Ambillah Harta Suami Secukupnya Untuk Keluarga

harta suami secukupnya untuk keluarga

Ambillah Harta Suami Secukupnya Untuk Keluarga – Dari Aisyah,bahwasannya hindun berkata,’’Wahai Rasululloh,sesungguhnya abu sufyan adalah laki-laki yang kikir. ia tidak pernah memberiku harta yang cukup untukku dan anakku.Tetapi aku mengambil miliknya tanpa sepengetahuan dia.’’Rasulullah  صلى الله عليه وسلمbersabda:

خذي ما يكفيك وولدك بالمعروف

‘’Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik”(diriwatkan oleh jamaah selain Tirmidzi)

Hadist ini bisa di bilang adalah fatwa nabi untuk hindun binti utbah,istri abu sufyan bin harb,agar mengambil harta suaminya secukupnya untuk dirinya sendiri dan anaknya,dengan cara yang baik.

Artinya adalah cukup untuk keperluan belanja dirinya dan anak anaknya tidak lebih tdak kurang.tapi sesuai dengan kadar belanja orang pada umumnya tidak boros dan tidak berlebih-lebihan juga.fatwa ini di picu karena adanya pengaduan hindun yang mengadukan suaminya bahwa suaminya,abu sufyan adalah lelaki yang kikir,ia tidak memberikan jatah yang cukup untuknya.

Penulis kitab nailul authar berkata ketika menerangkan hadist ini,”shahih(ataupun syuh) ini lebih umum daripada bakhil.karena bakhil hanya khusus dalam perbuatan tidak mau memberi harta.sedangkan syuh(kikir) mencakup semua ketidakmauan memberi apapun,di dalam kondisi apapun.demikian yang disebutkan dlm alfath.”

Sabda beliau,”ambillah harta secukupnya untuk dirimu dan anak mu,dengan cara yang baik.”AL-QURTHUBI berkata,”ini adalah perintah yang menunjuk kebolehan.

Asy-syaukani berkata,”walaupun pembolehan ini mutlak secara lafadz,tetapi maknanya muqoyyad(ada ikatannya),seolah al-qurthubi mengatakan begini,”sesungguhnya itu boleh kalo yang saya sebutkan tadi benar adanya.”

Hadist ini menunjukkan kewajiban suami memberi nafkah kepada istrinya.dan ini adalah perkara yang sudah menjadi ijmak,sebagaimana telah dijelaskan.juga menunjukkan wajibnya yah memberi nafkah kepada anaknya,dan bahwasannya orang yang nafkahnya menjadi seseorang tidak boleh mengambil harta secukupnya kalau ia tidak melaksanakan tugas kewajibannya,dan cenderung bersikap keras.hadist ini juga dijadikan dalil wajibnya memberikan nafkah yang cukup kepada istri,inilah pendapat jumhur(kitab naihul authar).

Akan tetapi berapakah nafkah yang cukup itu?bisakah ditentukan ukurannya sesuai yang di tetapkan batasannya oleh para fuqaha?pertanyaan ini dijawab oleh taqiyuddin al-imam ibnu taimiyyah,dalam fatwanya,ia mengatakan,’’nabi bersabda,’ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang makhruf’(baik).’beliau tidak menentukan ukuran dan jenisnya.kalau beliau menentukan kadarnya dengan syariat atau yang lain,tentu beliau jelaskan kadar dan jenisnya disini sebagaimana beliau menerangkan nilai kewajiban zakat dan diyatai,dan itu sesuai kebiasaan yang berlaku untuk wanita di negerinya,maka ia tidak mendapatkan hak lain selain itu.’’tetapi jika istri tidak mengakuinya,hakim memerintahkan suami untuk memberinya na.”

Di dalam shahih muslim disebutkan dari jabir,bahwa nabi صلى الله عليه وسلم bersabda dalam khutbah agungnya di padang arafah,’….Hak mereka atas kalian adalah kalian memberikan rezeki dan pakaian dengan cara yang makhruf.’jika yang wajib adalah secukupnya dengan cara yang makruf,maka menjadi hal  yang maklum bahwa kecukupan itu tergantung  dengan kebutuhan istri,sesuai perbedaan waktu dan tempat,dan sesuai kondisi suami,apakah dalam keadaan kondisi mudah atau sulit.pakaian yang pendek dan sempit,tidak sama dengan pakaian yang panjang dan longgar.pakaian musim dingin tidak sama denganpakaian yang panjang dan longgar.pakaian musim dingin tidak sama dengan pakaian musim panas.kecukupan makanan pun berbeda –beda.makanan di negeri daerah panas tidak sama dengan daerah dingin.makanan di negeri yang biasa makan kurma dan gandum,tidak sama dengan negeri  yang biasa makan buah-buahan dan anggur.

Di dalam Musnad Imam Ahmad,Sunan Abu dawud dan ibnu majjah,dari hakim bin muawiyah An-Numairi,dari ayahnya,ia beliau menjawab,’Engkau memberinya makan ketika engkau makan,engkau memberinya pakaian ketika engkau berpakaian,tidak memukul wajahnya,tidak menjelek-jelekkannya,yaitu mengatakan’’Qabbahakallah(semoga alloh memburukkanmu),ini adalah laranganmencaci dan mencaci dan mencela istri,dan jangan mendiamkannya  kecuali di dalam rumah.’’

