KESALAHAN-KESALAHAN KETIKA BUANG HAJAT BAGIAN 2. Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah melimpahkan karunia kepada para hamba dengan kelemahlembutan-Nya, dan menerangi hati mereka dengan cahaya Islam serta tugas-tugas agama. Yang mana di dalamnya terdapat perintah maupun larang-Nya. Terutama disini akan dibahas tentang kesalahan orang ketika membuang hajat yang terkadang orang tidak mengetahuinya perbuatan apa yang harus ia lakukan ketika buang hajat dan apa yang tidak boleh dilakukan ketika buang hajat. Berikut rinciannya:
Kesalahan kelima: membawa sesuatu yang mengandung nama Allah
Ini juga merupakan bentuk kesalahan yang banyak dilakukan oleh banyak orang.
Penulis kitab ad-Din al-Khalish berkata, ‘’Dianjurkan bagi orang yang hendak buang hajat untuk melepaskan segala sesuatu yang mengandung nama Allah, Nabi, atau malaikat.
Inilah yang dikatakan oleh imam empat, ‘’Apabila ia menyelisihi hal itu, maka ia telah melakukan perbuatan makruh kecuali untuk suatu keperluan, seperti khawatir barang tersebut akan hilang, namun ini boleh dilakukan di selain al-Qur’an.’’ Adapun al-Qur’an, maka mereka mengatakan, ‘’Diharamkan membawanya dalam keadaan demikian, baik seluruhnya atau sebagainnya, kecuali apabila dikhawatirkan akan hilang atau untuk menjaganya, maka ia boleh membawanya. Dan diwajibkan untuk menutupnya ketika itu sebisa mungkin.’’[1]
Kesalahan keenam: Menghadap kiblat ketika kencing atau buang air besar
Ini merupakan perbuatan yang tidak dibolehkan. Dan dalil-dalil yang menyatakan demikian sangatlah banyak sekali, akan tetapi saya cukup menyebutkannya di sini satu hadist saja. Dari Abu Ayyub, dia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
إذا أتيتم الغائط، فلا تستقبلوا القبلة بغائط ولا بول، ولا تستدبروها، ولكن شرقوا أو غربوا
Artinya:
‘’Apabila kalian hendak buang hajat, maka janganlah kalian menghadap kiblat atau membelakanginya, akan tetapi menghadaplah ke arah timur atau ke arah barat.’’[2]
Kemudian Abu Ayyub Rahimahullah berkata, ‘’ketika kami datang ke Syam, kami mendapati tempat-tempat buang hajat telah dibangun menghadap ke arah kiblat, maka kami pun berpaling darinya dan memohon ampun kepada Allah.’’
Para ulama telah berbeda pendapat dalam permasalahan ini menjadi beberapa pendapat, akan tetapi simaklah ringkasan pernyataan yang sesuai dengan kecondongan hati berikut ini:
Ibnu al-Arabi berkata, ‘’Pendapat yang terpilih -hanya kepada Allah kita memohon taufik- bahwasannya tidak boleh menghadap kiblat atau membelakanginya ketika buang hajat, baik di tanah lapang maupun di dalam bangunan. Karena, jika kita memperhatikan kepada makna-makna yang ada, maka telah jelas bagi kita bahwa keharaman itu berhubungan dengan kiblat, dan hal itu tidak ada perbedaan antara di pedalaman atau di padang pasar. Apabila kita memperhatikan atsar-atsar yang ada dalam permasalahan ini, maka kita dapatkan bahwa hadist Abu Ayyub adalah umum di setiap tempat, yang ‘illahnya adalah karena keagungan kiblat. Sedangkan hadist Ibnu Umar dan hadist Jabir tidak dapat dikatakan bertentangan dengan hadist Abu Ayyub karena empat alasan:
Pertama, bahwa hadist yang diriwayatkan oleh Abu Ayyub adalah ucapan (sunnah qauliyyah), sedangkan yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dan Jabir adalah perbuatan (sunnah fi’liyyah), dan tidak ada pertentangan antara ucapan dan perbuatan.
