Buah Manis Keimanan
Iman seperti yang dijelaskan para ulama salaf adalah keyakinan dalam hati, ucapan dengan lisan, dan amalan-amalan lahir. Hakikatnya Iman terdiri dari 3 perkara diatas, dan dari ketiga pokok perkara diatas, maka akan lahir cabang-cabang Iman seperti yang dijelaskan dalam hadist berikut. Dalam hadits dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
Artinya: “Iman itu ada 70 atau 60 sekian cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘laa ilaha illallah’ (tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah), yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu merupakan bagian dari iman.” (HR. Bukhari no. 9 dan Muslim no. 35).
Hadist diatas menunjukkan dengan jelas cabang-cabang Iman, dan kesemuanya ini berdasarkan dari dalil-dalil, yang juga mencakup rukun Iman yang 6, Dan juga mencakup rukun islam yang 5, termasuk juga amalan-amalan yang wajib dan Sunnah.
Cabang-cabang Iman tidaklah selevel karena memiliki tingkatan-tingkatan yang berbeda. Yang tertinggi adalah kalimat tauhid, sedangkan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan di jalan. Cabang-cabang Iman ini bisa klasifikasikan menjadi 2 level yaitu yang wajib dan yang Sunnah. Contohnya tauhid adalah cabang Iman yang wajib, termasuk juga amalan-amalan dalam rukun islam Dan rukun Iman. Sedangkan seperti menyingkirkan gangguan termasuk ke dalam cabang Iman yang Sunnah, termasuk diantaranya amalan-amalan ibadah yang Sunnah lainnya.
Iman memiliki Kesempurnaan, Kesempurnaan Iman ada yang wajib dan ada yang Sunnah.
Yang wajib bisa kita wujudkan dengan mengerjakan cabang-cabang Iman yang sifatnya wajib, demikian pula Kesempurnaan Iman yang Sunnah dapat diwujidkan dengan mengerjakan cabang-cabang Iman yang Sunnah.
Berdasarkan praktek kaum muslimin di dalam kehidupan maka cabang-cabang Iman ini kadang menguat Dan terkadang melemah. Hal ini bisa terjadi jika seorang mukmin suka mengerjakan cabang-cabang Iman maka imannya akan bertambah/menguat ataupun jika sering meninggalkan cabang-cabang iman maka imannya akan berkurang/melemah.
Sehingga jika seorang mukmin menjaga dan mengerjakan cabang-cabang Keimanan maka akan melahirkan buah-buah yang Manis.
Beberapa contoh buah dari Keimanan setelah seorang mukmin merealisasikan cabang-cabang Iman di dalam hidupnya, yaitu diantaranya adalah
Lahirnya buah Manis Keimanan, kelezatan Iman yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Hal ini bisa terjadi jika seorang mukmin ridho bahwa Islam adalah agamanya, Allah Ta’ala adalah Tuhannya Dan Rosulullah Muhammad solallahu alaihi wassalam sebagai RosulNya, serta mengagungkan ketiga hal tersebut.
Dan juga didukung oleh hadist Rosulullah berikut yang jika ada 3 perkara dalam diri seseorang maka akan mendapatkan lezatnya Iman.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ، مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُـحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِـي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِـي النَّارِ.
Artinya: “Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu (1) barangsiapa yang Allâh dan Rasûl-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) apabila ia mencintai seseorang, ia hanya mencintainya karena Allâh. (3) Ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allâh menyelamatkannya sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam Neraka.” (Muttafaqun Alaih)
– Mencintai Allah Dan RosulNya lebih dari apapun adalah wajib bagi setiap mukmin.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abdullah bin Hisyam –radhiyallahu ’anhu– berkata: Dulu kami bersama Nabi shallallahu ’alaihi wasallam dan beliau memegang tangan Umar bin Khaththab –radiyallahu ’anhu-. Lalu Umar –radhiyallahu ’anhu– berkata: ”Ya Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali terhadap diriku sendiri.” Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wasallam berkata:”Tidak, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya! Sehingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Kemudian Umar berkata: ”Sekarang, demi Allah! Sungguh, engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wasallam berkata: ”Saat ini juga, wahai Umar (kamu telah mengetahuinya).”
