Rumah Tangga Satu Hati Satu Langkah

rumah tangga 1 hati 1 langkah

Rumah Tangga Satu Hati Satu Langkah – Dalam Menuntut Ilmu – Bagian orang sebelum menikah bermimpi kalau sudah berumah tangga akan rajin menghadiri majelis ilmu, namun setelah mereka tinggal angan-angan, bahkan kehidupan makin jauh dari kebaikan dan lebih dekat dengan kemaksiatan. Ilmu merupakan jantung kehidupan agama, Sehingga Seorang muslim harus terus istiqomah dalam menuntut ilmu karena kebutuhannya terhadap makanan, minuman, pakaian atau obat-obatan, karena ilmu menjadi penyangga segala urusan, sehingga Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mencanangkan wajib belajar kepada umatnya seumur hidup

Tidak ada keutamaan ilmu kecuali ilmu menjadikan para penuntut ilmu disegani orang-orang bodoh, dicintai orang-orang berilmu dan dihormati orang-orang awam, maka cukup menjadi alasan untuk terus Istiqomah menuntut ilmu Adapun manfaat ilmu sangat banyak yang diantaranya membimbing kepada kebaikan agar diamalkan dan menunjukkan keburukan agar dijauhi. Dengan demikian ilmu menumbuhkan kebaikan dan kebenaran, sedang kebodohan menyuburkan kesesatan dan keburukan sedang kebodohan menyuburkan kesesatan dan keburukan, sehingga sangat jarang kita temukan orang menjadi baik tanpa melalui ilmu kecuali karena watak dasarnya memang baik titik demikian itu hanya dalam beberapa sisi.

Termasuk stabilitas rumah tangga sangat ditentukan oleh keilmuan yang dimiliki para pengelolanya, semakin cukup ilmu agamanya, maka rumah tangganya semakin stabil, dan semakin jauh dari ketegangan serta kekeruhan karena malapetaka, keributan dan kekacauan, bahkan musibah dunia dan akhirat berasal dari kebodohan, sehingga baik buruk kondisi seseorang sangat tergantung pada kadar keilmuannya Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, “barang siapa dikehendaki oleh Allah Ta’ala, maka Allah Ta’ala akan memberi kefahaman tentang agama.” (shahih HR. Imam Bukhari)

Bukan hanya sebatas keuntungan dunia bahkan surga bisa diraih lewat berjalan dalam rangka mencari ilmu sebagaimana yang telah ditegaskan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.

Ilmu tidak bisa diperoleh dengan hidup santai dan bermalas-malasan akan tetapi ilmu hanya bisa diperoleh dengan kerja keras, dan biaya yang sangat mahal sebagaimana para sahabat dan para ulama Salaf seperti Jabir bin Abdullah radhiallahu anha yang mengembara ke beberapa daerah di Syam dari masa sebulan, hanya untuk menengah sebuah hadits dari Abdullah bin unais yaitu: “Umat manusia akan dikumpulka pada hai kiamat dalam keadaan telanjang kaki, tidak berpakaian dan belum dikhitan.” (Shahih HR. Imam Tarmidzi)

Para ulama salak berkelana menelusuri Gurun Sahara dan lembah dengan menempuh jarak ribuan KM untuk mencari ilmu sebagaimana yang telah dilakukan oleh Abu Hatim ar-razi rohimahullah. Buah ilmu yang paling utama adalah pengalaman, ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon tidak berbuah bahkan ilmu tersebut akan menjadi bumerang dan pelakunya mengalami kerugian di dunia dan akhirat . Imam Muhammad bin fad albahri Rahimahullah berkata, “Lenyapnya ilmu di tangan orang empat,orang yang tidak mengamalkan ilmunya, orang beramal tanpa dasar ilmu, orang yang tidak mau belajar apa yang tidak diketahui dan orang yang menghalangi manusia dari ilmu.”

  • Dalam Menegakan Kepemimpinan

Hikmah Allah Ta’ala menuntut adanya pemimpin dan ketua dalam setiap kelompok, adanya pemimpin yang mengatur, mengurusi keperluannya dan meluruskan perkara-perkara yang mulai bengkok. Demikian pula sebuah keluarga rumah tangga adalah kelompok terkecil dalam masyarakat dan tidak boleh menyimpang dari Pitra tersebut, seorang suami sebagai pemimpin rumah tangga seperti ditegaskan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam firmannya:

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ وَٱلَّٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا۟ عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukul lah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. an-Nisa: 34)

 

Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata, “mereka kaum laki-laki pemimpin para istri sehingga wajib bagi seorang wanita mentaati suaminya dalam rangka mentaati Allah Subhanahu Wa Ta’ala.”

Pemimpin adalah kepemimpinan yang mengharuskan adanya yang dipimpin secara normal, karena tidak terwujud kepemimpinan kalau pengarahan, kontrol dan bimbingan terkumpul, termasuk pengawasan terhadap tugas-tugas rumah yang dijalankan sang istri. Dan istri tidak boleh meninggalkan rumah kecuali atas izinnya meskipun untuk berkunjung kerabat. Seorang laki-laki juga bertugas menentukan anggaran rumah tangga sesuai dengan kadar kemampuannya, sementara sang istri bertugas menjalankan amanah sesuai dengan maksud yang diinginkan suami secara baik.

