Balasan Setimpal Bagi Pelaku Perundungan

Balasan Setimpal Bagi Pelaku Perundungan atau Bullying

Akhir-akhir ini kita melihat maraknya kasus perundungan di negara kita. Perundungan bisa terjadi secara fisik maupun secara psikologis. Dalam Islam, perundungan merupakan salah satu bentuk kezaliman yang pasti akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Az-Zalzalah: 7-8)

Perundungan, walaupun kecil, merupakan perbuatan buruk, sehingga penting bagi kita untuk memahami pembalasan di akhirat bagi para perundung, agar kita tidak menjadi pelakunya. serta agar kita menjadi orang yang berusaha mencegah terjadinya perundungan di sekitar kita.

Amalan akan Dihisab, Hisab adalah proses perhitungan amal perbuatan yang akan dilalui oleh setiap manusia di akhirat. Dalam proses ini, tidak ada satu perbuatan pun yang terlewatkan. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ عُذِّبَ، قَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ: أَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: {فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا} قَالَ: “ذَلِكَ الْعَرْضُ، وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يُهْلَكُ

Artinya: “Barangsiapa yang diperiksa dalam hisabnya, maka ia akan disiksa.” Aisyah berkata, “Bukankah Allah berfirman (yang artinya), ‘Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.’?”Beliau ﷺ bersabda, “Itu adalah bentuk perhatian terhadap amal, tetapi barangsiapa yang diperiksa secara rinci maka ia akan binasa.” (HR. Bukhari, no. 6536 dan Muslim, no. 2876)

Setelah dihisab, amal perbuatan manusia akan ditimbang di Mizan. Mizan adalah timbangan amal yang akan menentukan nasib kita di akhirat. Amal baik dan buruk akan ditimbang secara adil tanpa ada yang terlewatkan. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوازِينُهُ فَأُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ  (8) وَمَنْ خَفَّتْ مَوازِينُهُ فَأُولئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِما كانُوا بِآياتِنا يَظْلِمُونَ (9)

Artinya: “Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A’raf: 8-9)

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, “Yang diletakkan pada timbangan amal perbuatan kelak pada hari kiamat menurut salah satu pendapat ulama adalah amal-amal perbuatan, sekalipun itu berupa sesuatu yang abstrak, tetapi Allah mengubah bentuknya menjadi jasad yang konkret kelak di hari kiamat. (Tafsir Ibnu Katsir, 3:350)

Ibnu Katsir juga memaparkan, “Menurut pendapat yang lain, yang ditimbang adalah kitab catatan amal perbuatan, ada pula yang berpendapat yang ditimbang itu adalah diri orang yang bersangkutan. Di dalam hadits disebutkan:

إِنَّهُ لَيَأْتِيالرَّجُلُالْعَظِيمُالسَّمِينُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، لَا يَزِنُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ. وَقَالَ: اقْرَءُوا

)فَلا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا(

Artinya: “Kelak pada hari kiamat didatangkan seorang lelaki yang gemuk, tetapi di sisi Allah timbangannya tidaklah seberat sebuah sayap nyamuk kecil pun. Kemudian Rasulullah membacakan firman-Nya (yang artinya), ‘Dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.’” (HR. Bukhari, no. 4729 dan Muslim, no. 2785)

Kendati demikian, semua pendapat tersebut bisa digabungkan. Artinya, semuanya mungkin benar karena ada kalanya yang ditimbang adalah amal perbuatannya, kadang catatan-catatan amalnya, dan kadang orang yang bersangkutan.

Mizan ditegakkan agar setiap manusia yakin atas balasan amalnya. Dia melihat timbangan amalannya dengan mata kepalanya, sehingga ketika ia melihat amalan buruknya lebih berat kemudian dimasukkan ke dalam neraka, ia yakin bahwa Allah Maha adil dan tidak pernah menzalimi hamba-Nya. Para pelaku kezaliman, termasuk di antaranya pelaku perundungan, akan melihat balasan atas kezaliman-kezaliman mereka selama di dunia. Mizan akan menunjukkan beban yang mereka dapatkan di akhirat akibat dosa kezaliman yang mereka perbuat di dunia. Akan tetapi, pada hari itu segala penyesalan mereka tiada berguna lagi.

