Darah terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu pertama: darah haid, darah ini najis berdasarkan ijma’ para ulama. kedua: darah manusia, dan mengenai hal ini para ulama berbeda pendapat tentang hukumnya.
Pendapat pertama : Jumhur ‘ulama madzhab fiqih berpendapat akan najisnya darah manusia, akan tetapi mereka tidak memiliki dalil yang kuat kecuali tentang haramnya mengkonsumsi atau memakan darah yang ada dalam Al-Qur’an, yaitu firman Allah Ta’ala :
قُل لاَّ أَجِدُ فِي مَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّماً عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ أَن يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَماً مَّسْفُوحاً أَوْ لَحْمَ خِنزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ
Artinya : katakanlah hai Muhammad aku tidak mendapati dari apa yang diwahyukan kepadaku , sesuatu yang diharamkan untuk memakannya bagi yang ingin memakannya kecuali daging hewan yang telah mati (bangkai), atau darah yang mengalir,atau daging babi karena semua hal itu kotor (QS.Al-An’am:135)
Segi pendalilannya adalah pengharaman sesuatu mengharuskan sesuatu tersebut menjadi najis sebagaimana babi yang disebutkan pada ayat tersebut. Akan tetapi, terdapat beberapa nukilan dari para ‘ulama tentang adanya ijma’ ulama di dalam menghukumi najisnya darah tersebut.
Pendapat kedua yang dipilih oleh beberapa ulama seperti Imam Syaukani, Shadiq Hasan Khan, Syeikh Al-Albani, dan Syeikh Al-Utsaimin rahimahumullah, mereka berpendapat akan sucinya darah manusia. Karena dalil yang mengatakan bahwa ijma’ para ulama tentang najisnya darah itu tidaklah benar dan tidak kuat. Adapaun dalil- dalil yang menguatkan pendapat mereka (akan sucinya darah manusia) adalah sebagai berikut:
- Hukum asal segala sesuatau adalah suci sampai datang sebuah dalil yang menjelaskan akan kenajisan suatu benda tersebut, dan tidak ada satu hadis pun yang menerangkan bahwa Rasulullah memerintahkan para sahabatnya untuk membersihkan atau mensucikan darah kecuali darah haid, padahal saat itu banyak para shahabat yang terkena darah akibat luka dari peperangan dan yang lainnya, kalaulah darah itu najis maka pastilah beliau telah menjelaskannya, karena adanya hajat penjelasan pada hal itu.
- Para shahabat mereka tetap berada dalam keadaan shalat meskipun saat itu mereka terluka, dan darah yang banyak pun mengalir dari luka tersebut. Tidak ada keterangan dari Rasulullah yang memerintahkan mereka untuk mencuci darah tersebut dan juga tidak ada yang berusaha menahan darah tersebut agar tidak keluar. Seperti yang dikisahkan oleh beberapa sahabat berikut ini:
- قال الحسن: «ما زال المسلمون يصلون في جراحاتهم»
Artinya : Hasan berkata :” orang-orang muslim (para sahabat) mereka tetap berada dalam shalat mereka sedangkan mereka dalam keadaan terluka (HR.Ibn Abi Syaibah) - قام يصلي في الليل، فرماه المشرك بسهم، فوضعه، فنزعه، حتى رماه بثلاثة أسهم ثم ركع وسجد ومضى في صلاته وهو يموج دمًا»Artinya : adalah seorang sahabat dia berdiri dalam shalatnya tiba-tiba orang musyrik melemparkan anak panahnya dan mengenainya lalu iapun mencabutnya, hingga tiga lemparan anak panah, kemudian dia rukuk dan sujud, hingga ia menyelesaikan shalatnya sedangkan