KELOMPOK PALSU (MENYIMPANG) DALAM MENCINTAI AHLUL BAIT
Banyak orang berpandangan bahwamadzhab para Ahlul Bait adalah aliran Syi’ah Rafidhah. Akibatnya, sebagian orang membenci Ahlul Bait. Ini adalah persepsi yang salah dan keliru. Anggapan tersebut merupakan penghinaan dan pencemaran nama baik Ahlu Bait, seakan-akan mereka merupakan para penyeru kepada bid’ah dan khurafat. Hal tersebut sangat bertolak-belakang dengan fakta sebenarnya. Karena, para Ahlul Bait tersebar di berbagai belaahan dunia sesuai dengan menyebarnya agama Islam ke berbagai penjuru dunia. Dan mereka menganut mazhab yangberkembang di tengah-tengah masyarakat di mana tempat mereka tinggal.
Imam Syaukani Rahimahullah berkata: “Sesungguhnya mereka (para Ahlul Bait) telah terpencar-pencar di berbagai tempat. Mereka tinggal di berbagai negeri yang berjauhan. Masing-masing dari mereka mengikuti madzhab negeri di mana mereka tinggal”[1].
Jika kita mencoba mengenal biografi para ulama Ahlus Sunnah, niscaya akan kita dapati tidak sedikit di antara mereka berasal dari kalangan Ahlul Bait. Mereka adalah para penegak agama dan para pejuang yang memerangi berbagai bentuk bid’ah dan kesesatan serta para pelakunya. Demikian pula, jika kita mengenal pusat-pusat kajian Ahlus Sunnah yang menyebarkan ilmu di Yaman, niscaya akan kita temui disana para Syaikh dan da’i yang menyebarkan ilmu adalah dari kalangan Ahlul Bait. Melalui keberadaan mereka disana, banyak sekali manusia yang mendapati hidayah menuju jalan yang lurus.
Para Ahlul Bait tidak pernah memiliki madzhab tertentu. Seperti yang tuturkan oleh Sahabat ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahuan ketika menjawab pertanyaan salah seorang sahabat yaitu Abu Juhaifah Radhiyallahuan, “Apakah kalian memiliki sesuatu yang tidak terdapat dalam al-Qur’an?” Pada kali yang lain ia bertanya.”Apakah kalian memiliki sesuatu yang tidak ada pada manusia lain?”Jawab ‘Ali Radhiyallahuan,”Demi Dzat yang menumbuhkan biji-bijian danyang menciptakan jiwa. Kami tidak memiliki kecuali apa yang terdapat dalam al-Qur’an, yaitu kecuali pemahaman yang diberikan Allah Subhanahu Wata’ala kepada seseorang tentang kitab-Nya. Dan apa yang ada dalam lembaran ini. Abu Juhaifah Radhiyallahuan bertanya , “Apa yang ada dalam lembaran tersebut ?” Jawab ‘Ali Radhiyallahuan,”Hukum diat,hukum tentang pembebasan tawanan, dan tidak bolehnya dibunuh seseorang (Muslim) lantaran membunuh seorang kafir”[2].
Dalam jawaban ‘Ali Radhiyallahuan diatas terbukti segala kebohongan tentang adanya wasiat untuk ‘Ali Radhiyallahuan dari rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam secara khusus untuk menjadi khalifah setelahnya. Kemungkinan pertanyaan tersebut diajuukan oleh Abu Juhaifah Radhiyallahuan karena adanya desas-desus tentang wasiat tersebut, sehingga Abu Juhaifah Radhiyallahuan ingin menanyakan secara langsung kepada ‘Ali Radhiyallahuan.
Orang-orang Syi’ah Rafidhah menganggap diri merekalah orang yang paling mencintai Ahlul Bait, sementara selain mereka – dalam pandangan Syi’ah- telah menzhalimi Ahlul Bait. Padahal sebenarnya orang-orang Syi’ah Rafidhah-lah yang sudah menzhalimi Ahlul Bait dengan penganiayaan yang tiada tara. Merekalah yang membuat Ahlul Bait terhina. Mereka telah menipu Ahlul Bait dna menolak riwayat-riwayat hadits yang berasal dari jalur Ahlul Bait. Ini mudah mereka lakukan karena orang-orang Rafidhah sangat terkenal dengan kedustaan dan kebohongannya atas nama Ahlul Bait.
