Mendidik Balita Mengenal Agama (Bagian 2)

mendidik balita mengenal agama - bagian 2

Mendidik Balita Mengenal Agama (Bagian 2) – Bayi yang ada di dalam kandungan sangat mengharapkan perhatian dari orang tuanya. Ia ingin sekali merasakan kasih sayang Anda. Ia ingin merasakan betapa lembutnya tangan Anda ketika mengelusnya. Ia berusaha mencari perhatian ibu dengan sesekali bergerak perlahan dan sesekali menendang perut Anda. Ia ingin Anda memberikan perhatian kepadanya. Perhatian dengan cinta yang tulus.

Sentuhlah Dengan Cintamu

Sentuhan Anda terhadap bayi dalam kandungan Anda merupakan bukti perhatian kepadanya. Semakin Anda sering menyentuhnya, semakin membuktikan bahwa Anda benar-benar memedulikannya. Sentuhlah dengan lembut, perlahan-lahan dan dengan perasaan penuh cinta kepadanya.

Mengelusnya dengan rasa kasih sayang akan merangsang kemampuan bayi dalam merasakan stimulan dari luar. Ia akan merasakan tenteram. Ia merasa terlindungi dan nyaman berada di dalam kandungan ibunya. Ia merasakan kehangatan kasih sayang sang ibu. Keadaan yang demikian membantunya untuk tumbuh dan berkembang dengan baik dan sehat.

Lakukan sentuhan-sentuhan lembut pada kandungan sembari mengucapkan, “Subhanallah,” atau, “Alhamdulillah”. Lakukan hal itu secara berulang-ulang dan biarkanlah bayi merasa akrab dengan sentuhan dan kalimat tayibah yang biasa ibu ucapkan.

Mengajak Berbicara

Para peneliti neurologi mengungkapkan, bahwa otak dan indra pendengaran bayi di dalam kandungan mulai mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Karena itu, hendaknya otak dan indra pendengaran diberikan rangsangan, sehingga akan membantu proses tumbuh kembangnya.

Indra pendengaran mulai berkembang pada minggu ke-8 dan selesai pembentukan pada minggu ke-24. Indera pendengaran juga dibantu oleh air ketuban yang merupakan penghantar suara yang baik. Bayi akan mulai mendengar suara aliran darah melalui plasenta, suara denyut jantung dan suara udara di dalam usus. Selain itu, bayi di dalam kandungan akan bereaksi terhadap suara-suara keras, bahkan bisa kaget karenanya.

Usia kehamilan minggu ke-25, bayi sudah dapat mendengar dan mengenali suara orang-orang terdekatnya, seperti suara ibu dan ayahnya. Para ahli neurologi dan psikolog anak merekomendasikan agar ibu mengajak berbicara bayi yang ada di dalam kandungannya. Suara ibu akan merangsang daya kembang otak dan indra pendengaran bayi, sehingga ketika bayi lahir, ia akan dilengkapi dengan sistem otak dan indra pendengaran yang siap beradaptasi dengan lingkungan barunya. Hindari suara-suara yang bernada marah karena suara orang tua yang sedang marah akan memberikan pengaruh yang tidak baik bagi bayi.

Memperbanyak ibadah dan doa

Ibadah merupakan salah satu bentuk konkret pembuktian bagi setiap manusia yang mengaku dirinya sebagai insan yang beriman. Keimanan seseorang tercermin melalui sejauh mana keikhlasan, kekhusyukan dan ittiba’urrasul ketika ia beribadah kepada Allah. Tak terkecuali ibu hamil, sebagai seorang yang beriman, ia juga dituntut melaksanakan amal ibadah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah ta’ala.

Apa pun ibadah pilihan yang dikerjakan oleh ibu hamil akan sangat baik bagi perkembangan janin. Lebih dianjurkan untuk dilakukan oleh ibu hamil adalah memperbanyak shalat sunnah. Menurut para ahli, ibu hamil yang memperbanyak sujud lebih sedikit mengalami kemungkinan bayi sungsang di dalam kandungan. Sujud merupakan terapi alami untuk mencegah terjadinya keadaan sungsang.

