Keutamaan Dua Tanah Suci (bagian 1) – Allah ‘azza wajalla semata yang punya hak menciptakan dan memilih dari ciptaan-Nya, yang menunjukkan rububiyyah dan keesaan-Nya. Dan ini kembali kepada hikmah agung yang Allah ‘azza wajalla kehendaki. Hak menciptakan, dan memilih atau menyeleksi, bukan menjadi wewenang makhluk-Nya; namun itu kembali kepada Allah semata. Allah ‘azza wajalla yang menciptakan, Allah ‘azza wajalla pula yang memilih dan menyeleksi dari makhluk ciptaan-Nya. Karena hanya Allah ‘azza wajalla yang maha tahu obyek pilihan-Nya dan Dialah yang tahu tentang sasaran keridhaan-Nya. Dia maha tahu mana yang pantas untuk dipilih dan diseleksi, mana yang tidak pantas untuk dipilih. Sama sekali tak ada wewenang makhluk dalam ranah tersebut.
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ ۗ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ ۚ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ ﴿٦٨﴾
Artinya: “Dan Rabbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha suci Allah dan maha tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia).” (QS. Al-Qashash/28: 68)
Makna memilih dalam ayat tersebut adalah menjatuhkan pilihan dan seleksi, yaitu Allah Subhanahu wata’ala memilih yang Dia kehendaki. Jadi, Allah ‘azza wajalla memilih dan memberikan kelebihan di antara apa yang Dia ciptakan. Allah jadikan keistimewaan terkait dengan tempat, dzat, amalan, bulan, malam dan siang. Misalnya, Allah ‘azza wajalla tetapkan bahwa sebaik-baik makhluk adalah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, sedangkan amalan yang paling utama adalah mentauhidkan Allah dan mengesakan-Nya dalam beribadah.
Di antara bentuk pilihan Allah adalah Mekah dan Madinah. Di antara sekian banyak tempat dan negeri, Allah menjadikan negeri al-Haram Mekkah sebagai negeri yang paling utama dan mulia, kemudian setelah itu adalah Madinah.[1] Keduanya adalah negeri Haram, negeri yang suci.
Keutamaan Mekkah
Di antara semua negeri di bumi ini, Allah ‘azza wajalla memilih Mekkah al-mukarramah sebagai negeri terbaik dan termulia. Allah ‘azza wajalla memilihnya untuk nabi-Nya dan menjadikannya sebagai tempat manasik yang diwajibkan atas para hamba-Nya. Sehingga tak heran bila kemudian Allah mewajibkan atas hamba-Nya yang mampu untuk mendatanginya, baik mereka yang berada dekat dengannya, ataupun bagi mereka yang jauh dari Mekkah.
Mekkah adalah negeri yang Allah ‘azza wajalla pergunakan dalam sumpah-Nya. Allah ‘azza wajalla berfirman:
لَا أُقْسِمُ بِهَٰذَا الْبَلَدِ ﴿١﴾ وَأَنتَ حِلٌّ بِهَٰذَا الْبَلَدِ ﴿٢﴾
Artinya: “Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah), dan Kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini.” (QS. Al-Balad/90: 1-2)
Banyak keutamaan negeri Mekkah ini, sebagaimana ditunjukkan dalam nash-nash. Di antaranya:
- Di dalamnya terdapat Baitullah, rumah Allah yang pertama kali didirikan untuk manusia.
