Wahai saudaraku! Berapa banyak jiwa-jiwa yang telah tergelincir dalam jurang kesalahan? Betapa banyak malam yang telah berlalu dengan kemaksiatan dan mengekor pada fitnah syubhat dan angan-angan? Akal tak lagi jernih, hati pun tak selamat.
Saudaraku!
Tahukah engkau siapakah orang yang bermaksiat? Dialah yang melarikan diri dari Tuan-nya Rabb semesta alam. Dia lari dan berpaling dari petunjuk dan bimbingan-Nya.
Allah ta’ala berfirman:
أَفَمَنْ يَمْشِيْ مُكِبًّا عَلَى وَجْهِهِ أَهْدَى أَمَّنْ يَمْشِيْ سَوِيًّا عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ
“Apakah orang yang merangkak dengan wajah tertelungkup yang lebih terpimpin (dalam kebenaran) ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus.” (QS Al-Mulk: 22)
Allah juga berfirman:
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُون
“Allah pelindung orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindung mereka adalah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” ( QS Al-Baqarah: 257)
Ketahuilah! Ada lima buah jendela yang darinya masuklah “badai” kemaksiatan dalam diri kita. Jendela-jendela itu tidaklah lain adalah:
- Lemahnya iman
- Kebodohan akan Rabb semesta alam, perintahNya dan laranganNya
- Tertipu dengan pengampunan Allah subhanahu wata’ala (menyangka akan selalu diampuni)
- Terperangkap dalam banyak syubhat dan syahwat
- Dan yang terakhir adalah berbaur dengan para pelaku maksiat dan kejahatan.
Saudaraku!
Allah ta’ala menciptakan Adam ‘alaihis salam dengan tangan-Nya dan meniupkan ruh kepadanya sehingga ia menjadi hidup, kemudian memerintahkan malaikat-malaikat-Nya untuk sujud kepadanya (Adam).
Allah subhanallahu wa ta’ala berfirman:
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ (71) فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ (72) فَسَجَدَ الْمَلَائِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ (73) إِلَّا إِبْلِيسَ اسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ (74)
“(71) (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: ‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. (72) Kemudian apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan roh (ciptaan)-Ku kepadanya; maka tunduklah kalian dengan bersujud kepadanya!’ (73) Lalu para malaikat itu bersujud semuanya (74) kecuali iblis. Dia menyombongkan diri, dan dia termasuk golongan yang kafir.” (QS Shad: 71-74)
Iblis yang terlaknat telah sombong enggan bersujud kepada Adam ‘alaihissalam, sebagaimana yang dia katakan:
أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ
“ِAku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia, Engkau ciptakan dia dari tanah.” (QS Shad: 76)
Maka Allah subhanahu wa ta’ala membalas kemaksiatannya itu dengan sejelek-jeleknya pembalasan, Allah berfirman:
قَالَ فَاخْرُجْ مِنْهَا فَإِنَّكَ رَجِيمٌ (77) وَإِنَّ عَلَيْكَ لَعْنَتِي إِلَى يَوْمِ الدِّينِ (78)
“(Allah) berfirman: ‘Kalau begitu keluarlah kamu dari surga! Sesungguhnya kamu adalah makhluk yang terkutuk. Dan sungguh kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan.” (QS Shad : 77-78)
Sejak saat itulah akhirnya iblis bertekad untuk menyesatkan anak keturunan Adam dengan berbagai kemaksiatan dan perbuatan dosa sehingga menjadi orang-orang yang merugi.
Dialah Iblis sang penunjuk kemaksiatan dan pemimpin para pelakunya. Setiap orang yang bermaksiat kepada Allah ta’ala adalah pengikut ajaran iblis la’natullah. Adapun orang-orang yang taat kepada Allah merekalah wali-wali Allah dan pengikut para Nabi ‘alaihimushshalatu was salam.
Saudaraku!
Bagaimana bisa engkau menghinakan lagi merendahkan sesuatu yang sangat berharga bagimu lagi paling engkau cinta. Engkau pasti berpikir apakah sesuatu yang paling dicinta tersebut. Tidak lain, hanyalah diri dan jiwamu sendiri.
Muhammad bin Muhairiz pernah berkata, “Jika engkau sanggup untuk tidak berbuat jahat kepada orang yang engkau cintai, maka lakukanlah.” Kemudian dia ditanya, “Apakah ada orang yang menyakiti seseorang yang dia cintai?” Kemudian dia berkata, “ Dirimu adalah yang paling engkau cintai dan yang paling engkau muliakan. Jika engkau bermaksiat, maka sungguh engkau telah menyakiti dirimu sendiri.”
Saudaraku!
Tahukah engkau bahwa meninggalkan maksiat itu lebih utama daripada mengamalkan ketaatan. Allah subhanahu wa ta’ala mensyaratkan beberapa syarat dalam mengamalkan ketaatan, begitu pula menentukan waktu-waktunya, kemudian setelah itu mensyaratkan kehendak-Nya. Jika Dia menghendaki untuk menerima amalan tersebut maka amalan tersebut akan diterima. Sebaliknya jika Dia tidak menghendakinya, maka amalan tersebut tertolak. Adapun dalam meninggalkan kemaksiatan tidak disyaratkan apapun melainkan pengamalannya untuk meninggalkan maksiat tersebut saja dan kemudian Allah ta’ala akan menjanjikannya masuk surga.
Dan ketahuilah wahai saudaraku!
