Islam dan Liberalisme
Liberalisme adalah sebuah istilah asing yang diambil dari bahasa Inggris, yang berarti kebebasan. Kata ini kembali kepada kata”Liberty” atau “Liberte” menurut bahasa perancis, yang bermakna bebas. Istilah ini datang dari Eropa. Para peneliti, baik dari mereka maupun dari yang selainnya berselisih dalam mendefinisikan pemikiran ini. Namun , seluruh definisi kembali kepada pengertian kebebasan dalam pandangan Barat. T he World Book Encyclopedia menuliskan pembahasan Liberalism, bahwa istilah ini dianggap masih samar, karena pengertian dan pendukung-pendukungnya berubah dalam bentuk tertentu dengan berlalunya waktu.
Syaikh Sulaiman al-Khirasyi menyebutkan, liberalisme adalah madzhab pemikiran yang memperhatikan kebebasan individu. Madzhab ini memandang, wajibnya menghormati kemerdekaan individu, serta berkeyakinan bahwa tugas pokok pemerintah ialah menjaga dan melindungi kebebasan rakyat, seperti kebebasan berfikir, kebebasan menyampaikan pendapat, kebebasan kepemilikan pribadi, kebebasan individu, dan sejenisnya.
ASAS PEMIKIRAN LIBERAL
Secara umum, asas liberalisme ada tiga, Yaitu kebebasan, individualisme, dan rasionalis (‘aqlani, mendewakan akal).
Asas pertama, kebebasan. Yang dimaksud dengan asas ini, ialah setiap individu bebas melakukan perbuatan. Negara tak memiliki hak mengatur. Perbuatan itu hanya dibatasi oleh undang-undang yang dibuat sendiri, dan tidak terikat dengan aturan agama. Dengan demikian, liberalisme merupakan kata lain dari sekulerisme, yaitu memisahkan dari agama dan membolehkan lepas dari ketentuan agama. Sehingga asas ini memberikan kebebasan kepada manusia untuk berbuat, berkata, berkeyakinan, berhukum sesukanya tanpa dibatasi oleh syari’at Allah. Manusia menjadi tuhan untuk dirinya dan penyembah hawa nafsunya. Manusia terbebas dari hukum, dan tidak diperintahkan mengikuti ajaran Ilahi.
Padahal Allah telah berfirman:
قل إن صلاتى ونسكى ومحياي ومماتى لله رب العالمين. لا شريك له, وبذلك أمرت وأنا أول المسلمين.
Katakanlah: “ Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri(kepada Allah)”. (QS. Al-An’am/6:162-163)
Asas kedua, individualisme (al-fardhiyah).
Dalam hal ini meliputi dua pengertian:
Pertama, dalam pengertian ananiyah (keakuan) dan cinta diri sendiri. Pengertian inilah yang menguasai pemikiran masyarakat eropa sejak masa kebangkitannya hingga abad ke- 20 masehi.
Kedua, dalam pengertian kemerdekaan pribadi. Ini merupakan pemahaman baru dalam agama liberal yang dikenal dengan pragmatisme.
Asas ketiga,rasionalisme (aqlaniyyun, mendewakan akal).
Dalam artian akal bebas dalam mengetahui dan mencapai kemaslahatan dan kemanfaatan tanpa butuh kepada kekuatan diluarnya.
Hal ini dapat tampak dari hal-hal berikut:
- Kebebasan adalah hak-hak yang dibangun diatas dasar materi bukan perkara diluar materi yang dapat disaksikan( abstrak). Dan cara mengetahuinya adalah dengan akal, panca indera dan percobaan.