Keadilan adalah salah satu sifat Allah  yang paling utama. Setiap bentuk kezaliman akan mendapatkan balasan yang setimpal di akhirat, termasuk juga perundungan. Pelaku perundungan akan dibalas di akhirat dengan cara qishash. Abdullah bin Unais berkata bahwa dia mendengar Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِأَوْ قَالَ: الْعِبَادُعُرَاةً غُرْلًا بُهْمًاقَالَ: قُلْنَا: وَمَا بُهْمًا؟ قَالَ: ” لَيْسَ مَعَهُمْ شَيْءٌ، ثُمَّ يُنَادِيهِمْ بِصَوْتٍ يَسْمَعُهُ مِنْ بُعْدٍ كَمَا يَسْمَعُهُ مِنْ قُرْبٍ: أَنَا الْمَلِكُ، أَنَا الدَّيَّانُ،

وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، أَنْ يَدْخُلَ النَّارَ، وَلَهُ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَقٌّ، حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ،

وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ، وَلِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ عِنْدَهُ حَقٌّ، حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ، حَتَّى اللَّطْمَةُقَالَ: قُلْنَا: كَيْفَ وَإِنَّا إِنَّمَا نَأْتِي اللهَ عَزَّ وَجَلَّ عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا؟ قَالَ: ” بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ

Artinya: “Manusia akan dikumpulkan pada hari kiamat atau beliau bersabda, ‘Para hamba …’ dalam keadaan telanjang, tidak bersunat, dan tidak membawa sesuatu pun.”

Abdullah bin Unais berkata, “Kami bertanya, ‘Apa maksudnya ‘tidak membawa apa-apa’?”

Beliau menjawab, “Tidak ada sesuatu apa pun bersama mereka. Kemudian Allah memanggil mereka dengan suara yang dapat didengar oleh yang jauh seperti yang dekat, ‘Aku adalah Raja, Aku adalah Pengadil. Tidak seorang pun penghuni neraka yang boleh masuk neraka, jika dia masih memiliki hak yang harus dipenuhi oleh penghuni surga, sampai ditegakkan qishash baginya.

Tidak pula ada seorang pun penghuni surga yang boleh masuk surga, jika masih ada haknya yang harus dipenuhi oleh penghuni neraka, sampai ditegakkan qishash baginya, bahkan jika itu hanya berupa tamparan sekalipun.”

Kami bertanya, Bagaimana mungkin, padahal kami akan datang kepada Allah dalam keadaan telanjang, tidak bersunat, dan tidak membawa apa-apa?” Beliau menjawab, “Dengan amal baik dan amal buruk.” (HR. Ahmad, no. 16042)

“Ditegakkan qisash” maksudnya “diberikan haknya”. Pemberian hak tersebut dijelaskan dalam sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berikut ini,

أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ؟ قَالُوا: الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ، فَقَالَ: “إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ، أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

Artinya: “Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut itu?” Mereka menjawab, “Orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak punya dirham dan harta benda.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia juga datang dengan (dosa) mencela si A, menuduh si B, memakan harta si C, menumpahkan darah si D, dan memukul si E. (Kebaikan) dari orang tersebut akan diberikan kepada korban-korbannya tadi. Jika kebaikannya telah habis sebelum terbayar semua dosa-dosanya, maka dosa-dosa mereka diambil dan ditimpakan kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim, no. 2581)

Demikian bentuk qishash atau pemberian hak terhadap kezaliman seseorang di akhirat nanti. Hendaklah pelaku perundungan merasa cemas dan khawatir terhadap dirinya di akhirat nanti. Para pelaku perundungan akan dituntut di akhirat oleh korbannya, bahkan hewan pun akan menuntut manusia. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ عُصْفُورًا عَبَثًا عَجَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ يَا رَبِّ إِنَّ فُلَانًا قَتَلَنِي عَبَثًا وَلَمْ يَقْتُلْنِي لِمَنْفَعَةٍ

Artinya: “Barangsiapa yang membunuh burung pipit, bukan karena sebuah keperluan, maka pada hari kiamat burung itu akan berkata, ‘Ya Allah, si fulan dulu membunuhku untuk hal sia-sia tanpa ada manfaatnya.’” (HR. An-Nasa’I, no. 4446)

