Membebani suami dalam hal nafkah di luar kemampuannya dan tidak ridha dengan nafkah yang sedikit

membebani suami dalam nafkah diluar kemampuan

Membebani suami dalam hal nafkah di luar kemampuannya dan tidak ridha dengan nafkah yang sedikit – Seorang istri hendaknya jangan menuntut kepada suami sesuatu yang tidak ia sanggupi dan jangan membebaninya di luar kemampuannya, sehingga hal itu ia akan memaksanya untuk menengadahkan tangan kepada orang lain, atau mencari pinjaman uang demi memenuhi keperluan istri. Hendaknya istri ridha dengan yang sedikit dan qanaah.

Seorang suami akan merasakan tak berdaya dan tertekan bila ia tidak kuasa memenuhi keinginan istri. Jadi, tidak ada kebaikannya pada diri istri semacam ini yang rela suaminya terhina, tidak ada keberkahan padanya, perbuatannya tercela dan perkataannya kesialan.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِۦ ۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُۥ فَلْيُنفِقْ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا   إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَا ۚ سَيَجْعَلُ ٱللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
            “ Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memebri nafkah dari harta yangg diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allahَ At-Thalaq:  7 )

meskipun seorang suami bisa memenuhi kebutuhan atau keinginan istrinya, namun tidak ada kewajiban untuk menuntut yang membebani suami ataupun hanya ikutan tradisi masyarakat sekitar. Karena mungkin ada yang lebih penting harus di dahulukan. Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman di dalam Al – Qur’an  ( surah An-Nisa : 19 )

وَعَاشِرُوْهُنَّ بِا لْمَعْرُوْفِ  فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّّ فَعَسئ اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْءًا وَّيَجْعَلَ اللّهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا

Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.”

dan firman-Nya QS. Al-Baqarah : 228

Dan mereka ( para perempuan ) mempunyai hak seimbang dengan kewajiban menurut cara yang ma’ruf.”
jadi, seorang istri itu seharusnya menghiasi diri dengan sifat ridha dan qanaah (merasa cukup), serta menjalani hidup bersama suaminya sesuai dengan ukuran kebutuhan dan penghasilannya. Itulah salah satu pertanda istri shalihah dan sebaik orang yang sedang berpergian jauh (musafir) bahwa dunia ini hanya tempat persinggahan yang bentuknya fana/sementara yang sewaktu-waktu bisa di ambil.

Bukhari dan Muslim mengeluarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu , Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda :

انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ  مِنْكُمْ  وَ ﻻَتَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْ قَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ  ﻻَتَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ

lihatlah kepada orang yang keadaannya lebih rendah daripada kalian; dan janganlah memandang kepada orang yang keadaannya lebih tinggi dari kalian, karena hal itu lebih pantas agar kalian tidak meremehkan nikmat yang Allah karuniakan atas kalian.”

maka dari itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,  saat itu telah memuji ibu-ibu kaum Quraisy dikarenakan perhatian mereka terhadap anak-anak mereka dan kesabaran mereka terhadap suami mereka yang manakla mengalami hidup yang susah.

kehancuran dalam rumah tangga akan menerpa bilamana suami dibebani dengan keinginan istrinya yang berlebih atau tidak bisa ia sanggupi atau penuhi. Sebagaimana pernah terjadi pada zaman Bani Israil.

Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya mengeluarkan hadits dari Abu Said Al-Khudri radhiyallaahu ‘anhu : bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah dengan khutbah  yang beliau panjang lebarkan. Di dalam khutbah itu beliau menyebutkan sebagian perkara dunia dan akhirat yaitu bahwa penyebab pertama kali kebinasaan Bani Israil adalah bahwa istri orang miskin membebani suaminya berupa pakaian atau perhiasaan seperti yang dituntut istri orang kaya.

Sebaliknya, seorang suami tidak boleh menahan nafkah yang diwajibkan atasnya. Karena ada kasus dimana seorang suami pelit terhadap istri dan anaknya. Dalam hal ini, seorang istri boleh mengambil harta suaminya sesuai kebutuhan keluargannya meskipun tanpa sepengetahuan suami. Ada sebuah riwayat menyebutkan, bahwa Hindun binti Utbah mengaduh kepada  Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Abu sufyan (suaminya) adaalh seorang laki-laki yang pelit, ia tidak mau mencukupi kebutuhannya dan anaknya. Maka dari itu Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda :

ambillah dari hartanya dengan cara yang baik sebanyak yang bisa mencukupi keperluanmu dan keperluan anakmu.” (HR. Bukhari )

hadits tersebut hanya untuk suami yang pelit terhadap keluarga, bilamana suami sudah menunaikan kewajibannya maka tidak berhak seorang istri meminta lebih dari yang diluar kemampuannya.

Seorang shalih mengatakan “ wahai anak cucu adam, bila engkau ingin menempuh jalan qanaah, maka sesuatu yang paling sedikit itu hendaknya mencukupimu. Jika tidak, maka dunia dan segenap isinya tidak akan pernah mencukupimu.”

jiwa akan berkeluh kesah jika menjadi orang fakir, padahal kefakiran itu lebih baik daripada kekayaan yang membuatnya melampaui batas.

Kekayaan jiwa itu merasa cukup dengan yang ada, jika ia menolak,maka seluruh yang ada di dunia ini takkan mencukupinnya.

Itulah qonaah, pegang erat ia niscaya kau kan jadi raja, meski andaikan tidak ada manfaat darinya selain ketentraman.

Lihatlah pada orang yang memiliki materi dunia seluruhnya, bukankah ia meninggal dunia hanya memakai minyak wangi dan kain kafan.

“ semoga kita (para wanita ) bisa menjadi istri shalihah yang tidak menuntut lebih dari harta nafkah suami yang ia berikan kepada kita. Aamiin Ya Robbal ‘Alaamin “

REFERENSI:

Diringkas dari buku “ dosa istri yang sering diremehkan wanita “

penulis : Syaikh Nada Abu Ahmad

Peringkas: Marisa Daniati (Pengajar ponpes Darul Qur’an Wal-Hadits)

BACA JUGA :

Be the first to comment

Ajukan Pertanyaan atau Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.