Hukum Dzikir Menggunakan Tasbih

hukum berdsikir menggunakan tasbih

HUKUM DZIKIR MENGGUNAKAN TASBIH (3). Staf pengajar Pondok Pesantren Darul Qur’an Wal Hadits

Segala puji bagi Allah, kita senantiasa menyanjung-Nya, meminta tolong kepada-Nya, memohon ampunan-Nya dan jika juga berlindung kepada-Nya dari kejahatan jiwa-jiwa kami serta dari kejelekan perbuatan kami, barang siapa yang Allah beri petunjuk maka tak ada yang bisa menyesatkan dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tak ada yang bisa memberi petunjuk kepadanya.

Saya bersaksi bahwa tidak ada Dzat yang berhak disembah selain Allah saja tanpa ada sekutu bagi-Nya dan saya juga bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan dan hamba-Nya. Semoga sholawat dan salam selalu terlimpahkan kepada nabi Muhammad rosul yang di utus untuk seluruh alam, sholawat teriring salam senantiasa terlimpahkan kepada beliau, para sahabat dan siapa saja yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari pembalasa.

Amma ba’du.

Tidak lah menjadi sebuah kebahagiaan bagi diri kita kecuali kita berada diatas manhaj yang shohih, yang terus mengikuti jejak perjuangan nabi muhammad, begitu banyak sunnah-sunnah beliau yang terluput dari kita karena kita di sibukkan denga  hal-hal yang tidak bermanfaat atau kurangnya kita menuntut ilmu agama.

Diantara amalan sunnah yang dianjurkan Rosulullah adalah berdzikir, berdoa dll. Semua ada tuntunannya, seorang muslim tidak boleh (haram) mengamalkan sebuah ibadah tanpa ada contoh atau daliel yang shohih yang berasal dari Rosulullah.

Rasulullah sendiri ketika berdzikir tidak menggunakan biji tasbih, namun menggunakan jari-jari tangan. Adapun jikalau seseorang tidak mampu menggunakan jari-jari nya untuk menghitung dalam berdzikir, seperti tangannya cacat atau terpotong, atau sakit, maka tidak mengapa untuk menggunakan biji tasbih.

Dalam sebuat hadits; Dari Yusairoh, seorang wanita dari kalangan muhajiroh berkata:

قال لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم عليكُنَّ بالتَّسبيح والتَّقديس، واعقدْن بالأنامل فإنهن مسؤولات

مستنطقات ولا تغفلْن فتنْسين الرحمة

Artinya:

“Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berkata kepada kami: hendaknya kalian bertasbih (ucapkan subhanallah), bertahlil (ucapkan la ilaha illallah), dan hitunglah dengan ujung jari-jemari kalian karena itu semua akan ditanya dan diajak bicara (pada hari kiamat), janganlah kalian lalai yang membuat kalian lupa dengan rahmat Allah.” (hadits, HR. Abu Dawud (1501))

  1. As-subhah di zaman Tabi’in

Terdapat atsar-atsar yang kuat, hikayat-hikayat yang telah disebutkan yang menunjukkan adanya tasbih di zaman Tabi’in dan diingkari oleh sebagian tokohnya.

Dari Abu Muslim Al-Khaulani: Abdullah bin Tsuwab (wafat 62 h): dari Bakr bin Junais dari seorang laki-laki ia sebutkan namanya” di tangan Abu Muslim ada tasbih yang ia pakai untuk bertasbih, lalu ia tidur dengan memegang tasbih lalu tasbih itu berputar, kemudian akuenoleg ke arah lengannya,

Tiba-tiba lengannya bertasbih. Aku melihat Abu Muslim sedangkan tasbih berputar di lengannya sambil berkata, “Subhanallah wahai dzat yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, wahai dzat yang kekal. Abu muslim berkata, ” Kemarilah Ummu Muslim! Lihatlah keanehan ini. Ummu Muslim datang, sedangkan tasbih masih berputar sambil bertasbih. Ketika istrinya duduk maka tasbih itu pun berhenti berputar.

