BERHIAS DENGAN AKHLAK MULIA

BERHIAS DENGAN AKHLAK MULIA

BERHIAS DENGAN AKHLAK MULIA-Akhlak mulia merupakan perhiasan seorang muslim yang sangat berharga. Akhlak mulia memiliki nilai ibadah yang sangat tinggi dengan surga sebagai jaminannya. Meski demikian, banyak orang yang merasa tidak mendapat pahala tatkala melakukannya. Banyak orang yang ketika membaca Al-Qur’an, atau shalat sunnah merasa mudah untuk meraih pahala, namun ketika tersenyum pada orang lain atau berbuat baik pada tetangga ia merasa pahala itu tidak akan hadir. Padahal akhlak baik adalah ibadah yang sangat mulia. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam,

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاق

Artinya: “Sesungguhnya aku ini hanyalah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (shahih, HR Ahmad dalam Musnadnya)

Sangat banyak kita temui hadits-hadits nabi yang membahas tentang keindahan berhias dengan akhlak yang mulia. Dalam Al-Qur’an pun juga banyak sekali ayat-ayat yang memerintahkan untuk berakhlak yang mulia seperti yang Allah perinci dalam surah Al-Baqarah: 83,

وَاِذْ اَخَذْنَا مِيْثَاقَ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ لَا تَعْبُدُوْنَ اِلَّا اللّٰهَ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَقُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا وَّاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَۗ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ اِلَّا قَلِيْلًا مِّنْكُمْ وَاَنْتُمْ مُّعْرِضُوْنَ

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, ‘Janganlah kamu menyembah selain Allah, berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertuturkatalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat.’ Tetapi kemudian kamu berpaling (mengingkari), kecuali sebagian kecil dari kamu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang.” (QS. Al-Baqarah: 83)

 

Allah Subhanahu Wata’ala  juga menekankan dalam surah Al-Isra’ ayat 53,

وَقُلْ لِّعِبَادِيْ يَقُوْلُوا الَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْۗ اِنَّ الشَّيْطٰنَ كَانَ لِلْاِنْسَانِ عَدُوًّا مُّبِيْنًا

Artinya: “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang terbaik. Sungguh, setan itu (selalu) menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sungguh, setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.’” (QS. Al-Isra’ ayat: 53)

Lihat, dalam ayat ini Allah Subhanahu Wata’ala bukan hanya memerintahkan ucapkanlah kalimat yang baik saja, melainkan ucapkanlah kalimat yang “terbaik”. Ini adalah dalil yang memerintahkan kita untuk mencari kalimat-kalimat yang terbaik ketika berbicara dengan saudara-saudara kita, apalagi dengan orang tua. Di antara dalil yang juga menunjukkan bahwa akhlak mulia memiliki nilai pahala yang besar di sisi Allah adalah sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sebagaimana diriwayatkan dari Tirmidzi,

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا

Artinya: “Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.” (HR. Tirmidzi)

Bahkan dengan akhlak mulia, seseorang bisa menyamai kedudukan (derajat) orang yang rajin berpuasa dan rajin shalat, sebagaimana sabda Rasulullah dalam riwayat Ahmad,

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ

Artinya: “Sesungguhnya seorang mukmin bisa meraih derajat orang yang rajin berpuasa dan shalat dengan sebab akhlaknya yang luhur.” (HR. Ahmad)

Bahkan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengaitkan kemuliaan akhlak dengan kokoh dan lurusnya aqidah seorang muslim, sebagaimana sabdanya dalam riwayat Tirmidzi,

أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

Artinya: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Tirmidzi)

Perkataan ini merupakan nash yang sangat tegas bahwasanya kalau kita ingin melihat bagaimana tingkat keimanan seseorang, maka lihatlah akhlaknya, kalau dia akhlaknya mulia, maka imannya sangatlah baik.

Rasulullah  juga ditanya oleh sahabat Abu Hurairah sebagaimana diriwayatkan oleh Tirmidzi,

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ

Artinya: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam ditanya mengenai perkara yang banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan berakhlak yang mulia.” (HR. Tirmidzi)

Padahal kita tahu akhlak yang mulia itu adalah bagian dari takwa tetapi nabi mengkhususkan penyebutannya. Kata nabi, yang paling banyak memasukkan orang ke surga adalah bertakwa pada Allah dan akhlak yang mulia. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam juga bersabda dalam riwayat Tirmidzi,

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَنْ تَحْرُمُ عَلَيْهِ النَّارُ؟, قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ, قَالَ: ”كُلُّ هَيِّنٍ لَيِّنٍ قَرِيبٍ سَهْلٍ

Artinya: “Maukah kamu aku tunjukkan orang yang diharamkan neraka baginya? Para sahabat menjawab: Tentu saja wahai Rasulullah! Beliau H menjawab: hayyin, layyin, qarib, dan sahl.” (HR. Tirmidzi)