Allah ‘azza wajalla berfirman:
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَالَمِينَ ﴿٩٦﴾
Artinya: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. (QS. Ali Imran/3: 96)
- Alllah ‘azza wajalla menjadikan Mekkah sebagai tanah haram yang aman dan dilimpahi berkah rezeki.[2]
Tidak boleh menumpahkan darah di sana, pepohonannya tidak boleh ditebang, hewan buruannya tidak boleh diusik, rerumputan basahnya tidak boleh dicabut, dan barang temuannya tidak boleh diambil untuk dimiliki; namun hanya untuk diumumkan belaka.[3] Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إن مكة حرمها الله ولم يحرمها الناس، فلا يحل لامرئ يؤمن بالله واليوم الآخر أن يسفك بها دما، ولا يعضد بها شجرة، فإن أحد ترخص لقتال رسول الله صلى الله عليه وسلم، فقولوا له: إن الله أذن لرسوله صلى الله عليه وسلم، ولم يأذن لكم، وإنما أذن لي ساعة من نهار، وقد عادت حرمتها اليوم كحرمتها بالأمس، وليبلغ الشاهد الغائب
Artinya: “Sesungguhnya Mekkah telah Allah jadikan sebagai tanah haram; bukan manusia (bukan atas inisiatif mereka) yang menjadikannya tanah haram. Sehingga tidak boleh bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menumpahkan darah di sana, tidak boleh pula untuk menebang pohon di sana. Kalau ada orang yang memandang itu boleh dengan dalih Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memerangi (orang musyrik) di sana (pada waktu Fathu Mekkah), maka katakanlah bahwa sungguh Allah telah mengizinkanku hanya beberapa waktu siang, lalu setelah itu kembali lagi kehormatan dan keharamannya hari ini sebagaimana kesucian dan keharamannya kemarin. Hendaknya orang yang hadir menyampaikan kepada orang yang tidak hadir. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Orang yang memasukinya pun akan mendapatkan keamanan. Dan memang, negeri ini dikaruniai barakah aman. Padahal dahulu orang-orang di negeri sekitarnya tidaklah demikian.
أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا جَعَلْنَا حَرَمًا آمِنًا وَيُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِهِمْ ۚ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَكْفُرُونَ ﴿٦٧﴾
Artinya: “Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah?” (QS. Al-Ankabut/29: 67)
- Bahwa shalat di Masjidil Haram dilipatgandakan pahalanya berlipat-lipat.
Dalil-dalil syar’i menunjukkan bahwa amal kebaikan di waktu utama dilipatgandakan pahalanya, seperti halnya bulan di bulan Ramadhan dan 10 hari Dzulhijjah. Pun kebaikan yang dilakukan di tempat utama seperti di dua tanah haram, juga akan dilipatgandakan pahalanya. Maka, semua amal kebaikan di tanah haram akan dilipatgandakan pahalanya. Maka, semua amal kebaikan di tanah haram akan dilipatgandakan. Hanya saja, seperti di ungkapkan Syaikh bin Baz rahimahullah dan lainnya, tidak ada dalil yang menunjukkan batasan bilangan dilipatgandakannya pahala tersebut, selain shalat. Adapun lainnya, seperti puasa, dzikir, membaca al-Qur’an, sedekah, tidak ada nash yang bisa diterima yang menunjukkan berapa batasan dilipatgandakannya pahala tersebut. Namun secara umum, ada yang menunjukkan bahwa amalan-amalan tersebut juga dilipatgandakan pahalanya, namun tidak ada keterangan yang menentukan jumlah dilipatgandakannya. (Majmu’ Fatawa bin Baz 3/388)/
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa pelipatgandaan balasan amal dengan jumlah tertentu, adalah perkara tauqifi (harus berdasarkan dalil), yang membutuhkan dalil khusus, dan tak ada ruang untuk qiyas di dalamnya. Kalau ada dalilnya yang sahih tentang hal tersebut, maka bisa diambil. Akan tetapi tidak diragukan lagi, bahwa suatu tempat yang utama, atau waktu utama, punya pengaruh dalam pelipatgandaan pahala. Sebagaimana dikatakan di waktu dan tempat yang utama. Akan tetapi mengkhususkan bilangan tertentu untuk pelipatgandaan pahala, ini memerlukan dalil khusus. (Asy-Syarh al-Mumti’ 6/514).
Allah menyatakan bahwa Mekkah adalah Ummul Qura (induk segala negeri).
Allah ‘azza wajalla berfirman:
وَهَٰذَا كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُّصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنذِرَ أُمَّ الْقُرَىٰ وَمَنْ حَوْلَهَا
Artinya: “Dan (Al-Qur’an) ini adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan Kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekkah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya.” (QS. Al-An’am/6: 92)
Semua negeri menginduk ke Mekkah. Karena Mekkah adalah asal dan induk dari semua negeri. Berarti Mekkah ini tidak ada tandingannya di seantero bumi. Ini sepertinya halnya al-Fatihah yang dinamakan Ummul Quran.