– Mencintai seseorang karena Allah.
Bukanlah Mencintai karena kedudukan, jabatan, ataupun manfaat Dunia lainnya, melainkan Mencintai karena Allah semata
– Membenci kembali kekufuran
Sehingga jika disuruh memilih dilemparkan ke dalam api atau kembali kepada kekufuran maka akan dengan tegas menjawab dilemparkan ke dalam api saja daripada kembali kepada kekufuran.
Jika seorang mukmin bisa mewujudkan 3 perkara ini (cinta, cinta dan benci) maka ins sya Allah dia akan bisa merasakan lezatnya Iman.
para salafus sholeh terdahulu sudah mempraktekkan bagaimana mereka mewujudkan cabang-cabang Iman maka mereka pun merasakan lezatnya iman, bahkan ada yang sedang diuji dengan musibah namun dia masih bisa tersenyum karena imannya.
Mendapatkan hidayah atau petunjuk
Allah berfirman Allah memberikan hidayah kepada jalan yang lurus kepada orang yang beriman
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
كَانَ النَّاسُ اُمَّةً وَّا حِدَةً ۗ فَبَعَثَ اللّٰهُ النَّبِيّنَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ ۖ وَاَ نْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتٰبَ بِا لْحَـقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّا سِ فِيْمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ فِيْهِ اِلَّا الَّذِيْنَ اُوْتُوْهُ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَآءَتْهُمُ الْبَيِّنٰتُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْ ۚ فَهَدَى اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنَ الْحَـقِّ بِاِ ذْنِه وَا للّٰهُ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَآءُ اِلٰى صِرَا طٍ مُّسْتَقِيْمٍ
Artinya: “Manusia itu (dahulunya) satu umat. Lalu Allah mengutus para nabi (untuk) menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Dan diturunkan-Nya bersama mereka Kitab yang mengandung kebenaran, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Dan yang berselisih hanyalah orang-orang yang telah diberi (Kitab), setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka sendiri. Maka dengan kehendak-Nya, Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 213)
Hidayah ada 2 macam :
– Hidayah irsyad wa dalalah, maksudnya adalah hidayah berupa memberi petunjuk pada orang lain.
Hidayah Irsyad wa dalalah, bisa disematkan pada manusia. Contohnya pada firman Allah Subhanahu Wata’ala:
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syura: 52).
Memberi petunjuk yang dimaksud di sini adalah memberi petunjuk berupa penjelasan. Ini bisa dilakukan oleh Nabi dan yang lainnya.
– Hidayah taufik, maksudnya adalah hidayah untuk membuat seseorang itu taat pada Allah.
Hidayah taufik, yaitu hidayah supaya bisa beramal dan taat tidak dimiliki kecuali hanya Allah saja. Seperti dalam firman Allah Ta’ala,
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ
Artinya: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak bisa memberikan hidayah (ilham dan taufiq) kepada orang-orang yang engkau cintai.” (QS. Al-Qasshash: 56)
Allah Ta’ala berfirman bahwa Sungguh orang yang beriman dan beramal sholeh maka Allah akan memberikan hidayah kepada mereka dengan sebab Iman mereka:
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
Artinya:“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. At-Taghobun: 11)
Demikian lah artikel ini ana buat mohon maaf jika ada penulisan kata, kepada Allah ana memohon ampun semoga artikel yang buat ini bermanfaat bagi ana sendiri dan bagi semua pembacanya.
Wallâhu a’lam.
Penulis : Zakiah Azahra (Santriwati pengabdian ponpes Darul Qur’an wal Hadits)
Referensi : Majalah As-Sunnah 24 Jumadil Akhir 1445H
Oleh : Syaikh Prof Dr Ibrahim Ar Ruhaily
Baca juga artikel:
Leave a Reply