GAJI KONTRAK BERAKTING-Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya dan meminta pertolongan, pengampunan dan petunjuk-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan keburukan amal kita. Barang siapa mendapat petunjuk dari Allah maka tika nada yang menyesatkannya, dan barang siapa yang sesat maka tidak ada pemberi petunjuknya baginya. Aku bersaksi bahwa tiada Illah yang berhak di ibadahi dengan benar melainak Allah dan bahwa Muhammad adalah Hamba dan Rasulnya. Ammaa ba’du
HUKUM SENI PERAN
Muhammad Musa dalam tesisnya yang berjudul “Alhakam at-Tamtsil fil Fiqh Islami” menyimpulkan bahwa para ulama kontemporer sepakat mengharamkan akting (seni peran) yang mengandung kerusakan akhlak, mempertontonkan hal-hal yang mengundang syahwat, dengan adegan porno, anjuran mengikuti cara hidup orang kafir; dari sisi berpakaian dan adat istiadat, mengucapkan kata-kata yang mengandung kemusyrikan dan kekafiran, merendahkan derajat kaum muslimin dan melecehkan para ulama, tersirat ajakan melakukan kejahatan, kekerasan dan pemikiran-pemikiran yang menyesatkan.
Juga para ulama sepakat mengharamkan peran sebagai seorang malaikat, Nabi atau sahabat Nabi. Al-Majma’ al-Fiqh al-islami (divisi iqih Rabithah Alam Islami) dalam rapat tahunan ke-8 di Makkah pada tahun 1985 dalam keputusan ke-6 mengharamkan memerankan soosok para Nabi dan para sahabat. Yaitu yang berbunyi:
Bahwa kedudukan Nabi disisi Allah merupakan kedudukan yang mulia begitu juga dihati umat islam… Allah telah mengangkat namanya, meninggikan derajatnya, para malaikat bershalawat kepadanya, dan Allah juga memerintahkan agar bershalawat kepadanya. Telah menjadi kewajiban bagi umat islam menghormati, mengagungkan, memuliakan serta menempatkan Nabi pada tempat selayaknya.
Maka apapun bentuk penghinaan dan merendahkan derajatnya merupakan perbuatan kafir dan murtad dari ajaran islam. Na’udzubillahi.
Dan mengilustrasikan sososk Nabi dengan gambar, film kartun, hukumnya adalah haram, tidak diperbolehkan agama, tidak boleh dibiarkan dengan tujuan apapun atau alasan apapun dan jika terniat menghinakan Nabi maka pelakunya dihukumi kafir.
Hal itu dikarenakan mengandung kerusakan yang besar dan bahaya. Maka para pemerintah khususya pejabat diseluruh kementerian penerangan dan pihak bertanggung jawab terhadap penyiaran, wajib melarang menampakkan sosok Nabi melalui gambar atau pun film pada media cetak dan visual, dalam bentuk ilm, pementasan drama, buku, novel dan lainnya. Serta wajib hukum mengingatkannya dan memusnahkannya.
Begitu halnya para sahabat Nabi mereka memiliki kemuliaan dalam bentuk pembelaan kepada Nabi , berjuang bersama beliau, membela agama, membawa risalah islam kepada kita. Dengan demikian telah sepantasnya untuk memuliakan dan menghormati mereka. Termasuk juga dalam hal ini seluruh para Nabi, haram melakukan hal yang sama terhadap mereka. Oleh karena itu dewan menyatakan haram mengilustrasikan dalam bentuk gambar siapa pun dari orang yang telah disebutkan diatas dan wajib untuk dicegah.
Bila seni peran terbebas dari hal-hal hal yang disebutkan diatas, bagaimanakah memerankan sosok orang lain dalam sebuah produk hiburan? Para ulama kontemporer berbeda pendapat dalam hukum berakting (memainkan sebuah peran) yang terbebas dari hal-hal yang diharamkan.
Pendapat pertama: akting hukumya haram.
Pendapat in didukung oleh asy-Syaikh Abdul Aziz ibn Baz, asy-Syaikh Al-Albani, asy-Syaikh Shalih al-Fauzan dan asy-Syaikh Bakr Abu Zaid.