Ditambah lagi, orang-orang Rafidhah membatasi cinta mereka pada sebagian kecil saja dari Ahlul Bait . sedangkan kebanyakan dari orang-orang shaleh dari kalangan Ahlul Bait mereka benci. Bahkan jumlah yang mereka benci jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah yang pura-pura mereka cintai. Mereka membenci keluarga ‘Abbas Radhiyallahuan dan anak keturunannya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan, “Manusia yang paling jauh dari melaksanakan wasiat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam terhadap keluarga beliau adalah orang-orang Syi’ah Rafidhah. Mereka telah memusuhi ‘Abbas beserta keturunannya. Bahkan mereka memusuhi sebagian besar Ahlul Bait dan membantu orang-orang kafir untuk menghabisi mereka”[3]. Mereka telah membantu orang-orang mongolia untuk menghancurkan kekuasaan khilafah ‘Abbasiyah di Baghdad tahun 656 H, dengan tokoh sentralnya Ibnu al-Qami dan Nashiruddin ath-Thusi yang berideologi Syi’ah.
Dua Bentuk Kesesatan Syi’ah Rafidhah
Dalam Mencintai Ahlul Bait:
Pertama: Membatasi Ahlul Bait pada keturunan ‘Ali Radhiyallahuan dan kemudian pada keturunan Husain Radhiyallahuanhu semata.
Kedua: Bersikap ghuluw (berlebihan, ekstrim) dalam mencintai Ahlul Bait.
Berikut ini beberapa contoh tentang sikap berlebihan Syi’ahRafidhah terhadap imam-imam mereka, terutama imam yang dua belas dari Ahlul Bait. Kita ambil contoh dalam kitab Ushul Kafi karangan al- Kulaini[4]. Kedudukan kitab ini di kalangan orang-orang Syi’ah Rafidhah bagaikan Shahih al-Bukhari di tengah Ahlus Sunnah.
Berikut ini cuplikan perkataan Al Kulaini dalam kitabnya Ushul Kafi :
- Halaman :130:
“Bab: Bahwa sesungguhnya para imam ‘alaihimussalam[5] memiliki semua kitab suci yang diturunkan Allah Ta’ala. Dan sesungguhnya mereka mengetahui semuanya sekalipun berbeda-beda bahasanya”.
Ini adalah kebohongan nyata dan bertentangan dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Buat apa kitab-kitab tersebut mereka miliki karena hukum-hukumnya sudah mansukh (tidak berlaku) setelah al-Qur’an diturunkan. Bahkan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam marah ketika melihat ‘Umar bin Khathtab Radhiyallahuan memegang lembaran Taurat. Anggapan bahwa para imam mereka mengetahui segala bahasa kitab-kitab tersebut juga merupakan kebohongan yang nyata Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sendiri tidak mengetahui bahasa bangsa Yahudi, sehingga menyuruh sahabat Zaid bin Tsabit Radhiyallahuan untuk mempelajarinya. Apakah para imam tersebut lebih tinggi derajatnya dari para nabi ? Karena para nabi tidak pernah diturunkan kepada mereka semua kitab yang diturunkan Allah Shallallahu Alaihi Wasallam!
- Halaman: 145:
“Bab: Bahwa sesungguhnya para Imam ‘alaihimussalam mengetahui seluruh ilmu yang diberikan kepada para malaikat, kepada para nabi dan rasul ‘alaihimussalam”.
Ini sangat jelas sekali kebatilannya, karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sendiri tidak pernah mengaku memiliki semua ilmu yang dimiliki malaikat dan para rasul lainnya, sebagaimana firman Allah Shallallahu Alaihi Wasallam : Katakanlah, “Aku tidak mengatakan padamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku,dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku”. (QS. al-An’am/6:50)
- Halaman:147:
“Bab: Bahwa sesungguhnya para imam ‘alaihimussalam mengetahui kapan mereka mati. Dan sesungguhnya mereka tidak akan mati kecuali atas pilihan mereka sendiri”.