Neraka saja Allah Subhanahu Wata’ala haramkan bagi mereka yang memiliki sifat hayyin, layyin, qarib, dan sahl. Hayyin adalah orang yang tidak mudah memaki, tidak mudah melaknat, tidak mudah marah, dan jiwanya selalu teduh. Orang ini juga tidak mudah marah dan penuh pertimbangan. Layyin adalah orang yang selalu menginginkan kebaikan antarsesama umat manusia, punya sifat lembut dan santun baik dalam berbuat maupun dalam bertutur kata. Sedang qarib adalah orang yang akrab, ramah diajak bicara, dan punya pribadi yang menyenangkan bagi semua orang, mereka senantiasa menebar senyum jika bertemu dengan orang lain, supel, dan tidak cuek. Sedangkan sahl atau orang yang selalu memudahkan urusan orang lain, suka menolong, dan tidak pernah mempersulit urusan orang lain sehingga tidak membuat orang lain menghindar ketika bertemu dengannya.

Akhlak yang mulia menjadikan pelakunya dicintai semua orang, bahkan oleh musuh. Orang yang jauh akan dekat dengannya dan menyukainya, apalagi orang yang dekat.

Akhlak yang mulia adalah kelezatan dan kenikmatan dalam hidup di dunia. Dengannya, seseorang akan merasakan ketenangan. Sebaliknya, akhlak yang buruk adalah derita dan sengsara. Karenanya seseorang berpotensi banyak bertikai dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya dan tentu ini akan menyusahkan hidupnya, membuat kacau perjalanan hidupnya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda dalam riwayat Muslim,

إِنَّ اللهَ يُعْطِيْ عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِيْ عَلَى الْعُنْفِ

“Sesungguhnya Allah akan memberi karena akhlak yang lemah lembut apa yang tidak Allah berikan karena akhlak yang kasar.” (HR. Muslim)

Berhias dengan akhlak yang mulia adalah bentuk imtitsaal atau ketaatan terhadap apa yang Allah dan Rasulnya perintahkan kepada manusia. Akhlak yang mulia adalah wujud konkret menjadikan Nabi sebagai qudwah (teladan). Seseorang yang berakhlak mulia setiap saat senantiasa dalam keadaan beribadah kepada Allah. Sebagaimana kita bertaqarrub kepada Allah dengan ibadah shalat, puasa, dan lain-lain, maka kita juga termasuk bertaqarrub kepada Allah dengan akhlak yang mulia. Berhias dengan akhlak yang mulia butuh waktu yang panjang, sehingga kesempatan untuk bertaqarrub dengan akhlak mulia juga sangatlah panjang, yang otomatis aliran pahalanya pun tentu sangat besar.

Menjadikan akhlak mulia sebagai perhiasan, merupakan pintu gerbang utama masuknya manusia ke dalam agama ini. Hal ini sebagaimana yang telah kita saksikan pada zaman para sahabat, ketika manusia berbondong-bondong masuk Islam disebabkan keindahan akhlak dan keluhuran mereka dalam bermuamalah dan berinteraksi dengan sesama manusia.

Terakhir yang harus kita semua perhatikan, bahwasanya tujuan utama berhias dengan akhlak mulia adalah dalam rangka taat kepada Allah Ta’ala dan hanya berharap pahala dari-Nya. Bukan semata-mata keinginan untuk mendapatkan perlakuan (balasan) yang semisal dari orang lain. Dalam hadits disebutkan, ada seorang sahabat bertanya:

يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي، وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ، وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ

“Wahai Rasulullah ! Sesungguhnya aku memiliki kerabat. Aku berusaha menyambung silaturahmi dengan mereka, namun mereka memutusnya. Aku berbuat baik kepada mereka, namun mereka tidak berbuat baik kepadaku. Aku bersabar dengan gangguan mereka, namun mereka menyakitiku.” Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam  menjawab,

لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ، فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمُ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ

“Jika benar apa yang engkau katakan, maka seakan-akan engkau masukkan bara api ke mulut mereka. Dan pertolongan Allah akan terus-menerus bersamamu untuk mengalahkan mereka, selama engkau bersikap seperti itu.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod)

Senantiasalah berdoa pada Allah, meminta akhlak yang mulia. Rasulullah  H senantiasa meminta kepada Allah akhlak yang mulia padahal beliau adalah manusia yang paling berakhlak mulia, Allah bahkan telah memberikan persaksian akan keagungan akhlak beliau, juga berusahalah agar engkau dicintai Allah sebagaimana sebagian salaf mengatakan: Akhlak yang mulia adalah anugerah dari Allah, jika Allah mencintaimu maka Allah akan menganugerahimu akhlak yang mulia.

Referensi:

Ditulis oleh: Athirah Mustadjab dari Majalah HSI Edisi 30 Dzulhijjah 1442 H.

Diringkas oleh: Aryadi Erwansah (Staf Ponpes Darul Qur’an Wal Hadits OKU Timur).

Baca juga artikel:

Ekskul Desain Grafis di DQH

Apakah kita Sudah Berakhlak Mulia

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.