Dalil pendapat ini bahwa asas akting adalah bohong, dusta, serta tipuan mata, karena seluruh yang terjadi dalam sebuah drama adalah bohong, pelaku, tempat, dan waktu seluruhnya bukanlah yang sebenarnya. Dan bohom hukumnya jelas diharamkan.
Tanggapan: Dalil ini tidak terlalu kuat. Dalil ini disanggah oleh asy-Syaikh al-Utsaimin, beliau berkata, “Memerankan sososk orang lain dalam seni peran tidaklah termasuk dusta, karena pemerannya tidak mengatakan bahwa ‘saya adalah zat orang yang diperankan’, tetapi pemeran hanyalah menirukan serta serta melakonkan sosok orang yang diperankan dan penonton pun tahu akan hal itu.”
Pendapat kedua: Akting hukumnya boleh dan tidak diharamkan, karena seni ini hanyalah sebagai sarana saja. Bila digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan kebaikan maka menjadi suatu hal yang baik. Pendapat ini didukung oleh asy-Syaikh Muhammad Rasyid Ridha, asy-Syaikh al-Utsaimin, asy-Syaikh Dr. Abdullah al-Jibrin, dan Dr. Yusuf al-Qardhawi.
Diantara dalil pendapat ini, sebagai berikut:
Hukum asal perbuatan selain ibadah adalah boleh hingga ada dalil yang mengharamkannya. Seni peran bukanlah sebuah ibadah, karena itu hukumnya boleh selagi tidak ada dalil yang mengharamkan.
Menganalogikan seni peran dengan beberapa kasus yang terjadi pada masa Nabi, diantaranya: penjelmaan malaikat dalam rupa manusia, bahkan rupa sahabat Nabi, sebagiamana diriwayatkan oleh Aisyah bahwa pada saat pengepungan benteng bani Quraizah, Nabi pergi kemudian datang lagi menemui para sahabatnya sambil bertanya, “Apakah tadi ada orang lewat sini?” mereka myang bernama Dihyah al-Kalbi mengendarai unta yang berwarna kelabu.” Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
ليس ذلك بدحية ولكنه جبريل أرسل إلى بني قريظة ليزلهم ويقذف في قلوبهم الرعب
Artinya: “Dia bukanlah Dihyah, itu adalah Malikat Jibril yangvdiutus Allah untuk mengguncang pertahanan orang Yahudi Bani Quraizah dan memberikan ketakutan dalam jiwa mereka.” (HR. Al-Hakim dan dinyatakan shahih oleh adz-Dzahabi)
Penjelmaan Malikat Jibril menjadi sosok yang mirip dengan salah seorang sahabat dapat dijadikan landasan hukum bolehnya memainkan peran orang lain, karena Malikat adalah hamba Allah yang tidak pernah melanggar perintah Allah. Jika memainkan peran sebagai sosok orang lain diharamkan, tentulah malaikat jibril tidak akan melakukannya.
- Peristiwa seorang sahabat yang berpura-pura menyantap makanan dihadapan tamunya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa suatu malam Rasulullah kedatangan seorang tamu, lalu beliau memberi tahu istri-istrinya untuk menyiapkan makanan. Mereka menjawab bahwa tidak ada makanan dirumah. Maka Rasulullah mengatakan kepada para sahabat, “Siapa yang mau menjamu tamu ini?”
Seorang Anshar menyanggupinya dan membawa tamu tersbut kerumahnya. Ia berkata kepada istrinya, “Muliakanlah tamu Rasulullah”
Istrinya berkata, “yang ada hanyalah makan malam anak kita.” Suaminya berkata, “Siapkanlah makanan tersebut lalu nyalakan lampu, lalu tidur kan anak-anak jika mereka minta makan.”
Sang istri melakukan perintah suami, menyiapkan makanan dan menyalakan lampu. Setelah makanan berada dihadapan tamu, ia menidurkan anak-anak. Kemudia ia berpura-pura memperbaiki lampu dengan maksud memadamkannya.
