ANJURAN MEMOHON DIKARUNIAI KETURUNAN
(Bagian 2)
Bismillah, ini adalah bagian kedua dari artikel yang berjudul anjuran memohon dikarunia keturunan. Seperti kita ketahui kita sebagai umat nabi Muhammad Shallalahu’alaihi wassalam kita adalah umat yang dimuliakan dengan banyaknya keturunan semakin banyak anak yang kita peroleh maka manfaatnya akan besar kelak kita dibangkitkan dihari kiamat dengan banyaknya umat nabi Muhammad dari umat nabi-nabi yang lainnya, untuk itu kita dianjurkan untuk memohon dikaruniai keturunan berupa anak yang sholeh dan sholehah untuk bekal kita sebagai orangtua.
Dalam Shahihiihul Bukhori dan Shahiih Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri Radiallahuanhu bahwasannya Rasululullah Shallalahu’alaihi wassalam berkata kepada wanita :
ما منكنّ امرأة يموت لها ثلاثة من الولد إلاّ كانوا لها حجابا من النار. فقالت امرأة : واثنان؟ فقال رسول الله صل الله عليه ولسلّم : واثنان.
“Tidaklah salah seorang diantara kalian tiga orang anaknya telah meninggal dunia, kecuali mereka akan menjadi hijab (penghalang) baginya dari api Neraka.’ Lalu ada seorang wanita yang bertanya : ‘(Bagaimana jika) dua orang anak (yang meninggal)? Beliau menjawab: ‘Dan (demikan pula) dua orang anak (yang meninggal).’’’[1]
Dalam Shahih Muslim dari Hadits Abu Hurairah Radiallahuanhu dengan redaksi yang sama.[2] Ibnu Mas’ud [3] meriwayatkan hadits tersebut dari Nabi Shallalahu’alaihi wassalam
Dalam Shahiihul Bukhori dan Shahiihul Muslim dari Abu Hurairah Radiallahuanhu, dari Nabi Shallalahu’alaihi wassalam beliau bersabda:
ما من مسلم يموت له ثلاثة من الولد لم يبلغوا الحنث فتمسّه النار إلاّ تحلّة القسم
“Tidaklah seorang muslim yang tiga anaknya meninggal dunia sebelum sampai usia baligh, lalu ia terkena jilatan api neraka, kecuali (itu terjadi hanya ) untuk melepaskan sumpah.’’[4]
Dalam Shahiihul Bukhori dari hadits Anas Radiallahu’anhu ia berkata bahwa Rasulullah Shallalahu’alaihi wassalam bersabda :
ما من الناس مسلم يموت له ثلاثة من الولد لم يبلغوا الحنث إلا أدخله الله الجنّة بفضل رحمته إيّا هم
“Tidaklah dari manusia ada seorang muslim yang tiga orang anaknya meninggal dunia sebelum usianya mencapai baligh, melainkan Allah Azza wajalla akan memasukkan kedalam surga dengan karunia rahmat-Nya kepada mereka.’’[5]
Dalam Shahiih Muslim dari Abu Hurairah Radiallahu’anhu, ia berkata :
أتت امرأة بصبيّ لها فقالت : يا نبيّ الله! ادع الله له، فلقد دفنت ثلاثة، قال: دفنت ثلاثة؟ قالت:نعم.قال:لقد احتظرت بحظار شديد من النار
“Seorang wanita datang kepada Nabi Shallalahu’alaihi wassalam sambil menggendong anaknya yang masih kecil, ia berkata : ‘Wahai Nabi Allah! Berdoa’alah kepada Allah untuknya, sungguh aku telah memakamkam tiga anakku. Beliau bertanya: Kamu telah memakamkan tiga orang anakmu?” wanita itu menjawab: Ya. Beliau bersabda : ‘Sungguh kamu telah mengenakan tirai penghalang yang sangat kokoh dari jilatan api Neraka.’’[6]
Bagaimanapun seorang anak, jika ia hidup setelah orang tuanya meninggal, ia akan memberikan manfaat bagi keduanya. Dan, jika ia meninggal mendahului kedua orang tuanya, ia juga tetap akan memberikan manfaat bagi keduanya.
Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam shahiih-nya dari hadits abu Hurairah Radiallahu’anhu, bahwasannya Rasulullah Shallalahu’alaihi wassalam bersabda:
إذا مات الانسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاث: إلا من صدقة جارية، أوعلم ينتفع به، أو ولد صالح يدعوله
“Apabila seorang manusia meniggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga; (yaitu) kecuali terdiri dari shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendo’akannya.[7]
Allah berfirman :
وإن خفتم ألا تقسطوا فى اليتمى فانكحوا ماطاب لكم من النّسآء مثنى وثلث وربع فائن خفتم ألاتعدلوا فوحدة أومامكت أيمنكم ذلك أدنى ألا تعولوا
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim bilamana kamu mengawininya, maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.’’(QS. An-Nisaa’ : 3)
Menurut Imam asy-Syafi’I Rahimahullah, maksud ألا تعولوا adalah لاتكثر عيالكم(jangan kamu memperbanyak tanggungunganmu!).’’ Ini menunjukkan bahwa jumlah tanggungan yang sedikit (qaliilul ‘iyaal) itu lebih baik. Ada yang mengatakan, pernyataan Imam asy-Syafi’I Rahimahullah tersebut menyelisihi pendapat jumhur ahli tafsir dari kalangan salaf dan khalaf. Mereka berpendapat bahwa pengertian ayat diatas adalah : ‘Yang demikian itu agar kamu tidak belaku aniaya dan condong sebelah terdapat ungkapan dalam Bahasa arab عال الرّجل يعول عولا yang artinya ia condong sebelah dan berlaku aniaya. Penggunaan lafazh ini antara lain عول الفرائض;pasalnya, bagian-bagian warisan tersebut jika bertambah, maka kemungkinan ada pengurangan. Dikatakan pula : عال يعيل عيلة,artinya membutuhkan, seperti firman Allah Azza wajalla
…وإن خفتم عيلة فسوف يغنيكم الله من فضله إن شاء ….
“… Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika dia menghendaki … “(QS. At-TAubah: 28)
Menurut Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah penentuan makna ini berasal dari ayat itu sendiri, meskipun apa yang disebutkan oleh Imam asy-Syafi’I Rahimahullah merupakan salah satu cara bacaan dalam Bahasa arab yang diriwayatkan dari al-Kisa-i. sebagaimana al-Kisa-I menuturkan, salah seorang sahabat pernah berkata: عال يعول،،, maknanya seorang yang banyak tanggungannya.”
Al-Kisa-I berkata: “Kalimat tersebut adalah Bahasa yang fasih, aku telah mendengarnya sendiri dari orang-orang arab.” Tetapi, makna yang pertama (berbuat aniaya dan condong sebelah) dinilai lebih tepat, karena beberapa alasan[8] :
Pertama,makna tersebut lebih dikenal dalam Bahasa arab, hampir-hampir tidak ada yang mengenal selainnya. Makna عال يعول،،yang berarti jumlah tanggungan yang banyak, tidak dikenal kecuali riwayat al-Kisa-I, sedangkan para ahli Bahasa Arab lainnya berbeda pendapat dengannya.
Kedua, makna tersebut diriwayatkan dari Nabi Shallalahu’alaihi wassalam . Kendati hadits ini termasuk hadits gharib, namun masih layak dijadikan untuk menguatkan pendapat.
Ketiga, makna tersebut diriwayatkan dari ‘Aisyah Radiallahu’anha dan Ibnu ‘Abbas Radiallahu’anhu. Sementara itu tidak diketahui dari kalangan ahli tafsir yang menyelisihi pendapat keduanya. Abu ‘Abdillah al-Hakim berkata: “Dalam penilaian kami, tafsir seorang sahabat dihukumi marfu’ (tafsir yang disampaikan oleh Nabi Shallalahu’alaihi wassalam.
Keempat, dalil-dalil yang telah kami sebutkan diatas tentang anjuran untuk menikahi wanita-wanita yang subur dan khabar dari Nabi Shallalahu’alaihi wassalam bahwasannya beliau membanggakan jumlah umatnya yang banyak dihadapan umat-umat lainnya pada hari kiamat, dengan sendirinya membantah penafsiran tersebut yaitu penafsiran untuk tidak memperbanyak tanggungan keluarga.
