Oleh : Ust. Arifin Saefulloh
Salah satu bacaan penting dalam shalat adalah surat Al-Fatihah. Sekurang-kurangnya tujuh belas kaum muslimin membacanya setiap hari, diantara kalimat penting dalam Al-Fatihah adalah:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَ إِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah:4)
Lagi-lagi kita berikrar kepada Alloh subhanahu wa ta’ala untuk beribadah hanya kepada-Nya, kita tidak bergeser sedikitpun dari kondisi ini. Seluruh hidup kita baktikan kepada Alloh semata. Janji kita ini senada dengan tujuan penciptaan manusia. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَ مَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَ الإِنْسَ إِِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku”
(QS. Adz-Dzariyat:56)
Yang paling penting dari semua itu adalah, bagaimana membuktikan janji- janji yang selalu kita ucapakan dan kita ulang-ulang setiap hari? Agar kita terjauhkan dari sifat-sifat munafik sebagai mana yang disabdakan oleh Rosululloh:
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَان
Tanda-tanda orang munafik ada tiga: apabila berbicara, berdusta; apabila berjanji, mengingkari; dan apabila diberi amanah, berkhianat (HR. Bukhori dan Muslim)
Oleh karena itu, kita harus bersungguh-sungguh dalam mengabdikan seluruh hidup kita kepada Alloh. Alloh berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah:”Sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Alloh, Robb semesta alam, (QS. Al An’aam:162)
Yang pertama-tama dalam hidup ini adalah kita harus memahami tujuan hidup itu sendiri. Kita harus tahu dan yakin bahwa hidup ini memang untuk beribadah, bukan untuk main-main. Alloh subhanahu wa ta’ala menciptakan dunia seisinya ini punya tujuan. Tidak ada yang sia-sia dan tidak ada yang tidak berguna.
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
”Apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kalian sia-sia dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al-Mu’minun:115)
Karena Alloh subhanahu wa ta’ala menciptakan kita tidak main-main, maka kita harus serius dalam hidup ini. Pengabdian dan ketaatan kita kepada Alloh U tidak boleh asal-asalan. Beribadah kepada Alloh harus dijadikan perioritas. Jangan sampai ibadah hanya dijadikan kegiatan sampingan.
Manfaat dari ibadah ini bukan untuk Alloh subhanahu wa ta’ala, tetapi semata-mata untuk kita sendiri. Alloh tidak butuh apa-apa dari kita. Jika seluruh jin dan manusia sejak diciptakan hingga sekarang patuh dan tunduk kepada Alloh, tidak sedikitpun menambah kekuasaa-Nya. Begitu pula sebaliknya, jika semua makhluk ingkar kepada Alloh tidak sedikitpun mengurangi kebesaran Alloh subhanahu wa ta’ala.
Setelah memahami bahwa hidup ini sepenuhnya untuk ibadah, maka kita harus mengerti pula arti kedudukan dunia, dimana kita hidup didalamnya. Alloh subhanahu wa ta’ala menjelaskan didalam firman-Nya:
وَ مَا اْلحَيَوةُ الدُّنْيَا إِلاَّ لَعِبٌ وَ لَهْوٌ وَ لَلدَّارُ اْلأَخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِيْنَ يَتَّقُوْنَ أَفَلاَ تَعْقِلُوْنَ
“Dan tidaklah kehidupan dunia ini, melainkan main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahami.” (QS. Al-An’am:32)
Ayat ini menginformasikan kepada kita bahwa ada kehidupan yang lebih serius dari pada kehidupan dunia, kahidupan itu labih panjang dan labih baik. Itulah kehidupan akhirat. Disanalah hakikat kehidupan yang sebenarnya. Karenanya kita harus menyikapi kehidupan dunia ini sebagai tempat investasi atau menabung. Di dunia ini kita menanam, sedang buahnya nanti kita nikmati di akhirat, jika dunia ini sudah dapat dinikmati, ketahuilah bahwasanya itu hanyalah percikan saja. Karena dunia ini tempat bertanam maka kita harus kerja keras semasa masih diberi kehidupan. Jika kita menanam kebaikan, maka kita akan menuai kebaikan yang berlipat ganda. Tetapi sebaliknya, jika kita menanam keburukan, maka kita akan menui keburukan juga.
Adapun mereka yang tidak memahami hidup atau arti hidup didunia ini, akan memanfaatkan kesempatan yang ada hanya sekedar untuk makan dan bersenang-senang saja. Mereka mengira bahwa dunia ini satu-satunya kehidupan. Alloh berfirman:
وَ قَالُوْا إِنْ هِيَ إِلاَّ حَيَاتُنَا الدُّنْيَا وَ ماَ نَحْنُ بِمَبَعْوثِيْنَ
“Dan mereka berkata. Hidup adalah kehidupan kita didunia ini saja dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan” (QS. Al-An’am:29)
Mereka tidak mempunyai harapan kecuali balasan didunia ini. Jika mereka berbuat baik, mereka mengharapakan imbalan didunia saja. Itulah sebabnya kematian bagi mereka adalah akhir segala-galanya.
