Detik-Detik Kematian, Penentu Nasib Kehidupan di Akhirat

Detik-detik kematian penentu nasib kehidupan di akhirat

Detik-Detik Kematian, Penentu Nasib Kehidupan di Akhirat – Segala puji hanya bagi Allah, Rabb alam semesta. Kesudahan yang baik bagi orang-orang yang bertakwa. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, Nabi yang termulia. Begitu pula kepada keluarga beliau, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat tiba. Amma badu.

Detik-detik kematian adalah waktu yang paling genting bagi manusia di dalam umurnya. Karena kematian merupakan awal perpindahan dari alam dunia yang kelihatan, yang telah diakrabi dan dikenal oleh manusia, menuju alam ghaib. Alam ghaib akan menjadi nyata dalam kehidupannya yang baru setelah kematiannya. Alam barzakh, adalah alam baru tersebut. Di sana, manusia akan menemui berbagai peristiwa menggentarkan yang jauh berbeda dengan alam dunia yang pernah dialaminya.

Saat detik-detik kematian itu manusia akan melihat malaikat, dia akan mendengar kalimat yang sangat menentukan nasibnya dari malaikat yang turun kepadanya atas perintah Allah Yang Maha Kuasa. Kalimat yang akan dia dengar dari malaikat itu merupakan tanda kenikmatan abadi yang akan dia alami, atau kecelakaan abadi yang akan dia temui.

Jika dia seorang Mukmin, maka kalimat yang dia dengar dari Malakul maut adalah :

أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ

Artinya: “Wahai nafs (jiwa; ruh; nyawa) yang baik, keluarlah menuju ampunan Allâh dan keridhaan-Nya!”

(HR. Ahmad; dishahîhkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih al-Jâmi’ no: 1672 dan Ahkâmul Janâiz)

Sebaliknya, jika dia seorang yang kafir, maka kalimat yang dia dengar dari malakul maut adalah

أَيْتُهَا النَّفْسُ الْخَبِيثَةُ اخْرُجِي إِلَى سَخَطَ مِنَ اللَّهِ وَغَضَبٍ

Artinya: “Wahai nafs (jiwa; ruh; nyawa) yang buruk, keluarlah menuju ke murka  Allâh dan kemarahan-Nya !

(HR. Ahmad; dishahîhkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih al-Jâmi’ no: 1672 dan Ahkâmul Janâiz)

MANUSIA INGIN MENEBUS KECELAKAAN DENGAN SEMUA HARTANYA

Seandainya pada detik-detik kematian itu manusia memiliki seluruh isi dunia ini, atau dia memiliki emas sepenuh langit dan bumi, dia pasti akan mengorbankannya, dia akań menyedekahkannya, agar bisa mendengar kalimat ridha dan ampunan dari Allâh ‘azza wa jalla. Karena dengan keridhaan Allâh pada detik- detik kematian itu, dia akan meraih puncak kebahagiaan yang kekal abadi di sisi Allâh Yang Maha Suci. Allah ‘azza wa jalla berfirman:

وَلَوْ أَنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لَافْتَدَوْا بِهِ مِن سُوءِ الْعَذَابِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَبَدَا لَهُم مِّنَ اللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ

Artinya: “Dan sekiranya orang-orang yang zhalim mempunyai apa yang ada di bumi semuanya dan (ada pula) sebanyak itu besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu dari siksa yang buruk pada hari Kiamat. Dan jelaslah bagi mereka adzab dari Allâh yang belum pernah mereka perkirakan. (QS. az-Zumar/39: 47)

Seluruh harta benda yang dikumpulkan oleh seorang manusia, yang dicarinya dengan susah- payah, kurang tidur malam karena harta, kemudian dia habiskan umurnya untuk menyimpannya; Semua tanaman yang dia tanam di sawah, kebun, atau taman-taman; Semua bangunan yang dia tinggikan, rumah megah dan istana yang dia banggakan; Semua anggota keluarga, anak dan istri, pegawai dan pengikut yang selalu mengelilingi; Semuanya itu akan dipandangi dengan penyesalan, ketakutan, keputus-asaan, dan keluh-kesah, ketika malaikat mendatanginya. Karena dia akan meninggalkan semuanya. Dia tidak akan mendapatkan manfaat sama sekali dari semua harta benda yang telah dia kumpulkan dan dia simpan dengan anggapan harta itu akan mengekalkannya.