Bentuk ibadah lain yang sangat dianjurkan bagi ibu hamil untuk diperbanyak dalam pengerjaannya adalah berdoa. Doa yang hendak dipanjatkan oleh ibu bisa doa apa saja, dari mulai yang bersifat umum sampai dengan doa untuk buah hatinya. Tak ada salahnya ibu sedikit mengeraskan suara ketika berdoa, sehingga anaknya yang berada di dalam kandungan ikut mendengarkannya.

Memperbanyak membaca al-Qur’an

Ibu hamil sangat dianjurkan untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an. Hal ini berlaku pula bagi ayah atau anggota keluarga yang lain untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an, di mana cara membacanya adalah dengan mendekatkan suaranya pada perut ibu. Bacaan sedikit dikeraskan akan lebih baik, sehingga anak yang ada di dalam kandungan ibu dapat mendengarkannya.

Semakin sering ibu membaca Al-Qur’an, anak akan semakin akrab terhadapnya. Ia akan menikmatinya. Dan ketika ia telah lahir, ia tidak akan merasa asing dengan bacaan Al-Qur’an.

Manfaat bacaan Al-Qur’an bagi bayi di dalam kandungan tidak hanya terbatas pada pengaruh stimulasi saja. Anak yang biasa mendengarkan bacaan Al-Qur’an tatkala ia berada di dalam kandungan ibunya, insya Allah akan lebih terjaga dari gangguan setan. Selain itu, kelak ketika ia telah lahir dan beranjak tumbuh menjadi anak-anak, ia akan lebih mudah mempelajari dan menghafalkan Al-Qur’an.

Makanan barakah untukku dan buah hati

Ibu hamil sebaiknya mengonsumsi makanan yang penuh dengan barakah untuk dirinya dan bayi yang ada di dalam kandungannya. Makanan yang barakah harus mengandung dua syarat. Pertama, makanan tersebut halal, baik dalam cara memperolehnya maupun zat makanan itu sendiri. Kehalalan itu akan menjadikan pertumbuhan bayi dalam kandungan semakin baik dan istimewa, karena di dalam dirinya tidak terdapat makanan haram yang mengalir di dalam darahnya.

Kedua, makanan tersebut baik. Baik yang dimaksud adalah makanan yang bergizi (lebih utama lagi bergizi lengkap) dalam jumlah yang cukup. Mengapa harus dalam jumlah yang cukup? Karena ibu hamil membutuhkan makanan untuk dua orang, yaitu dirinya dan janinnya. Namun bukan berarti ibu hamil harus makan dua kali lebih banyak dari biasanya.

Pemenuhan gizi selama kehamilan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan janin dan perkembangan otaknya. Kekurangan gizi dapat menyebabkan terganggunya kesehatan dan kebugaran sang ibu, sehingga mendorong pada beberapa kemungkinan terjadinya dampak negatif pada janin, misalnya keguguran, gangguan pertumbuhan, perkembangan otak terhambat, bayi lahir prematur, atau bayi lahir dengan berat badan rendah.

BALITA, USIA EMAS

Kisah Fir’aun dan Musa kecil

Fir’aun, suatu ketika sedang memangku anak angkatnya yang masih balita, yang bernama Musa. Tiba-tiba Musa kecil menarik jenggot Fir’aun dengan keras. Fir’aun marah besar karena sebagai seorang raja belum ada yang berani terhadapnya, apalagi sampai menarik jenggotnya hingga sakit. Fir’aun menganggap Musa telah melakukan perbuatan yang kurang ajar dan tidak dapat dimaafkan, sehingga ia memutuskan akan memberikan hukuman kepada Musa kecil.

Kejadian itu diketahui oleh istri Fir’aun, Asiyah. Asiyah adalah seorang wanita beriman nan bijaksana. Dengan bahasanya yang santun, ia menyampaikan kepada Fir’aun bahwa apa yang dilakukan oleh Musa kecil sekedar perlakuan seorang yang masih anak-anak. Apa yang dilakukan Musa kecil bukan bermaksud hendak menyakiti atau berbuat kurang ajar terhadap Fir’aun, karena naluri anak-anak adalah bermain-main, sehingga tidak tepat jika tindakan Musa kecil dianggap sama dengan tindakan orang dewasa.

