Disusun oleh Adi M Abu Aisyah Lc
Sesungguhnya hakikat ilmu yang bermanfaat di dunia dan di akhirat bagi siapa yang mempelajarinya, memahaminya dan mengamalkannya. Tujuan kita hidup adalah untuk beribadah kepada Alloh oleh karena itu hal-hal yang berkaitan dengan ibadah adalah hal yang mempelajari mesti dikerjakan bagi siapa yang ingin ibadahnya bermanfaat bagi dirinya didunia dan diakhirat dan ibadahnya diterima oleh Alloh. Diantara masalah-masalah yang berkaitan dengan ibadah adalah:
- Ibadah jadi ibadah jika diiringi dengan cinta dan penghinaan diri yang sempurna kepada Alloh
Hakikat ibadah bisa terlaksana dengan sempurna dengan menyertakan kesempuranaan cinta dan kesempurnaan penghinaan diri ketika melaksanakannya. Alloh menyebutkan bahwa orang-orang yang beriman mereka sangat mencintai Alloh, tidak diragukan bahwa iman adalah bagian dari ibadah bahkan ibadah utama setelah ihsan. Alloh berfirman:
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Dan orang-orang yang beriman sangat mencintai Alloh” (Qs. Al-Baqarah: 165)
Ibnu Katsir berkata: “Dan orang-orang yang beriman sangat mencintai Alloh” karena mereka mencintai dan mengetahui dengan sempurna, mengagungkan, mentauhidkan, dan tidak mensekutukan Alloh, bahkan mereka hanya beribadah kepada Alloh saja, bertawakal kepada-Nya, dan menyandarkan semua urusan mereka kepada-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir 1/476)
Alloh juga mengambarkan bahwa para ahli ibadah adalah para nabi dan para Rosul, mereka beribadah kepada Alloh dengan harap, takut dan rasa penghinaan diri kepada-Nya. Alloh berfirman:
إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
”Sesungguhnya mereka (para nabi dan rosul) bersegera dalam melaksanakan kebaikan-kebaikan dan mereka berdo’a kepada kami dengan rasa harap, rasa takut, dan mereka tunduk kepada kami (menghinakan diri dihadapan Alloh).” (Qs. Al-Anbiya’: 90)
Ibnu Katsir berkata: ”Sesungguhnya mereka (para nabi dan rosul) bersegera dalam melaksanakan kebaikan-kebaikan” yaitu dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan yang mendekatkan diri kepada Alloh, dan dalam melaksanakan ketaatan. “Dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan takut.”
Ats-Tsauri berkata: “Berharap apa yang ada disisi Kami, dan takut terhadap apa yang ada disisi Kami dan mereka khusyu` beribadah kepada Kami.
Abul `Aliyah berkata: “Mereka takut kepada Kami”. (Tafsir Ibnu Katsir 5/370)
- Tanda-tanda kecintaan orang yang beribadah kepada Alloh
Seorang hamba yang mencintai Alloh mempunyai ciri-ciri dalam perbuatan mereka, baik perbuatan hati maupun perbuatan anggota badan. Tanda-tanda itu adalah:
- Mencintai segala sesuatu yang dicintai Alloh
- Membenci segala sesuatu yang dibenci Alloh
- Menjalankan perintah Alloh
- Menjauhi larangan Alloh
- Loyalitas kepada para wali-wali Alloh
- Tidak loyalitas kepada musuh-musuh Alloh, bahkan memusuhi mereka sebagaimana mereka memusuhi Alloh.
- Para Rosul dan wahyu yang diturunkan kepada mereka menjelaskan hal-hal yang dicintai Alloh
Para Rosul adalah utusan Alloh yang membawa misi menerangan kepada manusia bahwa hidup mereka adalah untuk beribadah kepada Alloh, dan perincian-perincian ibadah itu secara umum dijelaskan oleh para Rosul dan para Nabi dan secara khusus oleh Nabi Muhammad. Mereka memberi kabar gembira dengan surga bagi siapa saja yang menjalankan ibadah dan mereka mengancam dan menakut-nakuti dengan neraka bagi siapa saja yang tidak mau mengerjakan ibadah. Alloh berfirman:
رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ
“Para Rosul itu memberikan berita gembira an memberi peringatan supaya tidak ada hujah bagi manusia, setelah (diutus) para Rosul.” (Qs. An-Nisa’: 165)
Ibnu Katsir berkata: “Mereka (para rosul) memberi berita gembira kepada siapa saja yang taat kepada Alloh, dan mengikuti keridhoan-Nya dengan kebaikan-kebaikan, dan memperingati siapa saja yang menyelisihi perintah-Nya dan mendustakan rosul-rosul-Nya dengan hukuman dan adzab.” (Tafsir Ibnu Katsir I/806)
Ibadah adalah segala sesuatu yang diridhoi oleh Alloh, dan ketaatan termasuk ibadah. Cara untuk menjadi orang-orang yang diridhoi Alloh adalah dengan beribadah, dan ibadah dilaksanakan dengan menjalankan kepatuhan terhadap perintah-Nya.