Bahwasanya bersabar untuk tidak bermaksiat merupakan salah satu tingkatan tertinggi dari macam-macam kesabaran. Tidaklah seorang hamba mampu bersabar untuk tidak bermaksiat kecuali ia telah mencapai puncak ketakwaan.
Maimun bin Mihran rahimahullah berkata :
الصَّبْرُ صَبْرَانِ, الصَّبْرُ عَلَى الْمُصِيْبَةِ حَسَنٌ, وَ أَفْضَلُ مِنْ ذَلِكَ الصَّبْرُ عَنِ الْمَعَاصِي
“Sabar itu ada 2 macam, bersabar dalam menghadapi musibah yang menimpa merupakan kebaikan, dan yang lebih utama dari itu adalah bersabar untuk (tidak melakukan) kemaksiatan.”
Mari kita bandingkan perbedaan keutamaan antara kedua jenis perbuatan sabar ini dalam kisah Nabi Yusuf ‘alaihis salam.
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata , ”Kesabaran Nabi Yusuf ‘alaihissalam untuk tidak menaati keinginan istri raja yang mulia lebih sempurna dibandingkan daripada kesabarannya saat saudara-saudaranya melemparkannya kedalam sumur. Kesabarannya untuk tidak bermaksiat adalah kesabaran ikhtiyaari (dia bisa memilih antara bersabar dan tidak bersabar), keridhaan dan merupakan peperangan terhadap diri sendiri, terlebih lagi dengan adanya faktor-faktor pendukung yang lebih menguatkannya untuk melakukan maksiat tersebut, yang mana saat itu beliau adalah seorang pemuda belia, dan masa mudanya sangat mendukung untuk tertarik kepada istri raja yang mulia tersebut, dan beliau juga seorang bujang yang belum menikah yang mana tidak ada yang bisa menghalangi syahwatnya, kemudian beliau adalah orang asing di daerah tersebut sehingga tidak akan merasa malu, beliau juga seorang budak, dan perasaan seorang budak terhadap tuannya tidak seperti perasaan seorang yang merdeka , dan wanita tersebut adalah wanita yang cantik jelita dan memiliki kedudukan yaitu sebagai majikannya, tidak ada yang mengawasi dan ia sendiri yang menawarkan dirinya bahkan sangat berantusias, di samping itu dia juga mengancam Nabi Yusuf akan masuk ke dalam penjara jika tidak mengabulkan permintaannya, tetapi Nabi Yusuf lebih memilih untuk bersabar dan lebih mengutamakan apa-apa yang ada di sisi Allah, maka bandingkanlah dengan kesabaran beliau saat berada di dalam sumur.”
Saudaraku!
Berjuanglah untuk bersabar menepis hawa nafsu, niscaya engkau akan menjadi orang yang beruntung.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian, dan tetaplah bersiap – siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS Ali imran: 200)
Perbuatan maksiat itu memiliki dampak buruk terhadap para pelakunya. Ada 10 aib dan kejelekan akibat dari maksiat, yaitu :
- Sesungguhnya seorang hamba jika melakukan perbuatan maksiat dia telah membuat Allah murka terhadap dirinya, sedangkan Allah Maha Kuasa untuk melampiaskan kemarahan-Nya kapan pun Allah kehendaki.
- Pelaku maksiat itu berada sangat dekat dengan iblis la’natullah ‘alaihi.
- Dia semakin jauh dengan tempat terbaik yaitu surga.
- Perbuatan maksiat itu semakin mendekatkannya ke neraka Jahannam.
- Sesungguhnya dia telah berlaku buruk terhadap sesuatu yang paling dia cintai, yaitu dirinya sendiri.
- Dia telah membuat dirinya kotor padahal Allah menciptakannya dalam keadaan suci.
- Dia telah mengganggu teman-teman yang tidak mengganggunya, yaitu mereka yang telah menjaga diri dari maksiat.
- Dia telah membuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersedih di dalam kuburnya.
- Perbuatannya telah disaksikan oleh bumi, malam dan siang sehingga hal itu mengganggu mereka dan membuat mereka bersedih pula.
- Sungguh dengan maksiat itu dia telah berkhianat kepada seluruh makhluk Allah dari kalangan manusia dan selain mereka, adapun bentuk khianat mereka terhadap manusia adalah jika ia bersaksi maka kesaksiannya tidak diterima karena dosanya sehingga ia tidak bisa menunaikan hak temannya karena dosanya itu. Adapun bentuk khianat mereka terhadap seluruh makhluk adalah dengan sebab dosanya akan sedikit hujan yang turun.
Ada setidaknya 6 buah cara untuk mengobati penyakit maksiat ini, yaitu :
- Takut kepada Allah ‘azza wa jalla.
- Bersungguh-sungguh menghadap kepda Allah ta’ala, berdoa dan meminta hidayah dan petunjuk kepada-Nya.
- Berjuang melawan hawa nafsu.
- Memiliki tekad yang kuat untuk menjauhi maksiat.
- Memperbanyak amalan-amalan sunnah.
- Berteman dengan orang-orang yang baik dan menjauhi orang-orang yang berperilaku buruk.
Demikian. Mudahan bermanfaat.
Penerjemah dan Peringkas: Nurul Octari
Diringkas dari buku saku yang berjudul ‘Daa-un-Nufuus Wa Sumuumul-Quluub, Al-Ma’aashi,’ karya Syaikh Azahari Ahmad Mahmud.
Leave a Reply