Fir’aun tetap tidak mau terima dengan penjelasan istrinya. Ia memiliki anggapan bahwa “anak adalah orang dewasa kecil”, sehingga perilaku Musa tersebut dianggap sebagai perilaku orang dewasa. Dengan pandangan seperti itu, maka Fir’aun ingin memberikan hukuman kepada Musa.

Asiyah mengemukakan ide kepada suaminya bahwa ia akan membuktikan bahwa Musa masih balita, dan dunia balita berbeda dengan dunia orang dewasa. Ia menyajikan dua benda, yaitu “makanan” dan “bara api”. Asiyah akan menyuruh Musa kecil memilih salah satu dari kedua benda tersebut.

Secara sederhana, anak yang telah dewasa tentu akan memilih makanan daripada bara api. Dengan demikian, jika Musa kecil memilih makanan, maka ia dianggap telah dewasa dan boleh dihukum. Sebaliknya, bila ia memilih bara api, maka ia dianggap masih kecil karena tidak tahu mana yang berbahaya dan mana yang lebih nikmat, sehingga tidak perlu diberikan.

Singkat cerita Musa kecil justru memilih bara api. Ia memperhatikan benda tersebut, kemudian berusaha mendekati untuk mengambilnya. Kejadian ini akhirnya membuat Musa kecil selamat dari hukuman Fir’aun. Kisah tersebut menunjukkan kebenaran pandangan Asiyah (istri Fir’aun) bahwa perilaku Musa kecil sebagai perilaku anak-anak, bukan perilaku orang dewasa. Artinya, anak harus diperhatikan sesuai dengan kondisi anak.

Kisah Fir’aun dan Musa kecil memiliki banyak pelajaran bagi kita. Anak adalah anak. Sebuah pertanyaan sederhana, mengapa Musa memilih “bara api”? setidaknya ada beberapa alasan untuk dapat menjelaskan hal tersebut :

  1. Balita memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Tidak seperti makanan yang sudah biasa dilihat, bar api merupakan sesuatu yang belum dikenal, sehingga Musa kecil memilihnya karena keingintahuan dirinya terhadap benda yang baru dilihatnya.
  2. Balita belum mampu membedakan antara sesuatu yang berbahaya dan yang tidak. Ia sedang dalam proses untuk mengetahui keduanya, sehingga ia dalam proses untuk mengetahui keduanya, sehingga ia cenderung mencoba dan menjelajah. Ia akan belajar secara bertahap bahwa sesuatu itu berbahaya atau tidak jika ia telah menjumpai sebelumnya. Bila baru pertama ia jumpai, maka ia tidak akan beranggapan bahwa sesuatu itu berbahaya.

Dunia Balita = Dunia bermain

Balita memiliki dunianya sendiri yang berbeda dengan orang dewasa. Dunia balita adalah dunia bermain, bersenang-senang dan bersuka cita. Karena itu, dalam memandang dan menyikapi dunia balita, hendaknya dilakukan dengan pendekatan yang tepat, sehingga akan membawa pengaruh yang baik bagi perkembangan anak.

Ada dua faktor penting dalam pendekatan pendidikan pada dunia balita. Pertama, pendidikan balita harus di buat menyenangkan bagi si balita. Oleh karena itu, belajar bagi balita adalah :

  1. Hadiah, bukan hukuman.
  2. Permainan, bukan pekerjaan.
  3. Bersenang-senang, bukan bersusah payah.
  4. Suatu kehormatan, bukan kehinaan.
  5. Hiburan, bukan sesuatu yang membosankan.
  6. Pilihannya, bukan keterpaksaan.

Kedua, membatasi waktu untuk melakukan setiap permainan, sehingga betul-betul singkat. Hentikan setiap permainan sebelum anak itu sendiri ingin menghentikannya, karena merasa bosan. Kebosanan anak terhadap permainan tertentu akan berakibat pada keengganannya mengulangi kembali permainan yang sama. Menghindari kebosanan anak adalah sikap bijak yang mesti diambil oleh orang tua.