Agar menjadi orang yang ahli ibadah kita harus menjalankan segala sesuatu yang dicintai dan diridhoi Alloh. Cara ini tidak bisa dilakukan kecuali dengan mengikuti Rosululloh n . Alloh berfiman:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah: “Jika kalian mencintai Alloh maka ikutilah aku, maka Alloh akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian, dan Alloh Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Qs. Ali Imron: 31)
Ibnu Katsir berkata: “Ayat ini adalah penentu bagi siapa saja yang mengaku mencintai Alloh. Dakwaannya dusta sampai dia menempuh jalan yang ditempuh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam dan mengikuti syariat yang ia bawa, serta mengikuti agama yang dia sampaikan dalam semua perkataan, perbuatan dan keadaannya.” (Tafsir Ibnu Katsir I/493-494)
- Syarat-syarat Ibadah
Ibadah mempunyai syarat-syarat yang harus dikerjakan sehingga ibadah itu menjadi benar. Syarat-syarat itu ada tiga antara lain adalah:
- Kemauan yang kuat
Yang dimaksud kemauan yang kuat adalah tidak bermalas-malas, tidak menunda-nunda dan mengerahkan tenaga dan upaya untuk menyerasikan antara perkataan dengan perbuatan. Alloh berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ، كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman kenapa kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan sungguh Alloh murka ketika kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan.” (Qs. Ash-Shof: 2-3)
- Keikhlasan dalam berniat
Ikhlas adalah menjadikan keinginan ketika mengerjakan semua perbuatan dan semua perbuatan ibadah baik yang lahir dan maupun yang batin untuk mencari keridhoan Alloh. Alloh berfiman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
“Dan mereka tidak disuruh kecuali untuk beribadah kepada Alloh dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya” (Qs. Al-Bayyinah: 5)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa`di berkata: “Dan mereka tidak disuruh dalam semua syariat kecuali untuk beribadah kepada Alloh dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya, yaitu meniatkan ibadah-ibadah yang mereka kerjakan baik ibadah yang lahir maupun yang batin untuk mengharapkan wajah Alloh dan supaya dekat dengan-Nya.” (Tasîri Karîmir Rohmân Fî Tafsîril Kalâmil Mannân, hal. 1313)
- Sesuai dengan syariat
Ibadah yang dijalankan harus sesuai dengan syariat Islam. Karena Alloh memerintahkan kita untuk beragama dengannya dan tidak mencari agama selainnya. Alloh berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya Agama disisi Alloh hanya Islam” (Qs. Al-Imrôn: 19)
Ibnu Katsir berkata: “Ini adalah berita dari Alloh bahwa tidak ada agama disisi-Nya yang Dia terima dari seorangpun selain Islam. Agama Islam adalah risalah yang dibawa oleh para rosul di semua waktu hingga kenabian dan kerosulan ditutup dengan (kenabian dan kerosulan) Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam yang menutup semua jalan-jalan yang digunakan untuk menuju kepada-Nya, dan jalan yang sampai kepada-Nya hanyalah jalan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam. Barangsiapa yang bertemu dengan Alloh setelah diutusnya Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam dalam keadaan beragama dengan selain syariatnya, maka tidak akan diterima.” (Tafsir Ibnu Katsir I/489)
Alloh tidak menerima agama selain Islam dan Alloh tidak menerima ibadah kecuali ibadah yang dikerjakan sesuai dengan tata-cara yang ditetapkan oleh Alloh yang membuat syariat. Di dalam ayat lainnya Alloh berfirman:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa yang mencari agama selain islam maka agamanya tidak diterima dan diakhirat dia termasuk orang-orang yang merugi.” (Qs. Al-Imran: 85)
Semoga Alloh senantiasa membimbing kita semua ke jalan-Nya yang lurus dan diridhoi-Nya. Walloh A`lam Bishshowâb
Sumber: Majalah Lentera Qolbu Edisi 05 Tahun 02
[1] Artikel ini saya ambil dari kitab “A’lamus Sunnah Al-Mansyurah” karya Syaikh Al-Hakami dengan sedikit perubahan; dengan penertiban, perubahan gaya bahasa, dan penambahan dari sumber-sumber lainnya.
Leave a Reply