Hindarilah perundungan karena perundungan adalah bentuk kezaliman yang akan menyulitkan pelakunya di akhirat. Perundungan tidak akan “selesai” di dunia semata karena “didiamkan”. Allah Subhanahu Wata’ala  berfirman:

وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ

Artinya: “Dan janganlah kamu mengira bahwa Allah lalai terhadap apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah hanya menangguhkan mereka sampai suatu hari yang pada hari itu mata akan terbelalak.” (QS. Ibrahim: 42)

Jika ada seseorang yang pernah melakukan kezaliman terhadap orang lain, baik berupa perundungan atau bentuk kezaliman lainnya, hendaklah ia meminta kerelaan dan pemaafan dari orang yang pernah dia sakiti tersebut, sebelum ajal menjemput salah satu dari keduanya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

«مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَحَدٍ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ، قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلِمَتِهِ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

Artinya: “Barangsiapa yang mempunyai kezaliman terhadap saudaranya, baik dalam masalah kehormatan atau lainnya, hendaklah ia meminta dihalalkan (dimaafkan) pada hari ini, sebelum datang hari kiamat yang di sana tidak ada dinar dan dirham. Jika ia mempunyai amal shalih, akan diambil darinya sesuai dengan kezaliman yang dilakukannya. Jika ia tidak mempunyai kebaikan, maka kejelekan saudaranya akan diambil dan dipikulkan kepadanya.” (HR. Bukhari, no. 2449)

Dari pemaparan di atas telah kita ketahui betapa terlarangnya perundungan dalam Islam dan betapa besar bahayanya. Allah telah memperingatkan kita:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah sekumpulan orang merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik dari mereka (yang merendahkan), dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan perempuan lain. Boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik dari mereka (yang merendahkan). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11)

Kita wajib menjalankan peran kita sebagai seorang Muslim, yaitu melakukan kebaikan dan perbaikan, bukan malah melakukan keburukan dan kerusakan terhadap sesama. Rasulullah menyebutkan sifat seorang Muslim,

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Artinya: “Seorang Muslim adalah orang yang selamat Muslim yang lainnya dari keburukan ucapan dan perbuatannya.” (HR. Bukhari, no. 6484 dan Muslim, no. 41)

Seorang Muslim adalah orang yang tidak menyakiti atau membahayakan orang lain dengan ucapan atau perbuatannya, salah satunya perbuatan membulli. Selain menjauhi perbuatan zalim, kita juga dianjurkan untuk mencegah kezaliman, Islam sangat menekankan pentingnya melindungi dan membantu mereka yang lemah dan teraniaya. Korban perundungan sering kali merasa sendirian dan tidak berdaya, sehingga sangat penting bagi kita untuk memberikan dukungan dan perlindungan kepada mereka. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

انْصُرْأَخَاكَظَالِمًاأَوْمَظْلُومًا فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَنْصُرُهُ إِذَا كَانَ مَظْلُومًا، أَفَرَأَيْتَ إِذَا كَانَ ظَالِمًا كَيْفَ أَنْصُرُهُ؟ قَالَ: تَحْجُزُهُ أَوْ تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمِ فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ

Artinya: “Tolonglah saudaramu, baik yang menzalimi maupun yang dizalimi.” Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kami tahu cara menolong orang yang dizalimi. Namun, bagaimana cara menolong orang yang zalim?” Rasulullah menjawab, “Mencegahnya dari melakukan kezaliman adalah bentuk pertolongan kalian kepada dirinya.” (HR. Bukhari, no. 2444)

Perundungan adalah tindakan zalim yang mendapatkan ganjaran berat di akhirat. Setiap perbuatan yang kita lakukan di dunia akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah ﷻ. Allah ﷻ tidak membiarkan kezaliman, sekecil apa pun itu. Oleh sebab itu, kita wajib menjaga diri dari perbuatan zalim seperti perundungan, serta berusaha mengingatkan dan membantu orang-orang di sekitar kita agar terhindar dari perbuatan buruk ini. Semoga kita semua dilindungi dari perbuatan zalim dan diberi kekuatan untuk selalu berbuat baik. Amin.

Referensi: Ditulis oleh : Abu Ady

Majalah HSI Edisi 66 Dzulhijjah 1445 H.

Diringkas oleh : Aryadi Erwansah (Staf Ponpes Darul Qur’an Wal Hadits OKU Timur).

BACA JUGA:

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.