JALAN KE SURGA BAGI ORANG MISKIN
Kita menyadari bahwa manusia didunia sangat beragam, ada yang kaya dan ada yang miskin, ada yang tua dan ada yang muda, ada tang menjadi raja dan ada yang menjadi rakyat jelata, semuanya telah di tentukan oleh Allah Subhanahu wata’ala. Dan semuanya sama disisi Allah, tiada perbedaan kecuali dalam hal Taqwa. Maka dari itu sebagai tolak ukur adalah dalam hal ketaqwaan, jika seseorang kaya raya tapi tidak bertaqwa kepada Allah maka tetap saja ia menjadi hina disisi Allah.
Berikut ini bagaimana tentang orang-orang miskin yang ingin menempuh jalan menuju ke surga.
Dalam hadits shahih disebutkan:
عَنْ أَبِى ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَيْضًا أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- قَالُوا لِلنَّبِىِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ. قَالَ « أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ « أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ » رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Dzarr radhiyallahu‘anhu, ia berkata bahwa ada sejumlah orang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah pergi dengan membawa pahala yang banyak, mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian jalan untuk bersedekah? Sesungguhnya setiap tasbih merupakan sedekah, setiap takbir merupakan sedekah, setiap tahmid merupakan sedekah, setiap tahlil merupakan sedekah, mengajak pada kebaikan (makruf) adalah sedekah, melarang dari kemungkaran adalah sedekah, dan berhubungan intim dengan istri kalian adalah sedekah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana bisa salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya lalu mendapatkan pahala di dalamnya? Beliau bersabda, “Bagaimana pendapat kalian seandainya hal tersebut disalurkan di jalan yang haram, bukankah akan mendapatkan dosa? Demikianlah halnya jiak hal tersebut diletakkan pada jalan yang halal, maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 1006]
FAIDAH HADITS:
- Perlombaan para sahabat Nabi shallahu ‘alaihi wasallam dan sikap saling mendahului satu sam lain dalam hal kebaikan dan amal shalih. Sebab dalam hadits ini mereka datang menghadap Nabi shallahu ‘alaihi wasallamdan berkata: Bahwa telah pergi orang kaya dengan membawa pahala mereka. Dan mereka tidak bermaksud hasad, akan tetapi ingin supaya Rosulullah shallahu ‘alaihi wasallam membuka bagi mereka pintu amal sehingga bisa mendahului orang-orang kaya.
- Para sahabat Nabi shallahu ‘alaihi wasallam mempergunakan harta mereka dalam hal kebajikan di dunia dan akherat, yaitu dengan bershodaqoh.
- Dalam amal badaniyyah (yang dilakukan anggota tubuh) baik yang kaya maupun yang miskin bisa melakukanya. Berdasarkan perkataan mereka: “ mereka sholat sebgaimana kami sholat, berpuasa sebagaimana kami puasa, orang kaya pun demikian seperti kami, dan terkadang pelaksanaan orang fakir lebih bagus dan sempurna daripada orang kaya.
- Rasululloh shallahu ‘alaihi wasallam telah membuka pintu kebaikan bagi orang-orang Sabda Nabi shallahu ‘alaihi wasallam:
إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
” Sesungguhnya setiap tasbih merupakan sedekah, setiap takbir merupakan sedekah, setiap tahmid merupakan sedekah, setiap tahlil merupakan sedekah, mengajak pada kebaikan (makruf) adalah sedekah, melarang dari kemungkaran adalah sedekah, dan berhubungan intim dengan istri kalian adalah sedekah.” (HR. Muslim dalam Shahihnya)
Dua syarat ketika beramar ma’ruf (mengajak untuk berbuat baik)
Pertama: Seorang yang menyuruh kepada yang ma’ruf hendaknya mengetahui dengan pasti bahwa hal tersebut ma’ruf (kebaikan). Apabila ia jahil, maka dirinya tidak boleh mengatakannya. Sebab jika ia menyuruh sesautu yang tidak diketahuinya berarti telah berkata atas allah dengan sesuatu yang tidak diketahui.
Kedua: Hendaknya ia tahu bahwa orang yang diperintahkannya telah meninggalkan yang ma’ruf, apabila ia tidak mengetahui dirinya telah meninggalkan yang ma’ruf hendaknya ia meminta penjelasan terlebih dahulu. Dalilnya: Seorang yang langsung duduk, dan nabi saat itu sedang berkhutbah jumat, maka nabi shallahu ‘alaihi wasallam bertanya “ apakah anda sudah sholat? Ia menjawab belum. Barulah beliau menyuruh bangun dan sholatlah dua roka’at.
