Kaidah-Kaidah Dalam Tazkiyatun Nufus

kaidah dalam tazkiyatun nufus

Kaidah-Kaidah Dalam Tazkiyatun Nufus – Segala puji bagi Allah Yang disifati dengan sifat-sifat yang Agung, sifat sifat Sombong, dan sifat Sempurna yang disucikan dari sekutu, kekurangan, penyerupaan, persamaan, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Dia-lah yang maha sendiri dengan Keesaan-Nya, yang berhak diesakan dalam hal ibadah dalam setiap keadaan.

Dan mudah-mudahan Allah memberikan shalawat kepada Nabi Muhammad, para Shahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya dalam masalah aqidah, akhlak, perkataan, serta perbuatan.

Ada beberapa kaidah yang harus diperhatikan oleh seorang muslim dalam tazkiyatun nufus, diantaranya :

1. Sucinya jiwa seseorang berada di tangan Allah

Tidak mungkin seseorang akan suci hatinya kecuali kehendak Allah Ta’ala. Sebagaimana Firman Allah yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya dia (setan) menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan mungkar. Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-nya kepadamu, niscaya tidak seorang pun di antara kamu bersih (dari perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur: 21)

Apabila seseorang ingin bersih hatinya dan diberikan ketakwaan oleh Allah Ta’ala, maka berdo’alah dan memohon kepada Allah agar Allah membersihkan hatinya.

2. Tazkiyatun nufus (penyucian jiwa) tidak mungkin diperoleh kecuali dengan menempuh petunjuk dan jalan yang telah ditempuh Rasulullah.

Setiap jalan atau cara atau ibadah yang tidak mengikuti syariat yang dibawa oleh Rasulullah pasti tertolak. Beliau Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

Artinya: “Barang siapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)

Semua yang membawa manusia ke Surga, Nabi sudah jelaskan. Begitu juga semua yang membawa ke Neraka, Nabi sudah jelaskan. Begitu pula tentang cara membersihkan hati, Nabi sudah jelaskan.Oleh karena itu, di dalam Islam tidak ada istilah tashawwuf, Thariqat, semedi, bertapa, dan lain sebagainya, dalam membersihkan hati.

Prinsip dalam tazkiyatun nufus adalah Al Quran dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih, bukan berdasarkan ra’yu (rasio), perasaan, atau adat-istiadat, atau banyaknya orang, atau yang lainnya.

3. Wajib bagi seorang hamba untuk bersungguh-sungguh dalam tazkiyatun nufus

Seorang muslim wajib berusaha semaksimal mungkin untuk membersihkan hatinya dari berbagai macam kotoran-kotoran hati yang merusak hatinya. Seseorang tidak boleh menganggap diri dan hatinya bersih atau bersikap “sok suci”.

Allah Ta’ala berfirman,

ألم تر إلى الذين يزكون أنفسهم، بل الله يزكى من يشآء ولا يظلمون فتيلا

Artinya: “Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya suci(orang Yahudi dan Nasrani)?  Sebenarnya Allah menyucikan siapa Dia kehendaki dan mereka tidak dizhalimi sedikit pun.” (QS. An-Nisaa’: 49)

4. Tazkiyatun nufus (penyucian jiwa)  harus dilakukan dengan dua perkara, yaitu lahir dan batin

Seorang muslim wajib berusaha untuk membersihkan dirinya, baik lahir maupun batin. dan Allah mencintai orang-orang yang suka membersihkan dirinya.

وثيابك فطهر

Artinya: “Dan bersihkanlah pakaianmu.” (QS. Al-Mudatstsir: 4)

Imam Qatadah menafsirkan, ” Bersihkanlah jiwamu dari perbuatan maksiat. ”

Imam Muhammad bin Siirin menafsirkan, ” Pakaianmu engkau bersihkan, cuci dengan air. ”

Muhammad bin Ka’ab al- Qurazhi dan al- Hasan al-Bashri Rahimahullah menafsirkan, ” Hendaklah engkau memperbaiki akhlakmu. ”

Ayat ini mencakup semuanya, yaitu bahwa seorang muslim harus membersihkan dirinya secara lahir maupun batin, membersihkan hatinya dari noda-noda syirik, dan lainnya, membersihkan pakaiannya dan membersihkan ahlaknya.

5. Barangsiapa yang ingin mensucikan jiwanya, maka hendaknya ia menutup diri dari pintu-pintu dan perkara-perkara yang dapat menjauhkan dirinya dari tazkiyatun nufus

Seorang muslim harus berhati-hati dan menjaga dirinya dari fitnah syahwat dan syubhat. Dia harus berhati-hati jangan sampai membuka celah-celah yang akan menjerumuskan dirinya kepada hal-hal yang merendahkan jiwanya dan mengotori hatinya.

Apabila seseorang malas dalam melaksanakan ibadah, seperti menuntut ilmu, shalat yang lima waktu, membaca Al-Qur’an, dan yang lainnya, Maka berhati-hatilah jangan sampai ia terjerumus kepada syahwat. Dan sebaliknya, jika seseorang semangat dalam beribadah namun ia malas melaksanakan Sunnah Nabi, maka ketahuilah dalam dirinya ada syubhat. Dan pada zaman sekarang ini sebab-sebab datangnya syahwat dan syubhat banyak sekali, seperti televisi, film-film, parabola, video, VCD, internet, iklan-iklan, koran koran, majalah majalah porno, buku-buku Syirik dan Bid’ah, serta yang lain sebagainya. Allahul Musta’an, walaa haula wala quwwata illa billah.

6. Pentingnya memilih teman yang baik

Seorang muslim harus berusaha mencari teman yang baik, yang dapat mengingatkannya untuk selalu berbuat kebaikan dan berusaha menjauhkan teman-teman yang buruk.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

لا تصاحب إلا مؤمنا ولا يأكل طعامك إلا تقي

Artinya: ” Janganlah engkau bergaul, kecuali dengan orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu, kecuali orang-orang yang bertaqwa. ” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi)

Beliau Shallallahu Alaihi Wasallam juga bersabda,

الرجل على دين خليله؛  فلينظر أحدكم من يخالل

“Artinya: “Seseorang dilihat dari agama sahabat karibnya, maka hendaklah salah seorang diantara kalian melihat dengan siapa ia bersahabat. ” (HR. Abu Dawud)

Oleh karena itu, siapa saja yang ingin mensucikan jiwanya, maka hendaklah ia memilih teman-teman yang baik yaitu yang dapat memotivasi dan mendukung untuk melakukan amal-amal shalih.

7. Wajib diketahui bahwa para Rasul diutus untuk membersihkan jiwa manusia, dan seluruh perintah syari’at bertujuan untuk membersihkan hati manusia agar manusia mentauhidkan Allah, menjauhkan syirik, dan agar manusia bertakwa kepada Allah.

8. Hidup dan bercahayanya hati merupakan pokok segala kebaikan, adapun mati dan gelapnya hati adalah pokok segala keburukan

Yang wajib dipahami bahwa pokok dan sumber segala kebaikan dan kebahagiaan seorang hamba adalah kesempurnaan hidup dan adanya cahaya. Dan hakikat hidup adalah hidupnya hati.

Sekian ringkasan artikel yang saya buat, semoga bermanfaat untuk saya sendiri dan orang lain yang membacanya.

 

REFERENSI :

Ditulis oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas,

Judul buku Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam Tazkiyatun Nufus,

penerbit PUSTAKA AT-TAQWA, jumadal Akhirah 1441 H/ Februari 2020,

Diringkas oleh Eva Purnama Sari (Fathiyah).

 

BACA JUGA:

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.