Mendidik Anak, Mudah atau Susah?
Segala puji bagi Allah taala yang mana berkat dialah kita dapat membaca ringkasan Atikel ini, kemudian Sholawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada nabi kita yaitu nabi: Muhammad Shallahu alaihi wasallam. Amaba’du:
Salah satu aktivitas yang lumayan menyita waktu para orang tua adalah mendidik anak. Pekerjaan yang penuh suka dan duka, tawa dan tangis, berbagai rasa campur aduk menjadi satu.
Sehingga terkadang mengerucut kepada sebuah pertanyaan, “Sebenarnya mendidik anak itu mudah atau susah ya?”
Tentu jawabannya akan sangat beragam, relatif, tergantung yang menjawab, pengalaman dan pengetahuannya.
Aslinya Mudah mendidik anak itu aslinya mudah. Dengan beberapa alasan. Antara lain:
1. Mendidik anak bagian dari syariat Islam
Sebagaimana telah diketahui bahwa ciri khas ajaran Islam itu mudah. Rasûlullâh Shallahu alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ
Sesungguhnya agama ini mudah (HR. AlBukhari dari Abu Hurairah Radiallahu anhu)
2. Allâh taala telah memberi kita modal
Dalam mendidik anak, ternyata kita sudah diberi modal oleh Allâh taala. Modal itu berupa panduan yang jelas, serta tabiat yang baik dalam diri setiap bayi.
Panduan itu bisa kita temukan dalam al-Qur’an dan hadits yang dijabarkan para Ulama Islam. Panduan yang pasti benar, sebab berasal dari Allâh taala dan Rasul-Nya Shallahu alaihi wasallam. Panduan ini telah terbukti berhasil menelurkan manusia-manusia hebat sepanjang sejarah. Sebut saja:
Zaid bin Tsabit radiallhu anhu (wafat thn. 45 H) yang bisa menguasai bahasa asing Ibrani hanya dalam 17 hari.
Usamah bin Zaid radiallahu anhu (w. 54 H) yang di usia 18 tahun sudah dipercaya menjadi panglima perang kaum Muslimin melawan pasukan Romawi.
Umar bin Abdul Aziz t (w. 101 H) yang diangkat menjadi gubernur Madinah di usia 23 tahun.
Imam Syâfi’i (w. 204 H) yang di usia 15 tahun sudah dipercaya menjadi mufti (ahli fatwa).
Sedangkan modal kedua yaitu tabiat baik. Ini bisa kita rasakan dalam diri anak-anak kita. Dilahirkan di keluarga apapun, bukan hanya di keluarga kyai, tapi juga bayi yang terlahir di keluarga preman, bahkan anak hasil perzinaan sekalipun.
Nabi kita Muhammad Shallahu alaihi wasallam menjelaskan,
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الفِطْرَةِ
Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah. (HR. Al-Bukhâri dari Abu Hurairah radiallahu anhu).
Kenyataannya Susah!
Barangkali akan ada yang berkomentar, “Betul, secara teori, mendidik anak itu mudah, tapi realitanya tidak demikian, faktanya sangat susah!”.
Kita tidak mengingkari kenyataan adanya kesulitan dalam mendidik anak. Namun seharusnya kita mencari tahu, apa yang menyebabkan sesuatu yang aslinya mudah itu, berubah menjadi susah? Pasti ada sebabnya, karena tidak ada asap kalau tidak ada api.
Dengan mencermati realita yang ada, bisa disimpulkan bahwa pemicunya antara lain:
1. Pesimis
Sebagian orang tua sebelum punya anak sudah pesimis terlebih dahulu dikarenakan pernah melihat, mendengar atau membaca beragam cerita tentang sulitnya mendidik anak, sehingga akhirnya yang terpatri di benaknya adalah kata “susah”.
Padahal Islam itu mengajarkan ummatnya agar selalu optimis. Rasûlullâh Shallahu alaihi wasallam bersabda:
وَيُعْجِبُنِيْ الْفَأْلُ الصَّالِحُ
Aku menyukai sikap optimisme. (HR. Al-Bukhâri dan Muslim)
Namun perlu untuk diketahui bahwa optimisme yang positif itu adalah yang terukur, bukan bonek (bondo nekat). Optimisme yang bermodalkan tawakal kepada Allâh taala disertai usaha maksimal.
2. Tidak belajar
Banyak siswa yang mengeluhkan sulitnya menjawab soal-soal ujian. Setelah ditelusuri, ternyata mereka tidak belajar. Kalau begitu ya wajar, seandainya mereka merasa kesulitan.
Begitu pula mendidik anak, ada ilmunya. Ada panduannya. Jika itu tidak dipelajari, tentu orang tua akan kesulitan.
Memang betul, bahwa menjadi orang tua tidak ada sekolah formalnya. Namun bukankah kita bisa membaca dan menghadiri pengajian atau pelatihan pendidikan anak?
Dan akhirnya kita telah menyelesaikan ringkasan ini, semoga apa yang telah kita ketahui dari-Nya dapat bermanfaat untuk kita semua.
Saya akhiri Wasalamu alaikum warahmatullahi wabarokatuh.
Di ringkas oleh: Ilham Padilul Majid.
Di susun oleh : Ustadz Abdullah Zaen, Lc., MA.
Referensi : Majalah As-Sunnah EDISI KHUSUS 23 Rajab 1439 / 30 Maret 2018.
Baca juga artikel:
Leave a Reply