Do’a Agar Menjadi Orang Yang Jujur – Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan, dan meminta ampunan kepada-Nya. Kami juga berlindung kepada Allah dari kejahatan diri dan kejelekan amal kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Semua ujian yang dialami manusia itu untuk menguji kejujuran. Makanya salah besar ketika orang berfikir bahwa setelah dia hijrah besok semua urusannya akan dilancarkan. Dan banyak di antara kita berhijrah sudah satu bulan, dua bulan, tiga bulan, bahkan mungkin ada yang sudah satu tahun, dua tahun, ternyata belum ada titik terang di majelis problem dia masih berjuang, jangan berfikir Allah meninggalkan kita. Jangan berfikir bahwa Allah meninggalkan kita. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
وإذا سألك عبادي عني فإني قريب أجيب دعوة الداع إذا دعان فليستجيبوا لى وليؤمنوا بى لعلهم يرشدون
Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia berdo’a kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.” (QS. Al-baqarah: 186)
Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan orang yang jujur. Begitu pula ketika Nabi Musa Alaihissalam berdo’a, yang disebutkan dalam Al-Qur’an surat Yunus ayat 88, yang artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia. Ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman, hingga mereka melihat siksaan yang pedih”.
Lalu apa jawaban Allah dalam firman Allah dalam ayat setelahnya, Allah berfirman yang artinya: “Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengikuti”.
Dijelaskan oleh sebagian ulama seperti Ibnu Juraij. Ibnu Juraij mengatakan: “banyak ulama menjelaskan bahwa Fir’aun hidup setelah do’a ini 40 tahun baru setelah itu hancur. Jadi arti dari jawban do’a Nabi Musa pada ayat 189 itu bukan seketika itu langsung dikabulkan. Bahkan Allah kabulkan setelah 40 tahun. Berangkat dari keterangan ini, mengapa 40 tahun baru dikabulkan do’a Nabi Musa? Yaitu kembali pada firman Allah dalam surat Al-Ankabut ayat 3 yang artinya: “Agar Allah melihat siapa yang jujur dan siapa yang bohong”.
Yaitu siapa yang jujur ketika percaya kepada allah, siapa yang jujur dalam beriman kepada Allah, siapa yang jujur dalam meyakini janji Allah. Dari sini terlihat mana orang yang jujur dan mana yang dusta. Karena orang yang dusta akan mudah tergoncang keimanannya jika di beri ujian. Jadi semua dinamika ujian dari A sampai Z itu untuk melihat ke jujuran. Jadi kita harus benar-benar fokus terhadap adab ini.
Apa yang di maksud dengan jujur kepada Allah? jujur kepada Allah merupakan kunci terwujudnya cita-cita kita. Jujur kepada Allah adalah ketika dzohir dan bathin itu sama. Atau dalam makna lain yaitu aqidah yang benar, iman kita benar, hati kita bersih dan sholehnya amal kita / mengikuti dan menyerah kepada Allah.
Tidak ada ceritanya orang yang belajar agama itu stres. Tidak ada ceritanya menghafal Al-Qur’an itu depresi, tidak ada yang mengkaji Al-Qur’an dan sunnah Nabi Shallallahu Alaihi wasallam itu terpukul dan tidak bisa menjawab masalah-masalah kehidupan. Kalau sampai itu terjadi, maka evaluasi kontennya atau materinya. Dan kalau materinya tidak ada masalah maka yang bermasalah adalah kita sebagai murid atau orang yang belajar. Karena kalau dari sisi ilmunya tidak bermasalah, maka pertanyaan berikutnya orangnya bermasalah atau tidak?