Karena pandangan mereka tentang kehidupan dunia seperti itu maka semasa hidupnya hanya dipakai untuk mengejar kesenangan hidup saja. Kesenangan menjadi tujuan hidupnya. Hedonisme atau hura-hura menjadi ideologinya. Alloh subhanahu wa ta’ala menggambarkan kehidupan mereka dalam firman-Nya
وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا يَتَمَتَّعُوْنَ وَ يَأْكُلُوْنَ كَمَا تَأْكُلُ اْلأَنْعَامَ وَ النَّارُ مَثْوًى لَهُمْ
“Dan orang-orang kafir bersenang-senang dan makan bagaikan makannnya binatang ternak. Dan nerakalah tempat tinggal mereka.(QS. Muhammad:12)
Sebagian diantara mereka ada yang senang kepada perhiasan hingga menjadi hamba perhiasan, ada yang cinta kepada harta sehingga ia menjadi budak harta, ada yang tergila-gila kepada wanita, sehingga mereka bertekuk lutut di bawah kemauan wanita. Kepada mereka Rasullah Shalallahu ‘alaihi wassalam memberi ancaman:
“Binasalah hamba dinar, binasalah budak dirham, binasalah hamb-hamba sutra atau perhiasan”(HR. Al-Bukhari)
Perbedaan orang kafir dengan orang beriman dalam memandang kehidupan dunia ini amat jauh, orang kafir memandangnya sebagai satu-satunya kehidupan. Sedangkan orang mukmin memandangnya sebagai jembatan menuju kehidupan yang hakiki. Orang kafir memandang dunia ini sebagai tempat untuk bersenang-senang dan melampiaskan segala keinginan, sementara orang mukmin memandang dunia ini tempat menanam. Buah tanaman itu tidak harus dinikmati sekarang, tetapi ditunggu pada kehidupan akhirat nanti.
Perbedaan cara pandang ini tentu saja manimbulkan cara bersikap dan berperilaku. Orang beriman tidak mungkin berbuat culas, malas dan maksiat. sebab mereka tahu dan betul- betul yakin bahwa setip amalnya dilihat dan dihitung oleh Alloh, sedikit atau banyak pasti ada balasannya.
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَ مَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
“Barang siapa melakukan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya ia akan melihat (balasannya). Dan barang siapa mengejarkan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya ia akan melihat (balasannya).”(QS. Al-Zalzalah:7-8)
Karenanya seorang muslim tidak mungkin mau menjual agamanya untuk dunianya, dan tidak akan menukar akhiratnya demi kehidupan dunia yang sifatnya sesaat. Mereka lebih mengorbankan kenikmatan dunia dari pada kehilangan akhirat.
Akan tetapi seorang muslim akan selalu berjuang dan semua perjuangannya itu bukan semata-mata untuk kehidupan di dunia, bahkan itu semua kita peruntukkan bagi bekal kehidupan di akhirat.
Jika kita sudah tahu tujuan hidup, memahami arti dan posisi kehidupan dunia ini, tahu dan meyakini pula kepastian mati, maka tiada jalan lain kecuali pasrah diri kepada Ilahi. Kita siap diatur dan mentaati seluruh peraturan Islam. Untuk itu kita perlu mempelajari dan mengerti syariat Islam. Kita harus tahu seluk-beluk ajarannya agar tidak meraba-raba lagi. Kita berjalan diatas sebuah kepastian, yaitu jalan keselamatan. Jika kita sudah menemukan jalan ini, tak perlu lagi tengok kanan, tengok kiri. Lurus berjalan saja mengikuti rel ini.
Meskipun tekad kita dan komitmen kita sudah bulat, bukan berarti tantangan sudah selesai. Justru disini tantangan dan cobaan akan datang silih berganti. Setan tidak pernah rela kita berada dalam bimbingan iman. Setan adalah musuh bebuyutan manusia, yang tidak senang masuk neraka sendirian. Mareka akan menggalang kekuatan untuk mempengaruhi manusia. Tidak tanggung-tanggung mereka membuat konspirasi untuk menghabisi umat Islam atau umat Muhammad e.
Semoga Alloh subhanahu wa ta’ala memberikan kekuatan kepada kita sehingga betul-betul faham makna hidup, untuk menggapai kebahagiaan di dunia sampai akhirat kelak.
Sumber: Majalah Lentera Qolbu Edisi 04 Tahun 02
Leave a Reply