Sungguh, begitu agung pribadi dan watak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. keagungan yang mencerminkan semua kesempurnaan insani dalam sosok seorang manusia, yang tak akan terulang dalam kancah sejarah umat manusia. Berapa banyak manusia besar yang pernah terlahir dari rahim dunia, namun tak ada yang mendekati kebesarannya. Beliau memang sosok yang istimewa, lain dari yang lain. Beliau sosok yang berhati lembut, penuh tawadhu’, berjiwa pemurah, dan pemalu; sampai-sampai beliau ini lebih pemalu dari gadis di pingitannya. Beliau tak suka besar diri, tak suka berbuat lalim kepada yang lain. Beliau adalah anugerah dari Allah; yang Dia berikan oleh Allah kepada yang Dia kehendaki.
Sikap sahabat dan juga musuh terhadap keagungan Rasul
Sifat agung inilah yang membuat para sahabat begitu kagum dan sekaligus mencintai beliau. Ali Bin Abi Thalib radhiallahu anhu berkata: “Barangsiapa yang melihat beliau seketika, ia akan merasa segan kepada beliau. Siapa yang berbaur dengannya atas dasar ia mengenalnya, ia akan mencintainya. Orang yang mensifatinya akan berkata: Belum pernah aku melihat sebelum dan sesudahnya, orang yang seperti beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam .”
Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu anhu; kala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah dan singgah di rumahnya, Abu Ayyub merasa sungkan kalau Rasul harus tinggal di rumahnya di bagian bawah, sedang dia ada di tingkat atas rumahnya. Ia tak berkenan bila harus berjalan di atas kepala Nabi sedangkan Nabi ada di bawahnya! (HR. Muslim).
Bahkan lebih dari itu, saking agung dan berwibanya Rasul, sampai-sampai Amr Bin Ash radhiallahu anhu tak berani untuk menatap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Amr Bin Ash radhiallahu anhu berkata: “Dan aku tak kuasa kalau aku memenuhi matanya menatap beliau, dikarenakan pengagungan terhadap beliau. Dan kalaulah aku diminta untuk mensifati beliau, aku tak akan sanggup. Karena aku belum pernah memuaskan mataku untuk menatap beliau.” (HR. Muslim)
Dan keagungan inilah yang membuat para musuhnya selalu gagal dalam berbuat makar terhadap beiau. Mereka justru akan merasa takut dan tak berdaya menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam . Di antara contohnya adalah riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Ishaq dalam Sirahnya. Ia berkata: “Seseorang dari daerah Irasy datang membawa unta-untanya menuju Mekah. Lalu Abu Jahal membelinya dari orang Irasy tersebut. Namun Abu Jahal mengulur-ulur pembayarannya. Maka datanglah orang dari Irasy tersebut hingga ia berdiri di tempat berkumpulnya kaum Quraisy. Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk di satu sisi Masjid. Orang Irasy berkata: “Wahai sekalian kaum Quraisy! Siapakah kiranya orang yang bisa membantuku (dan mengambilkan hakku) atas Abul Hakam Bin Hisyam (Abu Jahal)? Karena aku ini orang asing di sini, seorang anak musafir. Abu Jahal telah berbuat sewenang-wenang terhadap hakku.” Mendengar itu, kaum yang hadir berkata: “Apa engkau melihat orang itu?” Mereka menunjuk pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam; mengingat mereka tahu permusuhan antara dua orang ini. “Pergilah padanya, ia akan menolongmu atas Abu Jahal!” Mereka ingin mengejek dan mencemooh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam . Maka orang dari Irasy menghampiri hingga berdiri di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang Irasy menyebutkan perkaranya dengan Abu Jahal. Maka Nabi pun bangkit bersama orang tersebut untuk menuju Abu Jahal. Ketika orang-orang melihat bahwa Rasul bangkit bersama orang Irasy, kaum Quraisy berkata kepada seorang lelaki dari kalangan mereka: “Ikuti dia, lihatlah apa yang ia perbuat!”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun keluar hingga mendatangi Abu Jahal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetuk pintu Abu Jahal. Abu Jahal bertanya: “Siapa ini?” Rasul menjawab: “Muhammad. Keluarlah!” Maka Abu Jahal keluar menemui Nabi, sedangkan Abu Jahal pucat pasi mukanya. Tak ada darah yang mengalir padanya. Rasulullah bersabda: “Berikan orang ini akan haknya!” Abu Jahal berkata: “Jangan ke mana-mana, sampai aku memberikan hak untuknya.” Abu Jahal pun keluar dan menyerahkan apa yang menjadi hak orang Irasy ini. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali, dan berkata kepada orang Irasy: Pergilah untuk menunaikan urusanmu!” Orang Irasy pun datang hingga berdiri di majelis Quraisy. Ia berkata: “Semoga Allah membalasnya dengan balasan yang lebih baik. Aku sudah mengambil apa yang menjadi hakku.”