Syarat-syarat ketika nahyul mungkar (mencegah dari kemungkaran)
Pertama: Anda telah mengetahui bahwa kemungkaran ini berdasarkan dalil syar’i, bukan berdasarkan perasaan, kebiasaan, cemburu, bukan pula hanya berdasarkan sekilas pengilhatan anda bahwa hal itu kemungkaran, atau dikatakan mungkar, sebab terkadangan ada seorang yang mengingkari sesuatu yang dianggapnya sebegai kemungkaran padahal sebenarnya ma’ruf.
Kedua: Anda telah mengatahui bahwa seorang yang anda ajak bicara terjatuh dalam kemungkaran, jika anda belum mengetahuinya maka tidak boleh anda mengingkarinya, sebab jika anda tetap melakukanya tanpa mempertimbangkan hal ini, berarti anda terhitung tergesa-gesa. Misalnya , apabila anda melihat sorang yang minum pada saat bulan romadhon, jangan anda melaranganya atau menghardiknya sebelum anda bertanya, “apakah anda musafir atau bukan” sehingga kita tidak salah dalam melakukan nahyul mungkar.
Ketiga: Kemungkaran yang diingkari tidak akan berubah menjadi kemungkaran yang lebih besar dari yang diingkari. Apabila seperti itu jadinya maka pengingkaran hal itu menjadi haram hukumnya, karena mengubah kemungkaran yang ringan menjadi kemungkaran yang lebih besar.
Masalah ini terbagi lagi menjadi empat bagian:
Pertama: Kemungkaran hilang secara total
Kedua: Menjadi lebih ringan
Ketiga: Berubah menjadi yang semisalnya
Keempat: Berubah menjadi kemungkaran yang lebih dahsyat
Pertama dan kedua: Wajib bagi anda melakukan nahyul mungkar, ketiga: Maka ini perlu kecermatan, apakah lebih mengarah kapda maslahat yang banyak atau sebaliknya, keempat: Hal ini menjadi terlarang.
Firman Alloh ta’ala:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَان
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan maksiat “ (QS. Al-Maa-idah: 2 )
Firman Alloh ta’ala:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُون
“Dan hendaklah ada diantara kalaian segolongan umat yang menyeru kapda kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegak dari yang mungkar, mereka itulah orang-orang yang berungtung”. (QS. Ali ‘imron: 104)
- Bagusnya metode Nabi shallahu ‘alaihi wasallam dimana beliau memberikan permisalan yang menjadikan lawan bicara menjadi puas, dan ini termasuk metode yang bagus dalam pendidikan yaitu dengan memahamkan perkara yang hissi (indrawi) dengan penerimaan akal. Hal itu dalam sabda beliau: “Bagaimana pendapat kalian seandainya hal tersebut disalurkan di jalan yang haram. Bukankah baginya dosa? Demikianlah halnya jika hal tersebut diletakkan pada jalan yang halal, maka ia mendapatkan pahala.
- Qiyas (analogi) termasuk hujjah (metode beragumen), dan Qiyas dengan sesuatu yang serupa, banyak sekali dan tidak sulit. Yaitu mengqiyaskan sesuatu dengan hal lain untuk menentukan hukumnya, seperti dikatakan: Perkara ini wajib sebab diqiyaskan dengan perkara ini, atau: ini diharamkan karena diqiyaskan dengan ini, misal uang rupiyah di qiyaskan kepada dirham dan dinar, makanan pokok, dll. Begitu juga Qiyas ‘aksi (dengan sabaliknya) dibenarkan juga, sebab Nabi shallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits ini mengqiyaskan dengan Qiyas ‘aksi, artinya: Jika syahwat yang dilampiaskan dalam hal yang haram dikatakan dosa, maka sebaliknya, syahwat yang dilampiaskan pada yang halal maka padanya terdapat pahala.
- Mencukupkan diri dengan yang halal dariperbuatan yang haram menjadikan yang halal bernilai ibadah dan shodaqoh.
Hadits yang berkaitan dengan shodaqoh
sabda Nabi shallahu ‘alaihi wasallam:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ، كُلُّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ، وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ، وَبِكُلِّ خُطْوَةٍ تَمْشِيْهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ وَ تُمِيْطُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ صَدَقَةٌ
“Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata: Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: Setiap anggota tubuh manusia wajib disedekahi, setiap hari dimana matahari terbit lalu engkau berlaku adil terhadap dua orang (yang bertikai) adalah sedekah. Engkau menolong seseorang yang berkendaraan, lalu engkau bantu dia untuk naik kendaraanya atau mengangkatkan barangnya adalah sedekah. Ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah ketika engkau berjalan menuju shalat adalah sedekah dan menghilangkan gangguan dari jalan adalah sedekah. ”( HR. Bukhari dan Muslim)
SUMBER: Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-‘Utsaimin, Syarahul arba’in an-nawawiyyah, Penerbit pustaka ibnu katsir, Cetakan 2010.
Ditulis Oleh: BIRRU NINDA HAMIDI (Pengajar di Rumah Tahfidz Umar Bin Al Khaththab Muara Dua Prabumulih)
Baca Juga Artikel:
Leave a Reply