Kedua, bahwa perbuatan tidak memiliki bentuk kalimat, akan tetapi hanya menceritakan tentang suatu keadaan. Dan cerita tentang suatu keadaan memiliki kemungkinan adanya udzur atau sebab, sedangkan ucapan tidak ada kemungkinan tersebut.
Ketiga, bahwa ucapan Nabi adalah syariat yang diletakkan, sedangkan perbuatan beliau adalah kebiasaan. dan syariat itu diutamakan daripada kebiasaan.
Keempat, bahwa perbuatan tersebut jika memang merupakan syariat, tentunya beliau tidak akan menutupi diri.’’[3]
Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyyah dalam al-Ikhtiyarat,8,asy-Syaukani dalam as-Sail al-Jarar, 1/69, al-Albani dalam Tamam al-Minnah,60, dan selain mereka.
Kesalahan ketujuh: Menghadap arah angin bertiup
Ini merupakan kesalahan. Karena akan menyebabkan dirinya terkena percikan air kencing sehingga menjadikannya terkana najis dan kemudian shalatnya tidak sah dengannya.
Kesalahan kedelapan: buang hajat di lubang-lubang
Para ulama telah memakruhkan perbuatan ini, karena dapat menyebabkan seseorang tersakiti apabila ada sesuatu yang keluar dari lubang tersebut, baik berupa ular, kalajengking atau binatang berbahaya lainnya. Dan termasuk salah satu tujuan syariat adalah menjaga jiwa. Maka tidak seyogyanya seseorang menempatkan dirinya untuk disakiti oleh binatang buas atau dia menyakiti binatang tersebut.
Diriwayatkan dari Qatadah dari Abdullah bin Sarjas, ia berkata:
نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن يبال فى الجحر. قالوا لقتادة: ما يكره من البول فى الجحر؟ قال: يقال: إنها مساكن الجن
Artinya:
‘’Rasulullah melarang kencing dilubang. Mereka kemudian bertanya kepada Qatadah, ‘Apa yang dibenci dari kencing dilubang?’ Qatadah menjawab, ‘Dikatakan bahwa lubang adalah tempat tinggal jin.’’[4]
Imam asy-Syaukani Rahimahullah berkata, ‘’Hadist ini menjadi dalil dimkaruhkannya kencing di suatu lubang yang dihuni oleh binatang buas dan berbisa.’’[5]
Kesalahan kesembilan: Lalai dalam menutup kembali kran atau meninggalkannya rusak tanpa diperbaiki kembali
Ini dikatagorikan sebagai bentuk kemaksiatan. Karena melalaikan hal tersebut menyebabkan terbuangnya air yang layak pakai secara sia-sia, sebagaimana juga menyebabkan keluarnya suara berisik kucuran air yang akan mengganggu orang yang sedang shalat. Kenyataan ini banyak terjadi di masjid-masjid milik pemerintah dan taman-taman umum. Dan tidak samar bagi kita bahwa melubernya air got-got penyaluran air akan menyebabkan becek sehingga mengganggu orang yang berjalan, apalagi dengan terciptanya bau yang tidak enak, itu akan menyebabkan banyaknya lalat dan nyamuk yang dapat memindahkan penyakit menular. Padahal Islam mengajak pemeluknya kepada kebersihan dan melarang dari pemborosan dan penyia-nyiakan dalam hal apa pun?[6]
Kesalahan kesepuluh: Buang hajat di sumber air, jalanan, dan tempat berteduh
Ini juga merupakan kesalahan yang menyebar di mana-mana, khususnya di perkampungan, padahal sungguh Nabi telah melarang hal itu.
Dari Abu Hurairah rodiyaallahu ‘anhu, bahwasannya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
اتَّقوا اللَّاعِنَينِ، قالوا: وما اللَّاعنانِ يا رسولَ اللَّهِ؟ قالَ الَّذي يتخلَّى في طريقِ النَّاسِ أو ظلِّهِم.