Ketika orang yang mereka kirim untuk melihat apa yang diperbuat Abu Jahal, mereka berkata: “Duhai engkau! Apa yang engkau lihat?” Ia menjawab: “Sesuatu yang sangat menakjubkan. Demi Allah, keadaanya tak lain hanyalah ia mengetuk pintu Abu Jahal, lalu ia pun keluar dengan sosok tanpa disertai nyawanya! Lalu ia (Nabi) berkata: “ Berikan orang ini akan haknya!” lalu Abu Jahal pun memberikannya padanya.
Tidak berselang lama, datanglah Abu Jahal. Mereka mencercanya. Mereka berkata dengan penuh cemooh: “Demi Allah, belum pernah kami melihat hal seperti apa yang engkau perbuat!” Abu Jahal berkata: “Celaka kalian! Demi Allah, dia hanyalah sekadar mengetuk pintuku, dan terdengarlah olehku suara yang membuatku menggigil ketakutan! Sungguh, di atas kepalanya ada seekor unta jantan, belum pernah aku melihat unta seperti badannya (yang besar) dan lehernya (yang begitu panjang) serta gigi taringnya! Demi Allah, kalau aku tak mau membayarnya, ia pasti akan memakanku (memangsaku)!” (Sirah Nabawiyyah; Muhammad Muhammad Abu Syahbah; 2/ 666)
Meski beliau begitu agung dan berwibawa, namun demikian tidaklah beliau menggunakan itu semua untuk membuat orang takut padanya, ataupun merendahkan kemuliaan orang lain. Bahkan sebaliknya. Beliau justru begitu tawadhu’. Pernah seseorang menemui beliau, lalu orang tersebut pun gemetar saking wibawanya Rasul. Ia merasa takut dan menggigil. Namun Rasul yang penuh tawadhu, yang santun dan kasih berkata kepadanya: “Tenanglah engkau. Aku ini bukanlah seorang raja. Aku hanyalah anak dari seorang wanita Quraisy, yang dia memakan dendeng kering.”
Memang benar, ia bukanlah seorang raja. Akan tetapi ia lebih agung dan lebih berwibawa dari para raja. Ia bukanlah peneguasa lalim dan sewenang-wenang. Namun ia adalah rahmat yang dianugerahkan untuk sekalian makhluk.
Adab terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Jangan disangka bahwa beradab terhadap Rosululloh hanya diwujudkan saat berada di hadapan beliau saja. Bahkan menjaga adab terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , terus berlangsung, baik ketika Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, atau bahkan juga saat beliau telah tiada, hingga akhir zaman. Dan ini merupakan hal yang wajib, dan harus dihadirkan dalam kehidupan kita. Bukan adab dalam artian bahwa itu hanyalah hal yang berkaitan dengan sopan santun belaka. Namun lebih dari itu, bahwa itu adalah satu kewajiban. Bila ditinggalkan, akan menorehkan dosa. Karena itulah Alloh berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Alloh dan Rosulnya dan bertakwalah kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujurot: 1)
Ibnu Abbas berkata: artinya adalah janganlah kalian mengatakan hal yang bertentangan dengan Al-Kitab dan As-Sunnah. Jadi, timbanglah ucapan dan perbuatanmu dengan Al-Quran dan As-Sunnah, apakah sesuai atau tidak.
Imam Qurthubi menyatakan, janganlah engkau mendahulukan ucapan kalian atas firman Alloh, jangan pula engkau dahulukan ucapan atau perbuatan kalian atas ucapan dan perbuatan Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kalau ia mengedepankan ucapan dan perbuatannya atas ucapan dan perbuatan Rosul, itu sama saja ia mendahulukan ucapan dan tindakannya atas Alloh. Karena Rosul tidaklah melakukan sesuatu kecuali atas perintah Alloh.
Dan itu tentunya berlaku umum, bukan hanya ketika Rosul masih hidup saja.