Riwayat ini di sebutkan oleh Abul Qasim Hibatullah Al-Hasan  Ath-thobari Al-Lalika’i (wafat 418 H) dalam kitabnya “Karomatul Auliya‘” Dan abu Qasim Ibnu Asakir  Ali bin Al -Hasan bin Hibatullah (wafat 571 H). Dalam kitabnya “Tarikh  ad-Damsyiq” Riwayat palsu ini sengaja saya sebutkan untuk menjelaskan sejauh mana upaya kaum thariqah dalam menjajakan dagangan bid’ahnya yang bernama tasbih ini, seperti dalam kisah palsu yang di reka-reka.

  1. Atsar dari Ibrahim An-Nakha’i (wafat 96 H): Dalam “Al-mushannaf” no 7670 Ibnu Abi Syaibah berkata: “Beliau orang yg membenci tasbih. “Ia membawakan atsar diatas dengan sanadnya, ” Telah mengatakan kepadaku Humaid bin Abdirrahman, dari Hasan, dari Ibrohim bin Al-Muhajir, bahwa dia melarang anak perempuannya membantu para wanita untuk mengayam benang tasbih yang di pergunakan untuk bertasbih.”

Pada sanad atsar ini terdapat Ibrohim bin Al-Muhajir yg dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam “At-Taqrib” Sebagai orang yang jujur tetapi lemah hafalannya. Dan atsar ini mengandung dua manfaat yaitu:

Pertama: munculnya penyusunan mutiara–mutiara dengan benang pada awal masa tabi’in dan akhir periode sahabat. Diketahui wafatnya Ibrohim pada tahun 96 H

Kedua: pengingkaran dari An-Nakhoi terhadap tasbih. Atsar dari Fatimah bin Husain bin ali,wafat tahun 110 H.Dalam kitab Ath_thobaqot ibnu sa’ad menyampaikan sanad dari Fatimah binti Husain bin ali bahwa dia pernah bertasbih dengan benang yang diikat.dalam sanad yang terdapat kelemahan dan ada seorang wanita yang tak di kenal.

  1. Tasbih biru milik orang-orang syi’ah. Disebutkan dalam kitab riwayat dari Imron bin Abil Yaqzhan dari Ja’far Ash-Shodiq, wafat 148 H. Bahwa ia berkata, ”Tasbih di tangan syi’ah laksana benang-benang biru untuk mengingat sesembahan yang ada di langit.

 

  1. TASBIH SETELAH GENERASI TABI’IN

Pada generasi ini dan selanjutnya, telah hilanglah sifat kejujuran dari orang-orang yang di takdirkan celaka. Para pemalsu hadits dan dan orang-orang yang sejenis mereka mengerahkan diri untuk membuat-buat riwayat tentang keutamaan berdzikir dengan untaian tasbih pada zaman tabi’in dan setelahnya. Kemudian meluaslah maksud dari penggunaannya. Kemujian dijadikan sebagai keyakinan, perlindungan dan juga sebagai simbol bagi ahli dzikir. Pihak  yang lain menjadikannya sebagai alat permainan dan perbuatan sia-sia.

