal (wafat tahun 241H)
Imam Ahamad bin Hambal berkata pada mukadimah kitab as-Sunnah: “Ini adalah pandangan-pandangan ahli ilmu, orang-orang yang mengikuti atsar (Sunnah Nabi) dan Ahli sunnah yang berpegang teguh dengan talinya yang dikenal memegangnya, yang menjadi teladan sejak zaman para sahabat Nabi sampai hari ini.”
- Imam Ibnu Jarir ath-Thabari (wafat tahun 310H)
Imam Ibnu Jarir ath-Thabari Rahimahullah: “Yang benar terikat pandapat tentang kaum mukminin melihat Rabb mereka pada hari Kiamat, itulah ajaran agama kita yang kita beragama kepada Allah dengannya dan kami mendapati Ahli Sunnah wal Jamaah memeganginya. Yaitu bahwa penghuni surga akan melihat Alllah berdasarkan hadist-hadist shahih dari Rasulullah.”
- Imam Abu Ja’far Ahamd bin Muhammad ath-Thahawi (wafat tahun 321H)
Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad ath-Thahawi Rahimahullah dalam mukadimah kitab akidahnya yang masyhur berkata: “Ini penjelasan akidah Ahli Sunnah wal Jama’ah….”
SANGAT ANEH KETIKA GOLONGAN ASY’ARIYAH MENGKLAIM SEBAGIAN AHLI SUNNAH
Melalui kutipan-kutipan ini, tampak dengan jelas bahwa istilah ahli sunnah sudah dimaklumi di kalangan ulama salaf dan telah tersebar di antara mereka. Maka, berdasarkan fakta historis di atas, istilah Ahlu Sunnah telah tersampaikan melalui lisan-lisan maupun kitab-kitab mereka. Mereka menggunakannya sebagian lawan dari ahli bid’ah. Merekapun telah menulis kitab-kitab untuk menjelaskan akidah ahli sunnah dan menyampaikan perbedaan-perbedaan antara ahli sunnah dan ahli bid’ah. Sebagaimana dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam ath-Thahawi dan lain-lain.
Maka, kutipan-kutipan peryataan para ulama salaf di atas yang menyebut istilah ahli sunnah, menjadi bantahan terhadap siapapun yang melontarkan asumsi bahwa gelar ahli sunnah itu pertama kali disebutkan untuk golongan asy’ariyyah dan kemudian golongan yang sejalan dengannya, sebagaimana yang sering terdengar belakangan ini.
Bagaimana klaim demikian bisa diterima dan dibenarkan, sementara para ulama yang telah meyebut istilah ahli sunnah telah wafat sebelum masa Abul Hasan al-Asy’ari yang meninggal pada tahun 324H? Sebagian contoh, sebuah buku yang deberi judul oleh penulisnya dengan judul sangat terdensius “Ahlus Sunnah al-Asya’iratu; Syahadatu ‘Ulamail Ummati wa Adillatuhu’ (Ahlus Sunnah al-Asy’ariyyah; persaksian para ulama umat islam dan dalil-dalil mereka).”
Perhatikan judul kitab tersebut, memandang Ahli Sunnah sebagai sinonim golongan Asy’ariyyah atau menyempitkan Ahlussunnah pada mereka saja. Bahkan judul tersebut meyebutkan para ulama Islam telah menetapkan dan bersaksi tentang itu berserta dasar dasarnya. Ahli sunnah telah ada sebelum datang Abdul Hasan al-Asy’ari dan golongan Asy’ariyyah. Imam al-Baihaqi berkata tentang Imam Abu Hasan al-Asy’ari, “Inilah sebab ia meninggalkan madzhab Mu’tazilah menuju masdzhab Ahlu Sunnah wal jama’ah.”
Berdasarkan peryataan Imam al-Baihaqi di atas, berarti Ahlu Sunnah wal jama’ah itu sudah ma’ruf dengan gelar tersebut. Sementara Imam Abu Hasan al-Asy’ari meninggalkan akidah Mu’tazilah dan kembali pada ahlu sunnah.
MAKNA AHLI SUNNAH WAL JAMA’AH
Ulama telah menerangkan tentang maksud ahli Sunnah wal jama’ah. Ahli Sunnah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah (petunjuk) Nabi. Maka mereka menjadi orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah Nabi. Mereka berkumpul di atas sunnah sehingga menjadi jamaah. Seseorang atau golongan tidak termasuk ahli sunnah kecuali meraka berilmu tentang hal tersebut den lebih mengutamakan di atas segala yang bertentangan dengannnya, baik itu pandangan akal, politik, ra’yu (pandangan/pikiran) atau perasaan. Seseorang yang menegakkan sunnah sebagai imam panutannya, pengarah bagi jalannya, pemberi petunjuk baginya, maka ia termasuk ahli sunnah. Sementara, siapapun orang-orang yang menimbang petunjuk sunnah dengan akalnya, perasaannya, ra’yunya, kebijakannya, dan tidak menerima ahlu sunnah kecuali yang sejalan dengan hal-hal tadi, maka ia bukan termasuk ahli sunnah. Ini adalah parameter tentang siapa yang termasuk ahli sunnah.