darahnya mengalir(HR.Ahmad)Syeikh Al-Albani berkomentar tentang hadits ini: “bahwa hadits ini walaupun sighahnya mauquf akan tetapi hukumnya marfu’,karena tidak mungkin untuk mengetahuinya, kalulah darah yang banyak tadi membatalkan shalat (dihukumi najis) maka pasti telah dejelaskan oleh Rasulullah. Karena mengakhirkan penjelasan pada waktu yang dibutuhkan itu tidak boleh, kalulah dianggap bahawa hal tersebut tersembunyi atau tidak diketahui oleh Rasulullah akan tetapi Allah Ta’ala Maha Mengetahui segala apa yang dilangit maupun aapa yang ada di bumi. Kalaulah hal tersebut najis atau membatalkan shalat, pastilah telah diwahyukan-Nya kepada Rasulullah”
- قال الحسن: «ما زال المسلمون يصلون في جراحاتهم»
- Hadits terbunuhnya Umar bi Khattab
صلى عمر وجُرحه يثعب دمًا
Artinya : Umar tetap shalat sedangkan dari lukanya menalir darah (HR.Malik)
- Hadits ‘Aisyah yang menceritakan tentang sakitnya Sa’ad bin Mu’adz yang menyebabkan kematiannya,
قالت: «لما أصيب سعد بن معاذ يوم الخندق رماه رجل في الأكحل، فضرب له رسول الله صلى الله عليه وسلم خيمة في المسجد ليعوده من قريب …. فبينما هو ذات ليلة إذ تفجر كَلْمُه فسال الدم من جرحه حتى دخل خباء إلى جنبه، فقالوا: يا أهل الخباء ما هذا الذي يأتينا من قبلكم فنظروا، فإذا سعد قد انفجر كَلْمُه والدم له هدير فمات
Artinya : tatkala Sa’ad terken apanah pada bagian hatinya pada peperangan khaibar, mak Rasulullah membuatkan kemah untuknya di masjid agar bias menjenguknya, maka tatkala pada suatu hari —– sehingga mengalirlah darah dari lukanya tersebut sampai sampai —- , mak mereka berkata wahai —
Maka darah pun mengalir dari— dengan begitu deras kemudian beliau meninggal (HR. Abu Daud).
Syeikh Abdul Malik Kamal berkata :” tidak ada perintah dai Rasulullah agar para sahabat menyiramkan atau menuangkan air ke pada darah tersebut sebagaimana yang Rasulullah perintahkan pada air kencing orang arab badui tatkaladia kencing di masjid.
- Ibnu Rusyd berkata: “para ‘ulama mengatakan akan sucinya jasad manusia yang sudah meninggal, maka darah pun seperti itu yaitu hukumnya adalah suci”.
Beliau juga berkata :” dalil-dalil yang ada hanyalah menunjukkan akan kenajisan darah haid saja, maka darah yang selainnya maka kembali ke hukum asal yaitu hokum segala sesuatu suci sampai dating dalil yang menunjukkan akan kenajisan benda tersebut.
Kalaulah mereka mengatakan :” mengapa tidak diqiyaskan dengan darah haid. Kalau darah haid najis maka darah yang lain juga najis karena sama-sama darah?”
Maka ini adalah qiyas yang berbeda dengan asalnya, karena darah ahid adalah darah yang hanya dimiliki oleh perempuan yang sudah menjadi kodrat mereka, Rasulullah bersabda tentang darah haid:
إن هذا شيء كتبه الله على بنات آدم
Artinya: “sesungguhnya ini adalah sesuatu yang telah Allah tetapkan untuk semua anak Adam perempuan”.( Muttafaqun’alaih)
Dan beliau berkata tentang darah istihadah:
إنه دم عرق
Artinya: itu adalah darah dari urat yang tergores (Muttafaqun’alaih)
Dan juga bahwasanya darah haid adalah darah yang hitam dan pekat yang memiliki bau yang tidak sedap, sehingga serupa dengan air kencung dan kotoran.
Wallahu Ta’ala A’lam
Duterjemahkan dari kitab Shahih Fiqh Sunnah karya Syeikh Abdul Malik Kamal
Oleh Apriyanto.
Leave a Reply