Baktiku Kepada Kedua Orang Tuaku

baktiku kepada kedua orang tuaku

Baktiku Kepada Kedua Orang Tuaku – 

يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

Sesungguhnya hak kedua orang tua sangat agung dan mulia. Kedudukannya dalam agama ini sangat tinggi. Berbakti kepada kedua orang tua acap kali disandingkan dengan penyebutan hak kepada Allah ﷻ.

Allah ﷻ berfirman:

وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا

Artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua (ibu dan bapakmu).[ QS an-Nisa (4):36]

Berkata asy-Syaikh Sulaiman ibn ‘Abdillah, “Yaitu Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk berbakti kepada kedua orang tua sebagaimana Allah mewajibkan kalian untuk beribadah dan tidak menyekutukan-Nya. Disandingkannya hak kedua orang tua dengan hak Allah adalah dalil yang sangat tegas dan kuat akan pentingnya hak kedua orang tua, bahkan hal itu merupakan hak yang paling wajib ditunaikan setelah hak Allah.

Kedua orang tua, merekalah yang telah mengandung dan melahirkan kita semua ke dunia ini, beban berat telah mereka pikul dan rasakan, mulai saat mengandung, melahirkan sampai proses pendidikan anak. Oleh karena itu, semestinya seorang anak berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tuanya, bersyukur atas segala perjuangan dan pengorbanan yang telah mereka curahkan demi kebaikan anak-anak mereka di masa depannya. Allah ﷻ memerintahkan agar seorang hamba bersyukur kepada-Nya dan kepada kedua orang tua. Allah ﷻ berfirman:

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

Artinya: Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang tua (ibu dan bapak) nya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapinya selama dua tahun. “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tua (ibu dan bapak)mu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.” [QS Luqman (31):14]

Demikianlah, hai saudaraku, betapa agung dan besarnya hak kedua orang tua; maka pantaskah kitab balas semua kebaikan mereka dengan durhaka kepadanya? Tidakkah kita sadar bahwa semua yang kita dapat sekarang ini berkat pendidikan orang tua kita, ataukah hati kita yang sudah mati tertutup menerima kebenaran?

Hukum berbakti kepada kedua orang tua

Seorang anak wajib berbakti kepada kedua orang tuanya. Nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah banyak sekali yang memerintahkan hal itu, di antaranya Allah ﷻ berfirman:

وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًا

Artinya: Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orang tua (ibu dan bapakmu) dengan sebaik-baiknya. [QS al-Isra (17);23]

Sahabat Ibnu ‘Abbas Hasan al-Bashri, dan Qatadah; mereka mengatakan, “Ayat ini bukan menghukumi sebuah perkara, melainkan menetapkan perintah.

Al-Imam al-Qurthubi berkata, “Kata qadha dalam ayat ini bermakna memerintahkan, mengharuskan, dan mewajibkan.”

Keutamaan berbakti kepada kedua orang tua

Tiada satu pun perbuatan baik melainkan pasti memiliki keutamaan. Di antaranya keutamaan berbakti kepada orang tua adalah:

  1. Melaksanakan perintah Allah

Berbakti kepada kedua orang tua merupakan realisasi perintah Allah ﷻ yang artinya:

“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orang tua (ibu dan bapakmu) dengan sebaik-baiknya.”

  1. Amalan yang paling utama

Pintu Kebajikan bagi seorang hamba sangat banyak dan terbuka luas. Oleh karena itu, hendaklah seorang insan mendahulukan amalan-amalan yang utama agar meraih ganjaran yang besar. Di antara sekian banyak amalan yang utama adalah berbakti kepada kedua orang tua. Dasarnya ialah hadits muttafaqun ‘alaih:

 عن عبد اللّه بن مسعود قال: سألت رسول اللّه ﷺ : أيّ العمل أفضل؟ قال: (( الصّلاة لوقتها))، قلت ثمّ أيّ؟ قال: (( برّ الوالدين))، قلت ثمّ أيّ؟ قال: ((الجهاد فى سبيل اللّه))

‘Abdullah ibn Mas’ud berkata, “Amalan apa yang afdhal (paling utama).’ Beliau menjawab, ‘Shalat tepat pada waktunya.’ Aku bertanya, ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Berakti kepada kedua orang tua.’ Aku bertanya, ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Berjihad di jalan Allah.’

  1. Dimudahkan Ketika mengalami kesulitan

Salah satu tawassul yang dibolehkan adalah bertawassul dengan amalan yang shalih. Berbakti kepada kedua orang tua tidak diragukan lagi merupakan amalan shalih ang dapat bermanfaat bagi pelakunya. Ingatlah kisah tiga orang yang terkurung/terjebak di dalam sebuah gua karena pintu masuknya terhalang oleh batu besar. Salah seorang di antara mereka mengatakan, ‘Wahai Allah, aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia, tiap harinya aku selalu memerah susu untuk keduanya. Pada suatu Ketika, aku bepergian jauh hingga pulang larut malam, dan kebiasaan memerah susu tetap aku kerjakan sebagaimana biasa. Namun, saat aku akan memberikan susu tersebut, keduanya sudah tidur, aku tetap pegang susu itu dan tidak memberikan kepada yang lain walaupun anak-anakku menangis merengek-rengek, aku tetap menanti sampai mereka bangun. Wahai Allah, andaikan ini merupakan amalan yang baik karena-Mu maka bukakanlah pintu gua ini.’ Maka batu yang menutupi gua itu bergeser.