Dan di antara bentuk adab kita terhadap Rosul adalah:
1.Mengimani Nabi dan yakin bahwa beliau Rosul terakhir
Ini hal agung yang harus diyakini dengan seyakin-yakinnya. Percaya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , yang diutus untuk sekalian manusia dan semua bangsa. Dan bila tidak percaya, Alloh mengabarkan: “Dan barangsiapa yang tidak beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya maka sesungguhnya Kami menyediakan untuk orang-orang yang kafir neraka yang menyala-nyala.” (QS. Al-Fath: 13)
Namun apalah artinya bila ia percaya kepada Rosululloh, tetapi ia tidak percaya bahwa beliau Rosul dan utusan terakhir?! Karena itu sama saja tidak percaya kepada apa yang telah Alloh tetapkan. Karena itu harus juga meyakini bahwa beliau Rosul dan Nabi terakhir; tak ada Rosul atau Nabi sesudahnya. Alloh berfirman: “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rosulullah dan penutup nabi-nabi.” (QS. Al-Ahzab: 40) Jadi sepeninggal beliau, wahyu dari Alloh telah terputus. Tak ada lagi wahyu kenabian yang diturunkan kepada makhluk-Nya. Dan, semua yang mengaku sebagai nabi setelah beliau, itu semua adalah nabi-nabi palsu, baik yang terdahulu, maupun yang sekarang. Rosul bersabda: “Akan ada dalam umatku 30 orang pendusta, semuanya mengaku sebagai nabi. Padahal akulah Nabi yang paling terakhir, tak ada nabi setelahku.” (HR. Abu Daud, Ahmad, dll)
2.Dengan selalu mentaatinya, mengikuti sunnahnya
Ini merupakan bukti nyata dari keimanannya pada Alloh dan Rosul-Nya. Yaitu agar kita mentaatinya, dan mengikuti sunnahnya serta membelanya. Kita harus berusaha menghidupkan sunnah-sunnah, apalagi yang sudah mulai ditinggalkan banyak orang. Padahal kalau mereka sadar, ketika mereka mengatakan Rosul sebagai suri tauladannya (uswah), maka tak ada jalan lain kecuali dengan mengikuti sunnahnya. Turmudzi Al-Hakim berkata: “Uswah (meneladani Nabi) adalah dengan meneladani beliau dan mengikuti sunnahnya, serta tidak menyelisihi beliau, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan. Terlebih lagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
فَمَنْ رَغِبَ عن سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
“Barangsiapa yang tak suka akan sunnahku, maka ia bukan bagian dariku.” (HR. Bukhori)
Jadi mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk hak Nabi yang paling agung. Oleh karena itulah Alloh berfirman: “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali Imron: 131) Ini menandakan bahwa ada keterkaitan erat antara cinta Alloh dengan cinta kepada Nabi. Maka dari itu, cobalah kita menelisik diri kita, sudah sejauh mana bukti pengakuan kita akan cinta kita kepada Alloh dan Rosul-Nya!
Dan konsekuensinya adalah agar kita menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak diajarkan Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ibadah. Kita hidupkan sunnah, dan kita matikan bid’ah. Karena orang yang menghidupkan sunnah yang telah ditinggalkan orang, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya tanpa mengurangi sesuatupun dari pahala mereka.
3.Mendahulukan kecintaan dan pengagungan terhadap Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada kecintaan terhadap makhluk lainnya
Bahkan ia harus lebih mencintai Rosul daripada dirinya sendiri. Seperti halnya Umar yang mengungkapkan ia mencintai Rosul melebihi cintanya pada yang lain selain dirinya sendiri. Namun Rosul meluruskan: “Tidaklah salah seorang dari kalian beriman, hingga aku lebih ia cintai daripada dirinya sendiri.” (HR. Bukhori)
4.Memberikan loyalitas kepada orang yang loyal pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan memusuhi orang yang memusuhinya
Ini satu hal yang harus dicamkan dengan baik. Alloh berfirman: “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Alloh dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Alloh dan Rosul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (QS. Al-Mujadalah: 22) Jadi, orang yang cinta Alloh dan Rosul, ia adalah orang yang kita cintai, di manapun ia berada. Dan orang yang memusuhi Alloh dan Rosul, itulah musuhku.
5.Menyokong dan mengagungkan beliau, juga bersholawat serta salam padanya
Alloh berfirman: “Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya, menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (Al-Fath [48]: 8 – 9)
Kata-kata menguatkan dan membesarkan-Nya, di samping tertuju pada Alloh, juga bisa tertuju pada Rosul-Nya. Jadi kita menyokong Rosul dan mengagungkan beliau n . Adapun tasbih dalam ayat, hanya tertuju pada Alloh. Dan juga perlu diingat, agar kita tidak terjatuh dalam pengagungan terhadap Rosu shallallahu ‘alaihi wa sallam l dengan melebihi batas. Rosul mengingatkan: “Janganlah kalian menyanjungku seperti halnya kaum nasrani menyanjung Isa Bin Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya semata. Katakanlah tentangku: hamba Alloh dan Rosul-Nya.”
Dan kita diperintahkan untuk bersholawat pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam . Rosul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang bersholawat padaku satu kali sholawat, maka Alloh akan bersholawat untuknya 10 kali, menggugurkan darinya 10 kesalahan, dan mengangkat 10 derajat.” (HR. Ahmad)
Ini di antara bentuk keagungan Rosul shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bagaimana kita menyikapinya. Agar kita benar-benar bisa menghadirkannya dalam hidup kita, sehingga kita bisa meraih kecintaan dari Alloh.
Sumber Majalah Lentera Qolbu Tahun ke- 2 Edisi 9
Leave a Reply