Dan itulah mengapa kita mengkaji materi yang merupakan arahannya para ulama yaitu Tadzkiratus Saami’ wal Mutakallim fii Adabil ‘Alim wal Muta’alim karena sebelum menempatkan ilmu kita diri pribadi harus benar, atau berusaha untuk benar. Dan tolak ukur atau salah satu ciri-ciri dari ilmu nafi’ adalah menenangkan hati, memberikan kebahagiaan, memberikan kehidupan jiwa dan hati kita. Makanya para ulama dulu rela berjalan 1 bulan hanya untuk mendapatkan 1 hadits. Memang terkesan aneh, tapi kalau 1 hadits bisa menenangkan seseorang itu sangat layak untuk di perjuangkan. Kita bisa lihat hari ini orang keliling dunia tapi tidak dapat kebahagiaan, dan kalau dihitung sudah lebih satu bulan mereka melakukan pencarian. Dan inti dari pencarian anak manusia adalah kebahagiaan dan ketenangan. Dan kebahagiaan hati yang menjadi inti pencarian kita selama ini. Itulah kenapa para sahabat rela mempertaruhkan harta mereka, kenapa Abu Bakar mempertaruhkan seluruh asetnya di kota Mekah, kenapa pengusaha seperti Abdurrahman bin Auf meninggalkan semua usahanya di kota Mekah dan mulai dari nol? Karena mereka mengerti apa yang harus di cari dalam kehidupan. Mereka bukanlah orang-orang bodoh, mereka adalah orang-orang sukses, dan mereka berziarah disaat kehidupan dunia mereka diatas. Dan usaha mereka tidak haram ketika Abu Bakar meninggalkan seluruh harta beliau di kota Mekah. Mereka tau apa yang harus mereka cari, mereka tau mana tujuan, mana sarana, mereka tau mana yang harus dipertahankan dan mana yang harus dilepas disebutkan waktu.
Lihat bagaimana Mus’ab bin Umair seorang anak muda dari keluarga kaya dan terhormat, beliau memutuskan untuk masuk Islam lalu di baikot sampai badannya kurus kering dan pingsan di jalan karena kelaparan, tapi sama sekali tidak membuat beliau berpaling ke tawaran keluarga beliau. Kenapa orang-orang seperti itu melakukan hal tersebut? Karena mereka merasakan janji Allah dan Rasul-Nya Shallallahu Alaihi wasallam. Sebagaimana perkataan para ulama:
لو كانت النفسك برا تعبت من مرادها أجسام
“Terjemahannya: Kalau jiwa itu adalah jiwa besar (jiwanya hidup), maka fisik akan kesulitan untuk mengimbangi jiwa tersebut”
Begitulah orang-orang besar. Fisik mereka itu keberatan untuk mengimbangi jiwa mereka. Karena saking nikmatnya. Seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika jatuh sakit, dokter itu menyarankan ke beliau, agar beliau istirahat dari baca buku dan istirahat. Dan Syaikhul Islam berkata: “Kalau begitu maka saya akan tambah sakit, saya mau belajar terus.”
Dan itulah hal yang perlu kita perhatikan. Dan mereka tidak tersisa, bahkan mereka merasakan kenikmatan. Maka ahli dunia itu hidupnya hanya untuk dunia dan ketika meninggal mereka tidak pernah mendapatkan kenikmatan yang paling tinggi dari dunia. Dan apa kenikmatan paling tinggi? Ma’rifatullah ta’ala, berdzikir kepada Allah, menghamba kepada Allah. Para ulama berkata: “Kalau para raja-raja dunia dan putra-putra mahkota itu mengetahui yang kita rasakan sekarang, maka mereka akan merampas dari kita walaupun harus membunuh kita. Karena mereka berfikir caranya itu dengan merampas. Allah Subhanahu wata’ala menjelaskan tentang agama ini, menjelaskan tentang sunnah Rasul, dalam surat Al-Anfal:
يآيها الذين ءامنوا استجيبوا لله و للرسول إذا دعاكم لما يحييكم
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menjerumuskan kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada mu.” (QS. Al-Anfal: 24)
Allah tidak mengatakan yang membuat kalian kaya, yang membuat kalian terkenal, tapi Allah mengatakan, sambutlah ajaran yang akan membuat kalian hidup dan merasakan hakikat kehidupan yang sebenarnya. Inti dari jujur kata para ulama, seperti Abu Ya’qub:
الصدق وافقة الحق في السر وعلانية
Artinya: “Kejujuran adalah kebenaran secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan”