Artinya:
‘’Takutlah kalian terhadap dua perkara dua perkara yang mengandung laknat!.’’ Para sahabat bertanya, ‘’Apa yang dimaksud dua perkara yang mengundang laknat itu wahai Rasulullah?’’ beliau menjawab,’’Orang yang membuang hajat di jalanan manusia dan tempat berteduhnya mereka.[7]
Al-Khaththabi Rahimahullah berkata, ‘’Yang dimaksud dengan al-La’inan adalah dua perkara yang menyebabkan timbulnya laknat dan kutukan manusia. Yang demikian itu karena orang yang melakukan kedua perkara tersebut akan dilaknat dan dicaci, yakni sudah menjadi kebiasaan manusia mengutuk hal tersebut. Tatkala keduanya menjadi sebab, maka kutukan atau laknat itu disandarkan kepada keduanya sebagai bentuk majaz ‘Aqli.’’ Ia juga berkata, ‘’Terkadang al-La’in itu bermakna al-Mal’un yang artinya terlaknatlah orang yang melakukan keduanya. Dan ini juga merupakan bentuk majaz ‘Aqli.’’
Akan tetapi tidak semua tempat berteduh dilarang untuk buang hajat padanya, karena dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah pernah buang hajat di bawah pohon kurma sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, padahal tanpa diragukan lagi kalau pohon itu memiliki naungan tentunya.
Hadist di atas menjadi dalil haramnya buang hajat di jalanan manusia dan tempat bernaungnya mereka, karena hal itu akan mengganggu kaum Muslimin dengan menyebabkan orang yang melewatinya terkena najis, mencium bau busuk dan jijik karena kotorannya.
Dari Abu sa’id al-Himyari, dari Mu’adz bin Jabal rodiyaallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
اتقوا الملاعن الثلاثة: البراز في الموارد وقارعة الطريق والظل
Artinya:
‘’Takutlah kalian terhadap tiga perkara yang mengundang laknat! Buang air besar di sumber air, jalanan dan tempat berteduh.’’[8]
Yang dimaksud dengan al-Mawarid adalah tempat saluran dan jalan ke sumber air, bentuk tunggalnya adalah mawarid. Sedangkan yang dimaksud dengan Qari’ah ath-Thariq ialah tengah jalan, dinamakan demikian karena orang-orang yang lewat (menginjaknya) dengan sandal dan kaki mereka, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Ruslan. Adapun yang dimaksud dengan azh-Zhill adalah tempat berteduhnya manusia dan tempat yang mereka jadikan untuk tidur siang dan istirahat padanya, bukan setiap tempat teduh.[9]
Demikian kesalahan orang ketika buang hajat part 2, semoga kita bisa mengamalkan ilmu-ilmu yang telah kita dapat, agar tidak sia-sia kehidupan di hari kelak dengan mengikuti perintah dan larangan Nabi kita yaitu Nabi Muhammad. Barokallahhufikum…
Referensi:
kesalahan-kesalahan umum dalam SHALAT lengkap dengan koreksinya, karya: Abu Ammar Mahmud Al-Misri.
Peringkas: NENSI LESTARI (UMMU SALMA ATIKAH HASNA) pengajar di Ponpes Darul Qur’an wal Hadist OKU Timur Sumsel.
[1] Ad-Din al-Khalish, 1/214
[2] Diriwayatkan oleh al-Bukhari,1/214, dan Muslim,no.264
[3] Tuhfah al-Ahwadzi,1/59, yang dinukil dari Akhtha al-mushallin.
[4] Diriwayatkan oleh Ahmad,5/82,Abu Dawud,1/29, dan an-Nasa’i, 1/118
[5] Nail al-Authar,1/112
[6] As-Sunnah wa al-Bid’ah, karya Dr.Fu’ad Mukhaimir,1/118
[7] Diriwayatkan oleh Muslim, kitab ath-Thaharah,1/68,dan Ahmad 2/372
[8] Diriwayatkan oleh Abu Dawud 1/62, Ibnu Majah 1/328, dan dihasankan oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil.
[9] Nail al-Authar,1/112-113
Baca juga :
Leave a Reply