Mekkah menjadi kiblat penduduk bumi, tidak ada di muka bumi ini kiblat selainnya.
قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
Artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al-Baqarah/2: 144)
Diharamkannya menghadap ke kiblat atau membelakanginya saat buang hajat.
Dan ini tidak berlaku untuk tempat lain. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إذَا أتَيْتُمُ الغَائِطَ فلا تَسْتَقْبِلُوا القِبْلَةَ، ولَا تَسْتَدْبِرُوهَا بِبَوْلٍ وَلَا غَائِطٍ
Artinya: “Bila kalian mendatangi tempat buang air untuk buang air kecil atau besar, janganlah engkau menghadap kiblat, jangan pula membelakanginya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Allah ‘azza wajalla memilih tanah haram ini sebagai tempat-tempat manasik haji, dan dengan menunaikan haji ke sana, akan mengangkat derajat dan menghapuskan dosa.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
من حج فلم يرفث ولم يفسق رجع من ذنوبه كيوم ولدته أمه
Artinya: “Barangsiapa yang berhaji karena Allah, lalu ia tidak berbuat keji tidak pula berbuat kefasikan, maka ia kembali sebagaimana hari ia dilahirkan ibunya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Karena keutamaan dan kesuciannya, maka menjadi satu keistimewaan bagi negeri Mekkah, bahwa tidak boleh memasukinya kecuali dalam keadaan ihram, kecuali bagi orang-orang yang punya keperluan yang berulang-ulang.
Keistimewaan ini hanya khusus untuk Mekkah saja, tidak dengan lainnya.
- Mekkah adalah sebaik-baik negeri dan yang paling dicintai Allah dan Rasul-Nya.
- Allah ‘azza wajalla menjadikannya sebagai tempat di isra’-kannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.
- Allah menjadikan hati manusia condong dan rindu menuju Baitullah al-Haram, dan Allah jadikan sebagai tempat berkumpulnya kaum Muslimin.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا
Artinya: “Dan (ingatlah, ketika kami menjadikan rumah itu (baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman.” (QS. Al-Baqarah/2: 125)
Tanah haram adalah tanah yang suci dan sakral, sampai-sampai orang yang baru dalam taraf punya keinginan untuk berbuat keburukan, ia pun akan mendapat siksa, meski ia tidak mewujudkan keinginan buruknya tersebut.
Allah berfirman:
وَمَن يُرِدْ فِيهِ بِإِلْحَادٍ بِظُلْمٍ نُّذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ ﴿٢٥﴾
Artinya: “Dan siapa yang bermaksud di dalamnya (di masjidil haram) melakukan kejahatan secara zhalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih.” (QS. Al-Hajj/22: 25)
Mengenai keutamaan Mekkah, bisa dilihat dalam Zadul Ma’ad karya Ibnu Qayyim al-Jauziyah 1/46-52.
Bersambung ke bagian berikutnya (insyaallah): Keutamaan Madinah
Referensi:
Diringkas dari Majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XXIII/Dzulqo’dah 1440H/2019M
Penulis: Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari
Diringkas Oleh: Abu Muhammad Fauzan (Staf Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)
[1] Para ulama sepakat bahwa Mekkah dan Madinah adalah negeri yang paling utama. Adapun mana yang lebih utama, Mekkah atau Madinah? Jumhur ulama dari kalangan Hanafiyyah, Syafiiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa Mekkah lebih utama. Dan ini juga satu pendapat dalam mazhab Malikiyyah.
[2] Lihat al-Qur’an Surat al-Qashash, ayat ke-57
[3] Yang dilarang untuk dipotong atau ditebang dari tanah haram adalah tumbuhan yang tidak ditanam manusia. Adapun yang mereka tanam, maka boleh saja. (Fiqhul Islam Syarh Bulughul Maram 4/279)
BACA JUGA :
Leave a Reply