Orang yang termasuk ahli sunnah berdasarkan paparan singkat di atas, pastilah ia akan sejalan dengan sunnah pada setiap hal yang datang dari sunnah Nabi. Baik berupa perkara-perkara akidah maupun ibadah. Apa yang shahih dari sunnah nabi, ia mengikuti dan meniggalkan apa yang bertentangan dengannya. Orang yang demikian, ia akan sejalan dengan generasi Salaf dalam apa yang mereka yakini dalam perkara-perkara akidah, seperti pembahasan tentang nama dan sifat Allah, iman, takdir, terkait penghormatan para sahabat dan lain-lain.
Oleh sebab itu, generasi Salaf tidak berbeda pendapat dalam pembahasan-pembahasan di atas. Pandangan dan pernyataan mereka sama, tidak ada perbedaan di tengah mereka tentang itu. Sebab landasan yang mereka jadikan sumbernya dan manhaj yang mereka berjalan di atasnya sama. Maka, pandangan dan hati mereka menyatu. Orang-orang tidak sejalan dengan mereka dalam urusan-urusan pokok ini, maka bukan termasuk Ahli Sunnah. Seperti orang yang mengambil aqidah dari selain al-Qur ‘an dan Sunnah, atau berbeda landasan dalam penetapan nama dan sifat Allah, atau dalam masalah imam, takdir dan lainnya. Ia tidaklah terjatuh dalam pemahaman yang bertentangan dengan Ahli Sunnah dan pokok-pokok akidah kecuali karena telah mendahulukan sesuatu di atas petunjuk al-Qur’an dan Sunnah, baik itu akal, ra’yu, perasaan atau lainnya.
Oleh sebab itu, Imam al-Barbahari Rahimahullah berkata, “Tidak boleh seorang lelaki muslim berkata, ‘Si fulan merupakan Ahli Sunnah’, sampai diketahui bahwa pokok-pokok Sunnah terkumpul padanya. Pokok-pokok landasan Ahli Sunnah wal Jamaah dalam aqidah dan amal tergabung di atas asas ittiba’ (mengikuti nash), bukan ibtida’ (mengadakan bid’ah dalam agama). Sebagai Ahli Sunnah wal Jama’ah tidak beribadah kepada Allah dengan cara-cara semau mereka, akan tetapi dengan hadist yang shahih dari Nabi, demikian pula Ahli Sunnah tidaklah meyakini tentang Allah dan urusan-urusan agama kecuali dengan sumber yang berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Mereka dalam masalah ini, aqidah, lebih kuat dalam mengikuti dalil dan lebih semangat untuk memeganginya serta lebih tegas dalam mengingkari orang yang bertentangan dengan pokok-pokok landasan Ahli Sunnah.
Keyakinan mereka terhadap Allah bertumpu pada apa yang terdapat pada al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Mereka tidak meninggalakn keduanya. Mereka memgikuti petunjuk generasi Salaf dan para pengemban risalah ini dari Nabi, yaitu para sahabat yang merupakan generasi yang memiliki hati yang paling baik, ilmu yayng paling mendalam, dan orang-orang yayng jauh dari memaksakan diri. Mereka adalah generasi yang allah pilih untuk menjadi para sahabat Nabi.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
والسابقون الاولون من المهجرين والانصار والذين اتبعوهم باحسان رضى لله عنهم ورضوا عنه.
Artinya: “Orang-orang yan terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah ridha kepada mereka dan mereka pula ridha kepada Allah.” (QS. At-Taubah: 100)
Inilah Pembeda Ahli Sunnah dan Ahli Bid’ah
Akal dalam pandangan Ahli Sunnah wal Jama’ah merupakan alat untuk memahami nash-nash sementara menurut ahli kalam, dari kalangan Asy’ariyyah, Kullabiyyah dan lain-lain. Mereka berpaling dari mashdar talaqqi dari al-Qur’an dan Sunnah. Dengan itu, mereka bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya, dan apa yang dipegang oleh generasi Salaf umat ini. Mereka menjadikan akal sebagai asas dan menetapakan perkar-perkara aqidah dan mengutamakn akal di atas dalail naqli.
MEREKA ITULAH AHLI SUNNAH
Jadi, Ahli Sunnah adalah para sahabat Rasulullah, karena mereka orang-orang yang telah mengambil perkara-perkara akidah dan ibadah serta urusan lain dari agama dan Nabi secara langsung. Mereka generasi yang tahu tentang sunnah nabi dan paling komitmen dalam mengikutinya dibanding orang-orang yang datang setelah mereka. Kemudian, Ahli Sunnah adalah orang-orang pada setiap kurun dan masa yang mengikuti para sahabat baik. Yang paling pertama dari mereka adalah para ahli Hadist yang menyampaikan kepada umat Sunnah Rasulullah dan manyeleksi nama hadist yang shahih dan mana yang bermasalah, mereka mengamalkannya dan meyakini kandungan-kandungannya.
Demikian paparan ringkas tentang istilah Ahli Sunnah secara historis dan maksud dari Ahli Sunnah wal Jamaah. Semoga Allah memudahkan kita semua untuk menapaki jalan Ahli Sunnah wal Jamaah dengan sebaik-baiknya, aamin.
Referensi:
- Al-Qur’anul Karim, surat Ali-Imran dan lainnya
- Al-Ahadits An-Nabawiyyah Ash-Shahihah
- Syarhus Sunnah, imam AL-Barbahari
- Syarh I’tiqad Ahlus Sunnah, Imam Al-Lalika’i
Disalin oleh: Ikhsan (Pengabdian Alumni Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)
BACA JUGA :
Leave a Reply