Prinsip-prinsip pendidikan balita

  1. Berorientasi pada kebutuhan anak. Pendidikan anak harus senantiasa berorientasi pada kebutuhan anak. Anak balita adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan, baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional.
  2. Belajar melalui bermain. Bermain merupakan saran belajar balita. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda di sekitarnya.
  3. Lingkungan yang kondusif. Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa, sehingga menarik dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain.
  4. Mengembangkan berbagai kecakapan hidup. Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggung jawab, serta memiliki disiplin diri.
  5. Dilaksanakan secara bertahap dan berulang-ulang. Pembelajaran bagi balita hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak.
  6. Menggunakan berbagai media yang edukatif dan sumber belajar. Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh orang tua.

MENGENALKAN ALLAH PADA BALITAKU

Pondasi Iman, Pondasi terbaik keluarga Muslim

Ibarat rumah, membangun sebuah keluarga membutuhkan pondasi yang baik agar mampu menopang bangunan-bangunan cinta dan cita-cita setiap anggota keluarga. Pondasi yang baik akan mengukuhkan kehangatan dalam keluarga dan menunjang pencapaian visi keluarga ke depan. Sebaliknya, tanpa pondasi yang kuat, sebuah keluarga ibarat rumah yang tidak pernah siap menghadapi datangnya angin besar, sehingga seketika ada masalah bisa menghancurkan keharmonisan yang sedang dibangun.

Islam mewajibkan setiap muslim, laki-laki maupun perempuan untuk menjadikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan, termasuk dalam kehidupan rumah tangga. Menjadikan akidah Islam sebagai asas rumah tangga berarti mendudukkan akidah sebagai penentu tujuan hidup dalam berumah tangga.

Akidah Islam menetapkan bahwa tujuan hidup setiap manusia adalah menggapai rida Allah ta’ala melalui ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan kepada-Nya.

Persaksian Akbar nan Suci

Bayi Anda, ketika ia genap berusia empat bulan di dalam kandungan, telah mengalami dua peristiwa besar. Pertama, Allah meniupkan ruh ke dalam jasadnya. Kedua, Allah mempersaksikan ikrar si bayi bahwa Allah adalah Rabb dan Tuhannya. Persaksian antara ruh manusia dengan Allah pada masa ini akan menjadi saksi tatkala manusia kembali dihadapkan kepada-Nya di padang Mahsyar untuk menghadapi yaumul hisab.

Mengenai persaksian ini, Allah ta’ala mengisahkan di dalam firman-Nya:

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَن تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ ﴿١٧٢﴾

Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. (QS. Al-A’raf[7] : 172)

Ayat tersebut menjadi bukti bahwa setiap bayi yang lahir dalam keadaan fitrah (Islam). Sayangnya, ketika seorang anak lahir dalam keadaan fitrah (suci), ia juga lahir dengan kemampuan yang serba terbatas. indranya belum bisa berfungsi secara sempurna seperti orang dewasa. Otaknya belum dapat bekerja secara optimal, baik untuk mengingat maupun berpikir. Memori ketika ia masih di dalam kandungan ibu juga terlupakan begitu saja, termasuk ketika ruhnya bersaksi bahwa Allah adalah Rabbnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kepada setiap orang tua melalui sabda beliau Shallallahu Alaihi Wasallam:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ

Artinya: “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), dan orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.”[1]

Bertanggung jawab terhadap proses perkenalan kembali anak kepada Rabbnya, bukanlah hal yang mudah. Orang tua berkewajiban mendidik anaknya agar mengenal Allah sebelum anak mengenal dunia lebih luas dan jauh. Pendidikan keluarga dari orang tua kepada anak harus dimulai dengan pendidikan akidah, dan pokok dari pendidikan akidah adalah mengenalkan Allah Ta’ala. Selanjutnya, orang tua dituntut memberi pemahaman yang lebih dalam lagi kepada si anak.

 

Bersambung ke bagian berikutnya, insyaallah..

 

Referensi:

diringkas dari buku: Mendidik Balita Mengenal Agama

Penulis: Asadulloh Al-Faruq

Penerbit: Kiswah Media

Diringkas Oleh: Abu Muhammad Fauzan (Staf Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur)

[1] Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan lainnya.

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.