Pada detik-detik kematian, hanya satu yang dicari manusia, dia meyakini bahwa padanya terdapat keselamatannya dan kebahagiaannya, yaitu amal shalih. Jika dia telah mempersiapkannya, maka hal itu akan menentramkannya. Jika dia tidak mempersiapkan bekal amal shalih, maka dia akan mengatakan :

يٰلَيتَهَا كَانَتِ القَاضِيَةَۚ ٢٧ مَاۤ اَغنٰى عَنِّى مَالِيَهۚ ٢٨ هَلَكَ عَنِّى سُلطٰنِيَهۚ ٢٩

Artinya: “Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaanku daripadaku”. (QS. al-Haqqah/69: 27-29)

TERSINGKAP HAKEKAT KEBENARAN

Orang yang menghadapi kematian itu akan semakin menyesal dan kaget serta merasakan musibah itu semakin berat, jika di dunia dahulu dia mengingkari kehidupan akhirat; Atau dia tertipu dengan segala perbuataannya yang selalu bertentangan dengan agama Allâh; Atau dia orang yang menyukai bid’ah dan khurafat. Semua itu menjauhkannya dari iman yang benar dan jalan yang lurus, yang sesuai dengan al-Qur’ân, Sunnah Rasul-Nya, dan teladan para Sahabatnya.

Orang yang tidak meyakini adanya kehidupan setelah kematian, atau meyakininya tetapi dia berada dalam kekafiran dan kebid’ahan, lalu dia menyangka berada di atas kebenaran dan jalan yang terang, kemudian dia selalu menolak al-Qur’an yang merupakan kitab suci, menolak Sunnah yang merupakan ajaran Nabi, maka kematian yang mendatanginya akan menyingkapkan kebenaran hakiki. Dia akan melihat kenyataan yang berbeda dengan dugaannya. Dia akan dikagetkan dengan kenyataan bahwa seluruh logikanya ternyata keliru dan seluruh perkara yang dia anggap hakekat ternyata palsu. Untuk orang-orang semacam inilah Allah ‘azza wa jalla berfirman:

قُل هَل نُـنَبِّئُكُم بِالاَخسَرِينَ اَعمَالًا ١٠٣ اَ لَّذِينَ ضَلَّ سَعيُهُم فِى الحَيٰوةِ الدُّنيَا وَهُم يَحسَبُونَ اَنَّهُم يُحسِنُونَ صُنعًا ١٠٤

Artinya: “Katakanlah, “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik- baiknya. (QS. al-Kahfi/18:103-104)

Allah ‘azza wa jalla berfirman :

وَلَوْ أَنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لَافْتَدَوْا بِهِ مِن سُوءِ الْعَذَابِ  يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَبَدَا لَهُم مِّنَ اللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ

Artinya: “Dan sekiranya orang-orang yang zhalim mempunyai apa yang ada di bumi semuanya dan (ada pula) sebanyak itu besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu dari siksa yang buruk pada hari kiamat. Dan jelaslah bagi mereka adzab dari Allâh yang belum pernah mereka perkirakan.” (QS. az-Zumar/39: 47)

NILAI SISA UMUR SEORANG MUKMIN

Sesungguhnya detik-detik kematian merupakan waktu penentu umur seseorang, walaupun dia telah melewati umur panjang. Umur manusia di zaman ini umumnya tidak akan melewati 150 tahun. Maka masa umur manusia dalam kehidupan dunia yang sementara ini, tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan masa ribuan tahun yang akan dialami dalam kubur. Tidak ada bandingannya dengan waktu 50 ribu tahun di mahsyar. Dan tidak ada bandingannya dengan masa yang kekal abadi dalam surga yang penuh kenikmatan, atau dalam neraka jahannam yang penuh dengan siksaan.

