Ketika Lamaran Itu Datang

KETIKA LAMARAN ITU DATANG

KETIKA LAMARAN ITU DATANG

Kecenderungan anak Adam kepada lawan jenisnya adalah hal yang normal. Yang tidak normal bahkan mengundang murka Allah jika seseorang lebih senang kepada insan sejenis atau kepada makhluk Allah selain manusia, wal ‘iyadzu billah.

Allah menjadikan manusia berpasang-pasangan. Allah tidak membiarkan hamba-Nya berjalan tanpa tuntunan. Demikian juga dalam hal pernikahan.

Pernikahan adalah jalan suci dan halal untuk membendung kekuatan biologis yang tertanam pada setiap insan yang normal. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُون

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenis mu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. ar-Rum [30]: 21)

Rosulullah Shalallahu alaihi wassallam bersabda :

إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ فَقَدْ اسْتَكْمَلَ نِصْفُ الدِّيْنِ, فَلْيَتَّقِ اللَّهَ فِيْمَا بَقِيَ

Artinya: “Apabila seorang hamba telah menikah, sungguh telah sempurna setengah agamanya, maka hendaknya dia bertakwa kepada Allah pada setengahnya yang tersisa.” (HR. ath-Thobaroni. Lihat takhrij lengkapnya dalam as-Shohihah: 625 oleh al-Albani)

Sungguh dibalik syariat pernikahan terdapat hikmah yang sangat agung, di antaranya:

  1. Menjaga Keturunan

Dengan menikah, keturunan manusia akan tetap ada dan lestari dalam memakmurkan bumi. Imam asy-Syathibi berkata: “Pernikahan itu disyariatkan untuk melestarikan keturunan sebagai tujuan yang nomor satu.

Adapun melestarikan keturunan dengan cara yang tidak syar’i free sex dll. Akan membawa petaka yang tidak ringan: kedholiman, nasab yang tidak jelas dan lain-lain.

  1. Membendung Kekuatan Biologis

Tatkala menciptakan manusia Allah Subhanahu wa ta’ala menanamkan sifat biologis kepada manusia untuk senang kepada lawan jenisnya, dan hal itu tidak mungkin tercapai kecuali dengan jalan yang syar’i yaitu menikah.

  1. Menjaga Kesucian Diri

Dengan menikah akan menjaga kesucian diri seseorang. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ

Artinya: “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian sudah mampu menikah, maka menikahlah. Karena hal itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan.” (HR. al- Bukhori: 5065 dan Muslim: 1400)

  1. Membangun Keluarga Yang Sholihah

Keluarga yang sholih merupakan asas terbentuknya masyarakat yang baik. Sedangkan keluarga yang jelek adalah benih hancurnya sebuah masyarakat dan negara.

Islam sangat memperhatikan ikatan kekeluargaan ini agar terjalin dengan baik di atas cinta dan kasih sayang. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

يٰاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُم ْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰاكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.(Qs. Al-hujurot [49]:13)

  1. Meraih Ketenteraman Jiwa

Kehidupan ini tidak lepas dari rasa lelah dan masalah. Manusia membutuhkan istirahat dan ketenteraman. Nah, pernikahan adalah solusi jitu untuk mewujudkan hal tersebut.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَمِنْ ءَايَتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَة

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenis mu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (QS. ar-Rum [30]: 21)

KEWAJIBAN ORANG TUA JIKA ADA YANG MELAMAR

Hal yang harus diperhatikan bagi para orang tua atau wali seorang wanita, jika datang ke padanya seseorang yang melamar putrinya,

  1. Pilihlah Calon Pendamping Yang Sholih Dan Bertakwa

Kriteria ini sangat penting,karena seorang suami yang sholih, jika dia mencintai istrinya akan memuliakannya. Dan jika membe dia membencinya, maka dia tidak menghinanya. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda :

إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوهُ إِلَّا تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ

Artinya: “Apabila datang kepadamu seorang yang engkau meridhoi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Jika kalian tidak melakukannya akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi.” (HR. at-Tirmidzi: 1085, Ibnu Majah: 1967. Hadits ini dinyatakan Hasan oleh al-Albani dalam as-Shohihah: 1022)