Kelima, bahwa susunan rangkaian ayat al-Qur’an diatas berbicara tentang pengalihan keadaan mereka dari rasa takut dan kekhawatiran berbuat zhalim dan berlaku aniaya kepada keadaan yang lain.
Keenam, firman Allah Azza Wajjalla “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil……” dalam menikahi empat orang istri, maka nikahilah seorang istri atau bersenang-senanglah dengan seorang hamba sahaya sesuai yang kamu kehendaki, karena hal itu lebih dekat untuk tidak memperbanyak jumlah orang yang menjadi tanggunganmu! Penafsiran ini tidak tepat
Ketujuh, tidak boleh dikatakan kepada mereka : “Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil diantara empat orang istri, maka kamu boleh bersenang-senang dengan seorang hamba sahaya atau lebih, kerena hal itu lebih dekat untuk tidak memperbanyak jumlah orang yang menjadi tanggunganmu.’’
Kedelapan, firman Allah Azza Wajjala : ذالك أدنى ألا تعولوا merupakan alasan yang mendasari (ta’liil) bagi masing-masing dari dua hukum yang telah disebutkan sebelumnya. Yaitu pengalihan mereka dari menikahi anak-anak yatim kepada menikahi wanita-wanita dewasa, dan pengalihan dari menikahi empat orang istri (dewasa) kepada menikahi seorang istri saja atau hamba sahaya. Dan alasan tersebut tidak relevan jika dipahami dengan meminimalisir jumlah orang yang menjadi tanggungan
Kesembilan, Allah Azza Wajalla berfirman dengan redaksi : “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil……tidak dengan redaksi: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat memenuhi kebutuhan atau keperluan mereka……” sekiranya yang dimaksdkan adalah meminimalisir jumlah orang yang menjadi tanggungan, maka tentunya yang paling tepat adalah disampaikan dengan redaksi yang kedua.
Kesepuluh, ketika Allah Azza Wajalla menyebutkan suatu hukum yang dilarang, atau sebab (‘illat) yang mendasarinya, atau ketika dia membolehkan sesuatu, dan dia menjelaskan tidak ada larangan didalamnya dengan menyertakan alasan yang mendasari hukum tersebut harus bertepatan dengan kebalikan hukum yang dijelaskan. Sungguh, Allah Azza Wajalla telah menyebutkan alasan yang mendasari kebolehan menikahi wanita-wanita selain anak-anak yatim dan membatasinya hanya satu orang istri atau hamba sahaya, bahwa hal itu lebih dekat untuk tidak berlaku aniaya. Sebagaimana diketahui, bahwa banyaknya tanggungan keluarga tidak membatalkan hilangnya hukum yang disebutkan ‘illat-nya karena itu, banyaknya tanggungan keluarga dalam hal ini tidak tepat dijadikan sebagai justifikasi. Waallahu a’lam.
Sumber :
Penulis Ibnu Qayyim al-Jauziyyah Hanya untukmu anakku (panduan lengkap Pendidikan anak sejak dalm kandungan hingga dewasa) judul asli Tuhfatul Mauduud bi Ahkaamil Mauluud Penulis Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
Penerbit : Daar Ibnu al_Qoyyim, Dammam; Daar Ibnu Affan, Kairo, Cet. I.1423 H/ 2003 M
Diringkas: oleh Edi Susanto (Pegawai Ponpes Darul Qur’an wal-Hadits, Martapura 27 November 2019)
[1] HR. Al-Bukhori (no.1249) dan Muslim (no.2633)
[2] HR. Muslim (no.2636)
[3] HR. Ahmad (I/421)
[4] HR. Al-Bukhori (no.1251)
[5] HR. Al-Bukhori (no. 1248.
[6] HR. Muslim (no.2636)
[7] HR. Muslim (no. 1631)
[8] Beberapa alasan diantaranya disebutkan dalam Iddatus Shaabiriin wa Dzakhiiratus Syaakiriin (hlm.258-259)
Baca Juga Artikel:
Leave a Reply