Dan ini sangat susah. Makanya Ma’ruf Al-Karikhi mengatakan: “Betapa banyak orang yang menampilkan kesholihan dan tapi yang menampilkan kejujuran sangat sedikit”. Jadi kalau kita ingin mendapatkan ilmu nafi’, maka jujurlah yang harus kita perjuangkan. Makanya Nabi Shallallahu Alaihi wasallam bersabda dalam riwayat Imam An-Nasa’i:
إن تصدك الله يصدكك
Artinya: “Jika engkau jujur kepada Allah, maka Allah akan jujur terhadap kalian”
Jujur ini memanglah susah. Karena sangat sedikit yang jujur baik didepan umum maupun di belakang umum. Oleh karena itu kita akan membahas dalam artikel ini yaitu do’a yang awalnya Allah Subhanahu wata’ala perintahkan untuk di baca Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam ketika beliau hijrah ke Mekkah masuk ke Madinah. Namun, banyak para ulama tafsir bahwa do’a ini pun bisa kita baca untuk kondisi kita sehari-hari. Jadi bukan hanya khusus buat Nabi Shallallahu Alaihi wasallam hijrah dari Mekka ke Madinah. Namun bisa juga kita baca, sebagaimana keterangan Ibnu ‘Athiyya rahimahullah, As-Sa’di rahimahulla, dan ulama-ulama tafsir. Dan do’a ini di baca oleh Umar bin Abdul Aziz ketika beliau masuk rumah. Jadi, diantara do’a yang beliau baca ketika masuk rumah itu adalah do’a itu.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syibah:
رب أدخلني مدخل صدق واخرجنى مخرج صدق وجعل لى من لدنك سلطانا نصيرا
Artinya: Dan katakanlah: “Ya Rabb-ku masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (QS. Al-Isra’: 80)
رب أدخلني مدخل صدق Tafsir dari kata ini kata para ulama adalah masukkanlah aku kepintu yang jujur yaitu kota Madinah. Namun ini bisa di baca selain untuk hijrah, seperti yang di praktekkan Umar bin Abdul Aziz. Dan dalam maksud tekstual pintu yang jujur (tempat masuk yang jujur) dari do’a, yang dijelaskan oleh Al-Imam As-Sa’di adalah:
إجعل مداخلى و مخارجى كلها في طاعتك و على مرضاتك
Artinya: “Ya Allah, jadikanlah semua pintu masukku atau tempat masukku dan tempat keluarku dalam ketaatan kepada-Mu dan dalam hal yang Engkau ridhoi.”
Dijelaskan juga oleh Syeikh Abdur Rozzaq, yaitu: “Kita memohon kepada Allah agar semua gerakan yang kita lakukan, semua gerakan yang kita lakukan, semua keluar masuk kita, pergi dan pulang kita semuanya jujur kepada Allah Subhaanahuwata’ala.”
Kenapa di jelaskan itu oleh para ulama? Kita minta semuanya itu penuh kejujuran kepada Allah Subhaanahuwata’ala? Karena kehidupan kita sehari-hari itu tentang keluar masuk. Itulah makna makna dari firman Allah ﷻ yang sangat luas jika diartikan atau jelaskan secara keseluruhan, dengan kata-kata yang sangat singkat.
Jadi kita minta aktivitas kita lakukan dengan penuh kejujuran. Semua ujian yang Allah berikan, kita minta untuk menghadapi dengan penuh kejujuran. Ini adalah ayat yang sangat luar biasa, yang harus kita renungkan dan perjuangkan. Dan jangan sampai kita melupakannya.
وجعل لى من لدنك سلطانا نصيرا makna dari ayat ini yaitu “jadikanlah untuk ku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong”, yaitu kita minta kepada Allah agar Allah penolong (hujjah) yang akan menolong saat kita menghadapi sesuatu. Kita minta pertolongan dari sisi Allah, kita minta kekuatan dari sisi Allah, kita minta ilmu dari sisi Allah. Jadi kalau kita menghadapi sesuatu itu dengan ilmu bukan dengan emosi, itulah ciri-ciri orang jujur. Dan kejujuran di setiap kondisi itu susah, makanya kita meminta pertolongan kepada Allah agar kita menjadi orang yang jujur.
Referensi:
Diambil dari: Kajian Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri, pembahasan kitab Tadzkiratus Saami’ wal Mutakallim fii Adabil ‘Alim wal Muta’alim, karya Al-Alamah Ibnul Jama’ah Rahimahullah Ta’ala.
Peringkas : Fatma Khoirun Nisa (Staf pengajar dan santriwati khidmad ponpes DQH)
BACA JUGA :
Leave a Reply