Inilah tiga hadits dari nabi yang menerangkan bahwa istri boleh mengambil hak secukupnya untuk anaknya dengan cara yang makhruf.

Di dalam khutbah yang disampaikan rasululloh dalam pertemuan terbesarnya dalam islam,beliau bersabda,’….Hak mereka atas kalian adalah memberikan rezeki dan pakaian dengan cara yang baik.’’dan beliau bersabda kepada orang yang bertanya,yang meminta fatwa tentang istri,’’engkau memberinya makan ketika engkau makan,engkau memberinya pakaian ketika engkau berpakaian.”

Hal ini sama dengan yang beliau sabdakan tentang nafkah budak.di dalam ash-shahihain,dari abu dzar,dari nabi beliau bersabda,’’para budak itu adalah saudara-saudara kalian yang allah jadikan di bawah kekuasaan tangan kalian.maka siapa yang saudaranya berada di bawah tanggungan tangannya,hendaknya ia beri makan ,ia beri pakaian seperti yang ia pakai,dan jangan membebaninya pekerjaan yang tidak ia sanggupi,jika kalian membebani mereka maka bantulah.”

Di dalam shahih muslim,dari abu Hurairah,dari nabi beliau bersabda,’’budak berhak mendapatkan jatah makan dan pakaiannya,dan tidak boleh dibebanani pekerjaan yang tidak ia mampu.’’

Jadi hak istri dan budak adalah sama dalam kadar dan jenis serta cara memberi nafkah,walaupun para ulama masih berbeda pendapat dalam hal ini.

Adapun jenis,suami tidak harus memberinya makanan yang bisa di takar,seperti gandum,atau yang bisa ditimbang,seperti roti dan lauknya,lalu ia sudah memberikannya,atau jika jika kebiasaannya memberinya biji-bijian dan ia tumbuk sendiri di rumah,maka seperti itulah yang harus ia lakukan.

Adapun nafkah,ada yang mengatakan wajib memberikan nafkah  dan pakaian yang pasti.ada juga yang mengatakan tidak wajib seperti itu,dan inilah yang benar.sebab itu bukan perkara yang makhruf,tetapi kebiasaan Nabi dan kaum muslimin hingga jaman kita sekarang adalah terkadang seseorang diantara mereka datang kerumahnya lalu ia makan sendirian.kadang mereka juga makan bersama-sama,kadang merekapun punya sisa lalu menyimpannya.tidak diketahui secara kebiasaan bahwa mereka mengetahui jumlah dirham yang pasti bagi istrinya,(yang dimaksud adalah tidak ditetapkan jatah harta bagi istri harus sekian setiap harinya.akan tetapi,memberi sesuai kemudahan dan kesepakatan kedua belah pihak mengikuti kebutuhan dan kondisi.sebab kalau harus membeli dalam jumlah tertentu,terkadang kondisi suami tidak dalam posisi mudah untuk memberikan jumlah yang sama setiap harinya),yang kemudian ia menggunakannya layaknya raja.bahkan,siapa yang memperlakukan istri dengan perlakuan seperti ini,mnurut kaum muslimin keduanya tidak bergaul dengan cara yang makhruf,keduanya saling membahayakan dalam pergaulan,salah satu pihak pasti melakukannya untuk menyakiti yang lain bukan untuk bergaul dengan baik.kemudian jika suami istri bersengketa,apabila istri mengakui telah mendapatkan makan seperti yang dimakan suami,dan suami memberinya pakaian seperti yang ia pakfkah sesuai kebiasaan yang berlaku…..’’(dari kutub wa rasa’il wa fatawa ibni taimiyah fil fiqhi,tulisan taqiyuddin ahmad bin abdil halim bin taimiyyah al-harrani,

Al-Allamah Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata,’’Nafkah diukur dengan kecukupan.dan ini berbeda-beda sesuai perbedaan jumlah ukuran nafkah untuk orang yang wajib dinfkahi.inilah pendapat abu hanifah dan imam malik.’’

Adapun bagi kami adalah sabda Nabi kepada Hindun,’’ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang makhruf’’ disini rasulullah meerintahkan untuk mengambil secukupnya tanpa batasan jumlah tertentu dan mengembalikan ijtihad cukup tidaknya kepada hindun.’’( AL-Mughni).

Ibnu Qudamah berkata,’’Nafkah berbeda-beda mengikuti kondisi mudah tidaknya suami,sebagaimana firman Allah 

لينفق ذو سعة,ومن قد ر عليه رزقه, فلينفق مما ءاتىه الله لايكلف الله نفسا الا ما ءاتىها….(7)                                                        

‘’Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya.dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari  harta yang diberikan allah kepadanya.allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan(sekedar) apa yang allah berikan kepadanya.’’(ath-thalaq(65):7).

Kondisi istri juga menjadi pertimbangan.berdasarkan sabda nabi  “ambillah secukupnyauntukmu dan anakmu secara makhruf.’’

(Sumber: KITABAH  WASIAT RASUL  KEPADA KAUM WANITA)

BACA JUGA :

Be the first to comment

Ajukan Pertanyaan atau Komentar

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.