Dalam keadaan gelap, tamunya makan dan mereka berdua memperlihatkan kepada tamunya bahwa seolah-olah mereka juga makan bagian mereka. Malam berlalu dan mereka tidur dalam keadaan lapar. Dipagi hari sahabat ini menemui Rasulullah beliau Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
ضحك الله الليلة أو عجب من فعلكما
Artinya: “Sesungguhnya Allah tertawa atau kagum dengan perbuatan kalian berdua tadi malam.” Lalu Allah menurunkan firman-nya:
والذين تبوءو الدار والإيمان من قبلهم يحبون من هاجر إليهم ولا يجدون في صدورهم حاجة مما أوتوا ويؤثرون على أنفسهم ولو كان بهم خصاصة ومن يوق شح نفسه فأولئك هم المفلحون
Artinya: “Dan mereka (orang-orang Anshar) mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. ( QS. Al-Hasyr: 9)
Perbuatan suami istri tadi dengan berpura-pura menyantap makanan dihadapan tamunya dapat dikategorikan akting, dan Allah memuji perbuatan mereka. Ini berarti perbuatan seri peran adalah boleh. Wallahu A’lam pendapat yang membolehkan seni peran lebih kuat berdasarkan dalil-dalil yang mereka kemukakan.
HUKUM UPAH KONTRAK BERAKTING
Dari penerapan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa berakting dapat dikelompokkan menjadi dua bagian:
Pertama: Akting yang disertai hal-hal yang haram
Kedua: Akting yang terbebas dari hal-hal yang haram
- Upah berakting yang disertai hal-hal haram
Akting yang disertai hal-hal haram terkadang memang dilakukan langsung oleh aktor/aktris, seperti: tidak menutup aurat, dengan setengah perzinaan, mengucapkan kata yang mengandung kemusyrikan, mengucapkan kata kufur, adegan melakukan ibadah kepada selainAllah, dan lain-lain. Maka hukum upas atas peran ini adalah uang haram. Dasarnya ialah dalil-dali berikut:
- Firman Allah Subhanahu Wata’ala : “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil”. (QS. An-Nisa’: 29)
Dalam ayat diatas Allah melarang memakan harta orang lain dengan cara yang bathil. Dan mengambil upah dari berakting perbuatan haram termasuk memakan harta dengan cara yang bathil, karena cara dia mendapatkan uang denagn cara melakukan akting yang haram yang jelas merupakan perbuatan yang bathil.
- Hadits Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:
إن الله تعالى إذا حرم شيئا حرم ثمنه
Artinya: “Sesungguhnya Allah Ta’ala bila mengharamkan sesuatu berarti Allah juga mengharamkan uang hasilnya.’ (HR. Ibnu Hibban Dan ad-Daruquthni. Hadits ini dinyatakan shahih oleh al-Arnauth)
Hadits diatas tegas menyatakan haram upah dari perbuatan yang haram. Terkadang pemeran tidak langsung melakukan hal-hal yang haram dalam peran yang ia lakonkan tetapi misi utama film tersebut adalah hal-hal yang diharamkan, seperti menyudutkan umat islam. Maka upah dari peran yang ia mainkan sekalipun pada dasarnya dibolehkan, keberadaannya dalam ilm tersebut turut melengkapi hal yang diharamkan, maka hukumnya pun haram.termasuk dalam rangka tolong-menolong dalam dosa.
- Upah berakting yang terbebas dari hal-hal haram
Adapun akting yang terbebas dari hal-hal haram maka upah dari akting tersebut adalah halal. Karena ahli fiqh mensyartakan untuk keabsahan sebuah akad jual beli jasa, bahwa jasa yang diberikan adalah jasa yang boleh dilakukan. Dan juga hukum asal sebuah muamalah adalah halal selagi tidak ada dalil yang mengharamkannya.
Demikian artikel yang bisa saya tulis, semoga bermanfaat bagi para pembaca. Saya mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam penulisan semata itu datang dari diri saya sendiri.
Waallahu A’lam bi shawaab
REFERENSI:
Diambil dari : Bundel AL-FURQON edisi 10 Tahun ke-13, Diambil dari tulisan : Ustadz Dr.
Erwandi Tarmizi, M.A.
Diringkas oleh : Ayesa Artika A, staf pengajar ponpes DQH
Baca juga artikel:
Tata Cara Lafazh Salam Dalam Shalat
Leave a Reply