Qawaam adalah seseorang yang bertugas menjaga kemaslahatan, mengatur dan membina, seorang suami pengemban tanggung jawab mengarahkan istri dan memeliharanya serta mengatur kemaslahatan rumah tangga. Namun tanggung jawab dalam sebuah rumah tangga bukan hanya dipikul oleh salah satu pihak tapi tanggung jawab bersama, karena kepemimpinan dalam Islam itu bukanlah kepemimpinan yang diktator atau pun otoriter tetapi kepemimpinan yang dibangun di atas pondasi musyawarah yang merupakan prinsip Islam yang agung. Islam telah mengokohkan pondasi musyawarah dalam seluruh lapisan masyarakat, yang dimulai dari kepemimpinan dalam rumah tangga, hingga kepemimpinan sebuah negara.

Pembangkangan istri terhadap suami dan pelanggarannya atas perintah suami akan mengakibatkan dampak negatif terhadap kehidupan mereka berdua ke depannya, dan akan menimbulkan dampak negatif pada anak-anak mereka, karena anak-anak telah terbiasa bersikap tidak sopan kepada sang ayah, selalu menyelisihi perintahnya, dan tidak berbakti kepadanya. Ketika seorang suami memimpin keluarganya dengan bijak, tidak otoriter dan energik niscaya sang anak akan belajar dari ayahnya Bagaimana memimpin yang baik dan bagaimana bergaul dengan orang lain secara baik.

Akan tetapi ketaatan istri kepada suami harus memenuhi dua syarat yaitu pertama, ketaatan tersebut harus dalam kebaikan sebagaimana firman Allah Ta’ala,

يَٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَرِثُوا۟ ٱلنِّسَآءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا۟ بِبَعْضِ مَآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأْتِينَ بِفَٰحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَيَجْعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak..” (QS. an-Nisa: 19)

 

Kedua, ketaatan tidak dalam kemaksiatan, karena ketaatan dalam kemaksiatan tidak boleh dipenuhi, tidak masuk akal Seorang Istri harus mentaati suaminya dalam kemaksiatan karena ketaatan istri kepada suami hanya untuk mencari keridhaan Allah Ta’ala Istri Saleha merupakan istri yang apabila diperintah menurut, apabila suaminya memberikan bagiannya maka dia menerimanya dengan Ridho, pandai berhias diri, menjaga harta suami dan kehormatan dirinya ketika sang suami pergi. Demikianlah istri solehah, orang yang pandai maupun bodoh mengetahui bahwa kehancuran rumah tangga disebabkan pembangkangan istri, dan sering melanggar perintah suami.

  • Dalam Menumbuhkan Ketaatan

Tidak ada sepasang kekasih yang paling berbahagia dalam mengarungi bahtera rumah tangga kecuali dua orang kasih yang saling mencintai, menyayangi, mengerti dan memahami titik namun semua itu tidak mungkin terwujud sebelum terpenuhinya Faktor yang paling penting yaitu ketaatan istri kepada suami dalam kebaikan dan istri yang selalu mencari keridhoan suaminya. Dari Husein bin muhsan Radhiallahu “Anha berkata: Bibiku menceritakan kepadaku, dia berkata, “Allah mendatangi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam untuk sebagian keperluanku”, kemudian Beliau berkata: “Siapakah ini? Apakah kamu telah bersuami?” Aku menjawab, “iya, betul.” Rasulullah bertanya, “Bagaimana sikapmu terhadap suamimu?” Dia menjawab, “Aku tidak melanggar perintahnya kecuali yang tidak bisa aku lakukan.” Beliau bertanya, “sampai sejauh mana posisimu di sisi suamimu, sesungguhnya dia adalah surga atau nerakamu.” (HR. Ahmad)

Maksudnya, ketaatanmu wahai sang istri kepada suamimu akan menumbuhkan surga, dan maksiatmu terhadap perintah suamimu akan membuahkan neraka, maka suami adalah surga atau neraka bagi istri. Ketahuilah bahwa seorang istri merupakan faktor terpenting kebahagiaan dan kesenangan sebuah rumah tangga Jika seorang istri muda diatur, lemah lembut, bisa diajak kerjasama dan fleksibel niscaya suami bisa menciptakan rumah tangga yang penuh dengan ketenangan dan ketentraman dengan izin Allah Ta’ala. Tetapi, jika seorang istri keras kepala suka membangkang tidak mentaati suaminya dan selalu menyelisihi suami dalam perkara besar maupun kecil sesungguhnya dia telah menciptakan rumah tangga seperti neraka bagi suami, anak-anak dan anggota keluarga lainnya. Karena dengan kelakuannya anggota keluarga menjadi tidak nyaman di dalamnya. Hendaknya istri berusaha semaksimal mungkin mentaati suami, lemah lembut, mudah diatur, dan mau bekerja sama dengan suami dalam hal kebaikan. karena Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam telah memerintahkan istri untuk pandai-pandai melayani suami dan mencari keduanya.

REFERENSI:

Bersambung…

Diringkas dari buku : One Heart.juli2018.Syamsudin dan Zainal:Pustaka Imam Bonjol

Dibuat Oleh: M. Furqon (Pegawai Pondok Pesantren Darul Qur’an Wal Hadits OKU Timur).

 

BACA JUGA :

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.