Ini adalah kebohongan dan kesyirikan yang nyata, tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui kapan ia mati, sekalipun Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dan kematian itu mutlak berada di tangan Allah Shallallahu Alaihi Wasallam, bukan atas pilihan manusia. Allah Ta’ala berfirman yang artinya: Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui dibumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti (QS.Luqman/29:34)
Bila ajal seseorang telah datang tidak ada seorang yang dapat menolaknya sekalipun ia tidak menghendaki kematian tersebut, bahkan tidak akan bisa ditunda walau sedetik saja. Allah Shallallahu Alaihi Wasallam berfirman :
فإذاجاء أجلهم لا يستأخرون ساعة ولا يستقدمون
Maka apabila telah datang ajal mereka, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya (QS. al-A’raf/7:34)
4.Halaman :149:
“Bahwa sesungguhnya para Imam ‘alaihimussalam mengetahui ilmu apa yang telah terjadi dan ilmu yang belum terjadi. Dan sesungguhnya tidak sesuatu-pun yang tersembunyi atas mereka salawatullahi ‘alaihim”.
Ini adalah kesyirikan yang nyata yaitu meyakini para imam dapat mengetahui hal-hal yang sudah berlalu dan hal-halyang akan terjadi. Allah berfirman:
قل لا يعلم من في السما وا ت وا لأرض الغيب إلا الله وما يشعر ون أيان يبعثون
Katakanlah: “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan (QS.an-Naml/27:65)
Bahkan Allah Ta’ala memerintahkan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam untuk menyatakan bahwa ia tidak mengetahui yang ghaib :
قل لا أقول لكم عندي خزا ئن الله ولا أ علم الغيب ولا أقول لكم إني ملك إن أ تبع إلا ما يو حى إ لي
Katakanlah: “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang di wahyukan kepadaku”. (QS.al-An’am/6:50)
- Halaman:242:
“Bab: Bahwa sesungguhnyabumi seluruhnya adalah milik Imam ‘alaihissalam.
Ini adalah kesyirikan yang nyata ketika meyakini seluruh bumi adalah milik Imam. Bagaimana dengan firman Allah Ta’ala :
إن الارض لله يورثها من يشاء من عباده والعقبة للمتقين
Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah orang-orang yang bertakwa (QS.al-A’raf/7:128)
Sesungguhnya setiap Muslim pasti mengetahui kebatilan dan kebohongan terhadap apa yang disebutkan dalam kitab Ushul Kafi karangan al-Kulaini tersebut. Oleh sebab itu, tidak perlu kita jawab dengan panjang lebar, karena setiap Muslim sudah mengetahui kebatilannya.
Semoga Allah Subhanahu Wata’ala menganugerahi keteguhan hati untuk selalu berada dalam kebenaran kepada kita dan menjauhkan kita dari kesesatan yang nyata. Wallahu a’lam.
Disusun oleh : Ustadz DR. Ali Musri Semjan Putra hafizhahullah Dari majalah As-Sunnah EDISI 02/THN XV/RAJAB 1432H/JUNI 2011M
Diringkas oleh: Riki Irawan (Staf Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)
[1] Lihat Nailul Authar 1/224
[2] HR. Bukhari no (6507)
[3] Lihat Majmu’ Fatawa 4/419
[4] Cetakan yang kami miliki, cetakan 1 tahun 1426H / 2005M, Muassasah al Alami lil Mathbuat, Beirut Libanon
[5] Penyebutan ‘alaihissalam (sholawat kepada para imam) merupakan ciri khas Syi’ah yang menunujukan siakp berlebihan mereka tehadap orang-orang yang mereka daulat sebagai imam. Ibnu katsir Rahimahullah berkata dalam Tafsirnya (6/478), “Jumhur Ulama mengatakan bahwa tidak boleh mengkhususkan sholawat bagi selain para nabi jika nama mereka disebutkan.selain mereka tidak boleh diperlakukan seperti mereka”. Beliau menambahkan, “Ulama lain mengatakan ,”Itu (mengkhususkan sholawat bagi sekain nabi) tidak boleh sebab, sudah menjadi ciri Ahlul ahwa”.)
Baca Juga Artikel:
Leave a Reply