- Negara dijauhkan dari semua yang berhubungan dengan keyakinan agama, karena kebebasan menuntut tidak adanya satu yang pasti; karena tidak mungkin mencapai hakikat sesuatu kecuali dengan perantara akal dari hasil percobaan yang ada. Sehingga –menurut mereka- manusia sebelum melakukan percobaan tidak mengetahui apa-apa sehingga tidak mampu untuk memastikan sesuatu. Ini dinamakan ideologi toleransi. Hakikatnya adalah menghilangkan komitmen agama, karena ia memberikan manusia hak untuk berkeyakinan semaunya dan menampakkannya serta tidak boleh mengkafirkannya walaupun ia seorang mulhid (menentang Allah dan Rasul-Nya). Negara berkewajiban melindungi rakyatnya dalam hal ini, sebab negara –versi mereka- terbentuk untuk menjaga hak-hak asasi setiap orang. Hal ini menuntut negara terpisah total dari agama dan madzhab pemikiran yang ada. Ini jelas dibuat oleh akal yang hanya beriman kepada perkara kasat mata. Sehingga menganggap agama itu tidak ilmiyah dan tidak dapat dijadikan sumber ilmu. Ta’ allallahu ‘Amma Yaquluna ‘ Uluwaan kabiran (Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka ucapkan).
- Undang-undang yang mengatur kebebasan ini dari tergelincir dalam kerusakan –versi seluruh kelompok liberal- adalah undang-undang buatan manusia yang bersandar kepada akal yang merdeka dan jauh dari syari’at Allah. Sumber hukum mereka dalam undang-undang dan individu adalah akal.
ISLAM DAN LIBERAL
Dari pemaparan diatas jelaslah bahwa Liberal hanyalah bentuk lain dari sekulerisme yang dibangun diatas sikap berpaling dari syari’at Allah, kufur kepada ajaran dan petunjuk Allah dan Rasul-Nya serta menghalangi manusia dari jalan Allah. Juga memerangi orang-orang shalih dan memotivasi orang untuk berbuat kemungkaran, kesesatan pemikiran dan kebejatan moral manusia dibawah slogan kebebasan yang semu. Sebuah kebebasan yang hakikatnya adalah mentaati dan menyembah syaithan.
LIBERAL DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM
Liberalisme adalah pemikiran asing yang masuk kedalam Islam. Pemikiran ini menafikan adanya hubungan kehidupan dengan agama sama sekali. Pemikiran ini menganggap agama sebagai rantai pengikat kebebasan sehingga harus dibuang jauh-jauh. Para perintis dan pemikir Liberal yang menyusun pokok-pokok ajarannya dalam semua marhalah dan sepanjang masa telah membentuk liberal berada diluar garis seluruh agama yang ada dan tidak seorangpun dari mereka yang mengklaim adanaya hubungan dengan satu agama tertentu walaupun agama yang meyimpang.
Sehingga Liberalisme sangat bertentangan dengan Islam. Tidak sedikit pembatal-pembatal ke-Islaman yang terkandung dalam arus ideologi satu ini. Diantaranya:
- Kekufuran
- Berhukum dengan selain hukum Allah
- Menghilangkan aqidah al-Wala’ dan bara’
- Menghapus banyak sekali ajaran dan hukum Islam.
Sehingga para Ulama’ menghukuminya sebagai kekufuran sebagaimana tertuang dalam fatwa Syaikh al-Fauzan .
ADAKAH ISLAM LIBERAL?
Sungguh amat mengherankan masih juga ada yang ingin menggabungkan antara liberal dengan Islam, padahal jelas tidak mungkin! Sehingga bila ada yang menyatakan, “ Saya adalah muslim Liberal” atau istilah “jaringan Islam Liberal” ini adalah satu perkara yang kontradiktif. Ironisnya, orang yang disebut proffesor atau intelektual tidak tahu atau pura-pura tidak tahu tentang hal ini. Wallahu al-Hadi ila Shirath al-Mustaqim.
REFERENSI:
Ditulis oleh Ustadz Kholid Syamhudi, Hafizhohullah dari majalah as-Sunnah Edisi 05 TH. XII SYA’BAN 1429/ AGUSTUS 2008.
Diringkas oleh: KHOIRIL BARIYAH (IMAH II)
Baca Juga Artikel:
Leave a Reply