  1. Tidak Memberatkan Dengan Mahar Yang Mahal

Perkara berikutnya yang harus diperhatikan oleh orang tua atau wali dan si wanita adalah tidak memberatkan si pelamar dengan mahar yang ia tidak berkesanggupan untuk memenuhinya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ تَسْهِيلُ أَمْرِهَا وَقِلَّهُ صَدَاقِها

Artinya: “Termasuk kebaikan dan keberkahan wanita adalah mudah dalam urusannya dan ringan dalam maharnya.” (HR. Hakim: 2/181, Ibnu Hibban: 1256, Bazzar: 2/158, al-Baihaqi: 7/235. Sanad hadits ini kuat seka- li sebagaimana ditegaskan oleh Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini dalam al-Insyirah fi Adab an-Nikah hlm. 33-34)

  1. Mintalah Pendapatnya

Hendaklah seorang wali meminta pendapat putrinya yang dilamar dan tidak memaksanya untuk menerima atas pilihan nya. Karena jika menikah karena terpaksa, maka walinya berdosa.

Sebagaimana dalam hadits berikut: “Aisyah berkata: Ada seorang gadis yang datang menemuiku kemudian dia mengadu: Sesungguhnya bapakku telah menikahkan aku dengan anak saudaranya agar terangkat martabatnya yang rendah, sedangkan saya tidak senang. Aisyah berkata: Duduklah, sampai datang Rasulullah. Kemudian Rasulullah datang, maka Aisyah pun mengabarkan perihal gadis tersebut. Lalu Rasulullah meminta agar bapaknya datang dan akhirnya mengembalikan keputusan kepada anaknya tersebut. Gadis itu berkata: Wahai Rasulullah, aku menerima apa yang diperbuat oleh bapakku, akan tetapi aku hanya ingin tahu apakah seorang wanita itu boleh campur tangan dalam urusannya, atau kah tidak.” (HR. an-Nasa’i: 3269, Ibnu Majah: 1874, Ahmad: 6/136, al-Baihaqi: 7/118. Dishohihkan oleh Syaikh Abu Ishaq al-Hu- waini dalam al-Insyiroh hlm. 35)

AKU TAWARKAN KEPADA LAKI-LAKI YANG SHOLIH

Boleh bagi seorang bapak atau wali untuk menawarkan putrinya kepada seorang laki-laki yang sholih. Hal itu bukan sebuah aib bagi dirinya dan putrinya. Seorang laki-laki sholih berkata kepada Musa:

قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَى هَتَيْنِ عَلَى أَن تَأْجُرَنِي ثَمَانِي حخخ

Artinya: “Berkatalah Dia (Syu’aib): Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun.” (QS. al-Qoshosh [28]: 27)

Imam al-Qurthubi mengatakan: “Ayat ini adalah dalil bahwa seorang wali boleh menawarkan putrinya kepada seorang laki-laki. Ini adalah sunnah yang tetap.”

Umar bin Khoththob pernah menawarkan putrinya Hafshoh kepada Utsman bin Affan kemudian kepada Abu Bakr Abu Bakr berkata kepada Umar: “Barangkali engkau marah kepadaku ketika aku tidak memberi jawaban sama sekali terhadap tawaranmu.” Umar berkata: “Ya.” Abu Bakr menimpali: “Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku untuk menerima tawaranmu kecuali aku mengetahui bahwa Rasulullah pernah menyebut Hafshoh, aku tidak ingin menyebarkan rahasia Rasulullah, andaikan Rasulullah tidak jadi, niscaya aku akan menerimanya.” (HR. al-Bukhori: 3783)

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Hadits ini menerangkan bahwa seorang insan hendaknya menawarkan putrinya atau yang lain kepada orang yang dia nilai baik dan sholih. Karena di dalamnya terdapat kebaikan yang akan kembali kepada orang yang ditawarkan, tidak ada rasa malu dalam perkara ini. Dan juga hadits ini menunjukkan bolehnya memberi tawaran kepada orang yang sudah menikah, karena Abu Bakr ketika itu sudah beristri.”

Referensi  :

Majalah Al-Furqon edisi 8 th. Ke – 9 1431/2010

Diringkas oleh  : Anggi Abu Rayyan Sopir Ponpes Darul Qur’an Wal Hadits OKU Timur

Baca juga artikel:

Strategi Penerapan Pendidikan Islam

Keutamaan Bulan Ramadhan

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.