  1. Masuk surga

Berbakti kepada kedua orang tua merupakan pintu penghantar untuk masuk ke dalam surga. Sebagai mana Allah ﷻ mengancam orang yang durhaka kepada orang tuanya dengan neraka. Rasulullah ﷺ bersabda:

لا يدخل الجنّة عاقّ ولا مدمن الخمر ولا مكذّب بقدر

“Tidak akan masuk surga, anak yang durhaka, pecandu minuman keras, dan orang yang mendustakan takdir.” (H.R. Ahmad)

Hak yang harus dipenuhi Ketika kedua orang tua masih hidup

  1. Taat kepada keduanya selama bukan dalam perkara maksiat

Hendaklah seorang insan mendahulukan taat kepada orang tuanya daripada orang lain, selama   hal itu bukan perkara yang dilarang dan maksiat kepada Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman:

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا ۖوَّاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّۚ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

Artinya: Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang tua (ibu dan bapaknya); ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tua (ibu dan bapakmu), hanya kepada-Ku lah Kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan dengan-Ku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang Kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [QS Luqman (31):14-15]

Termasuk pula berbuat baik kepada kedua orang tua yang fasik. Wajib taat kepada keduanya (orang tua yang fasik) dalam perkara yang tidak bermaksiat kepada Allah ﷻ. Jika kedua orang tua kafir maka hendaklah keduanya dipergauli pula dengan baik di dunia dan janganlah ditaati dalam hal kekafirannya, tidak pula dalam maksiat kepada Allah ﷻ.

Adapun istri, hendaklah seorang istri mendahulukan taat kepada suami daripada orang tuanya sendiri. Al-Imam Ahmad berkata tentang wanita yang memiliki suami dan seorang ibu yang sedang sakit, “Ketaatan kepada suaminya lebih wajib atas dirinya daripada mengurusi ibunya, kecuali jika suaminya mengizinkannya.

Di dalam kitab al-inshaf disebutkan, “Seorang wanita tidak boleh menaati kedua orang tuanya untuk berpisah dengan suaminya, tidak pula mengunjunginya dan semisalnya. Bahkan ketaatan kepada suaminya lebih wajib.

  1. Rendah hati di hadapan mereka

Demikian pula seorang anak hendaklah rendah hati dan tidak menyombongkan diri di hadapan      orang tuanya. Siapa pun bagaimana pun tingginya status sosialnya maka jangan sekali-kali seorang anak sombong, apalagi sampai tidak mengakui kedua orang tuanya, hanya karena keduanya miskin. Ingatlah, kita lahir di dunia ini karena sebab kedua orang tua. Mereka telah mengemban beban berat Ketika mengundang, melahirkan, dan membesarkan demi kebaikan sang anak. Karena itu, merendahlah di hadapan mereka dengan berlaku lembut dan penuh kasih sayang.

  • Berbicara dengan santun

Inilah adab yang harus dimiliki oleh setiap orang. Jika ia sedang berbicara dengan orang tuanya, hendaklah ia berbicara dengan baik; jangan membentak atau berkata-kata kasar walaupun hanya sekedar ucapan “ah”. Orang tua patut dihormati, terlebih lagi pada saat usia mereka sudah lanjut, Ketika pendengarannya sudah berkurang, maka sang anak hendaklah bersabar mendengarkan ucapan mereka dan membalasnya dengan ucapan yang baik lagi mulia.

Allah ﷻ berfirman:

وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا

“ Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada dua orang tua (ibu dan bapakmu) dengan sebaik-baiknya. Jika salah satu di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. [QS al-Isra’ (17):23]

  • Memberinya nafkah

Ada seorang yang datang kepada Nabi ﷺ seraya berkata, “Sesungguhnya saya memiliki harta dan anak, dan bapak saya membutuhkan harta saya.”

Maka Rasulullah ﷺ bersabda:

أنت و مالك لوالدك

“Kamu dan hartamu adalah milik orang tuamu.” (H.R. Ahmad)

Maka tidak pantas bagi seorang anak pelit terhadap kedua orang tuanya, terlebih lagi bila orang tuanya miskin butuh bantuan anaknya.

 

Referensi

Nama Penulis: Ustadz Abu Abdillah Syahrul bin Lukman

Dibuat Oleh: Novtaliandri Ramahdini (Pengabdian DQH)

Sumber: Al-Furqon “Kiat-kiat selamat dari gelombang fitnah” Dzulhijjah 1438

Tanggal dibuat artikel: 24 Juli 2024

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.