Oleh karena itu, seandainya ada seseorang yang bernasib sangat buruk di dunia, semenjak lahir sampai wafatnya, namun dia beriman kepada Allah Yang Maha Esa, maka dia akan lupa akan kesusahannya di dunia ketika merasakan sedikit nikmat di surga.

Atau sebaliknya, seandainya ada seseorang yang bernasib sangat baik di dunia, semenjak lahir sampai wafatnya, namun dia kafir kepada Allâh Yang Maha Esa, maka dia akan lupa terhadap kenikmatan dunianya ketika merasakan sedikit siksa dalam neraka. Hal disebutkan di dalam hadits shahîh:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ: يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً ثُمَّ يُقَالُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَٱللَّهِ يَارَبِّ، وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَعُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُوسًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَارَبِّ مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ قَطُّ وَلَا رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ

Artinya: Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, dia berkata: Rasûlullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pada hari Kiamat akan didatangkan seseorang yang paling banyak mendapatkan kenikmatan dunia yang termasuk penghuni neraka, lalu dia dicelupkan sekali ke neraka, lalu setelah itu dia ditanya, ‘Wahai anak Adam, apakah kau pernah melihat kebaikan meskipun sedikit ? Apa kau pernah merasakan kenikmatan meskipun sedikit ? ‘Dia menjawab: ‘Tidak, demi Allâh, wahai Rabb.’

Kemudian akan didatangkan orang paling sengsara di dunia yang termasuk penghuni surga, kemudian dia ditempatkan dalam surga sebentar, setelah itu dia ditanya, ‘Hai anak Adam, apa kau pernah melihat kesengsaraan meski sedikit ? Apa kau pernah merasa kesusahan meski sedikit ? ‘Dia menjawab, ‘Tidak, demi Allah, wahai Rabb, aku tidak pernah merasa sengsara sedikit pun dan aku tidak pernah melihat satu kesusahan pun’.” (HR. Muslim dalam shahihnya)

Dalam masa kehidupan manusia yang pendek di dunia ini, akan ditentukan tempat kembali manusia di akherat nanti. Nasib manusia di akherat tidak ditentukan dengan umur dunia, semenjak diciptakannya sampai Kiamat terjadi, namun ditentukan dalam beberapa tahun saja dari umur dunia. Yaitu dalam umur setiap manusia, bahkan bisa jadi ditentukan dalam beberapa hari, atau beberapa jam, atau beberapa menit saja.

Yaitu ketika manusia itu bertaubat dalam masa hidupnya, dia menyesali perbuatannya, dia memohon ampun kepada Rabbnya, dia beriman dengan ikhlas, dia beramal dengan amal shalih, dia tinggalkan syirik, bid’ah dan maksiat, kemudian meraih ridho Rabbnya di saat detik-detik kematiannya, maka itu akan mengantarkannya menuju kemenangan yang sebenarnya.

Aduhai, alangkah agungnya kemenangan hakiki yang bisa digapai oleh setiap insan.

Aduhai, alangkah agungnya masa depan dalam kebahagian abadi, yang bisa diraih oleh manusia dalam beberapa menit kehidupannya dengan izin Allâh ‘azza wa jalla.

Sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bercerita:

أَنَّ عَمْرَو بْنَ أُقَيْسٍ كَانَ لَهُ رِبًا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَكَرِهَ أَنْ يُسْلِمَ حَتَّى يَأْخُذَهُ فَجَاءَ يَوْمَ أُحُدٍ. فَقَالَ : أَيْنَ بَنُو عَمِّي قَالُوا : بِأُحُدٍ. قَالَ : أَيْنَ فُلانٌ قَالُوا : بِأُحُدٍ. قَالَ : أَيْنَ فُلانٌ قَالُوا : بِأُحُدٍ فَلَبِسَ لَأُمَتَهُ وَرَكِبَ فَرَسَهُ ثُمَّ تَوَجَّهَ قِبَلَهُمْ فَلَمَّا رَآهُ الْمُسْلِمُونَ قَالُوا : إِلَيْكَ عَنَّا يَا عَمْرُو. قَالَ : إِنِّي قَدْ آمَنْتُ. فَقَاتَلَ حَتَّى جُرِحَ فَحُمِلَ إِلَى أَهْلِهِ جَرِيحًا فَجَاءَهُ سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ فَقَالَ لِأُخْتِهِ : سَلِيهِ حَمِيَّةً لِقَوْمِكَ أَوْ غَضَبًا لَهُمْ أَمْ غَضَبًا اللَّهَ فَقَالَ : بَلْ غَضَبًا لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ فَمَاتَ . فَدَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَا صَلَّى لِلَّهِ صَلَاةً

Artinya: “Bahwa ‘Amr bin Uqaisy dahulu memiliki harta riba pada masa jahiliyah dan ia tidak ingin masuk Islam hingga ia mengambil harta tersebut. Pada waktu perang Uhud, dia datang kemudian bertanya, “Dimanakah anak-anak pamanku ?” Orang-orang berkata, ‘Di Uhud.’ Ia berkata, “Di manakah Fulan?’ Mereka berkata, ‘Di Uhud.’ Ia berkata, “Di manakah Fulan?” Mereka berkata, ‘Di Uhud.’ Kemudian ia memakai baju besinya dan menaiki kudanya kemudian ia menuju ke arah mereka. Kemudian tatkala orang-orang Muslim melihatnya mereka berkata; “Menjauhlah engkau dari kami wahai ‘Amr!”. Ia berkata, ‘Aku telah beriman. Kemudian ia bertempur hingga terluka, kemudian ia dibawa kepada keluarganya dalam keadaan terluka. Lalu Sa’d bin Mu’adz datang kepadanya dan berkata kepada saudarinya; Tanyakan kepadanya, apakah (dia ikut berperang-red) karena fanatik terhadap kaumnya atau marah karena mereka atau marah karena Allâh ?’ Ia berkata, ‘Marah karena Allâh dan Rasul-Nya.’ Kemudian ia meninggal dan masuk surga sementara ia belum pernah melakukan satu shalatpun untuk Allâh. (HR. Abu Dawud; dihasankan oleh Syaikh al-Albâni).

Dengan penjelasan ini maka jelas bagi kita semua bahwa detik-detik kematian adalah waktu yang paling berbahaya dan paling penting bagi manusia dalam umurnya. Sebagian Ulama menyatakan bahwa sisa umur seorang Mukmin, tidak ternilai harganya’. Maka, selayaknya manusia selalu memohon kepada Allah ‘azza wa jalla agar tetap di atas jalan yang lurus dan dianugerahkan husnul khatimah. Ini adalah peringatan dan peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. Allâh ‘azza wa jalla berifrman :

سَيَذَّكَّرُ مَن يَّخشٰىۙ ١٠ وَيَتَجَنَّبُهَا الاَشقَىۙ ١١ الَّذِى يَصلَى النَّارَ الكُبرٰىۚ ١٢ ثُمَّ لَا يَمُوتُ فِيهَا وَلَا يَحيٰى ١٣

Artinya: “Orang yang takut (kepada Allâh) akan mendapat pelajaran, dan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka). Kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup”. (QS. al-A’la/87: 10-13)

Wallahu a’lam bishshawwab.

Referensi:

Meraih Cinta Allâh Bersama Ulama Besar di susun oleh Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari حَفِظَهُ ٱللَّه Majalah As-Sunnah EDISI 12/THN XV/JUMADIL AWWAL 1433 H/APRIL 2012 M

Diringkas oleh : Sherly Marsella (Pengabdian Ponpes Darul Quran Wal-Hadits OKU Timur)

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.