Pada saat itulah manusia berlomba-lomba dalam dalam menyusun dan mengenofasi bahan bakunya. Bagi yang meneliti kitab–kitab sejarah  dan biografi serta karomah–karomah para wali niscaya mereka mengetahui keanehan-keanehan yang berkaitan dengan tasbih, diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Tasbih termahal dalam sejarah islam adalah tasbih Zaidan Qohromanah, milik Ummu Muqtadir Al–Abbasi dikatakan, ”Bahkan ia tasbih milik Al-Muqtadir Al–Abbasi Ja’far bin Ahmad (wafat 320 H). Al-Ustadz Ubud Asy-Syalanji, seorang peneliti kitab “Nisywar Almuhadhoroh” karya At-Tanukhi, 5/29, ia berkata “dahulu Al Muqtadir Al Abbasi mempunyai tasbih seharga seribu dinar. Al-Amir Abu Muhammad Al-Hasan bin Isa bin Almuqtadir menyebutkan bahwa ibunya ”Amrah” seorang budak Al-Muqtadir mengabarkan kepadanya bahwa  Al-Muqtadir  mengambil mutiara-mutiara lalu memilihnya seratus biji dan ia susun untuk bertasbsih kemudian tasbih tersebut ia tunjukkan kepada ahli perhiasan dan mereka menilai setiap satu biji mutiara tersebut seharga seribu dinar dan lebih.
  2. Al-Basyari dalam kitabnya “Ar-Rihlah halaman 181 menyebutkan dibangunnya pabrik pembuatan tasbih pada abad keempat di Baitul Maqdis karena banyaknya orang yang berkunjung ke Mekkah.
  3. Pada abad kelima hijriyah wanita-wanita ahli tasawwuf dikenali dengan cirri-ciri khusus mereka yaitu membawa-bawa tasbih. (Thabaqotusy Syafi’iyah), ”karangan As-Subki, 3/91)
  4. Tasbih milik Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqalani (wafat 852H). Dalam kitab Al-Jawahir Ad-Durur karya As-Sakhowi 1/111, penulis membawa kabar-kabar yang menunjukkan bahwa gurunya (Ibnu Hajar) tidak pernah membuang-buang waktunya. Kemudian dia berkata, ”Dahulu guruku jika duduk-duduk bersama-sama setalah sholat ‘isya dan selainnya untuk mengulang pelajaran, ia memegang tasbih dibawah kain lengan tangannya agar tidak terlihat oleh siapapun, beliau terus memutar-mutarnya sambil bertasbih dan berdzikir pada kebanyakan duduknya dan terkadang tasbih terjatuh dari kain lengan tangannya lalu beliau terganggu karena ingin sekali menyembunyikannya.”
  5. Tasbih yang paling populer dalam sejarah tasawuf adalah tasbih milik Ibnu Zaruq.

Demikianlah perjalanan tasbih dari generasi ke generasi  sepanjang sejarah islam. Yakni generasi setelah sahabat dan generasi tabi’in khususnya generasi umawi  dan abbasi, tasbih muncul, perkembangannya, tujuan-tujuannya, jumlah bijinya dan tempat pengambilannya.

Tasbih mencapai ke negeri arab melalui dua jalan yaitu: kaum Syi’ah Rofidhoh dan orang-orang Sufi. Asy-Syihabi berkata, ”penyebaran tasbih di sebagian negeri islam berjalan dengan lancer melalui orang-orang sufi, karena tasbih dianggap sebagai pokok dan budaya dari toriqot mereka. Yang dijaga dengan kuat. Alat ini mereka pergunakan dalam acara dzikir berjama’ah, mereka menyimpannya didalam kotak-kotak khusus. Dan ia mempunyai sejumlah orang yang mempergunakannya dalam wirid–wirid dzikir. Mereka  itu terkenal sebagai “Syuyukh  As-Subhaha”. Sebagian Toreqot Sufi mewajibkan memasang tasbih di leher karena menurut  mereka hal itu lebih dapat menjaga dan lebih banyak pahalanya. Hal ini (mengalungkannya di leher) yang wajib diikuti meski ada sebagian toreqot yang mengingkarinya.

Kemudian Asy-Syihabi berkata, ”termasuk tasbih yang terkenal adalah tasbih milik Ibnu Zuruq, seorang yang alim dari Maghrib, dia bernama Ahmad bin Ahmad Al-Maliki (wafat 899 H) yang datang untuk menerima ilmu kemudian dia selesai dari Universitas Al-Azhar dan membudayakan tasbihnya yang populer yang berisi seribu biji besar yang terbuat dari kayu khusus. Ia pernah berkumpul bersama muri-muridnya dalam sebuah pertemuan dzikir yang memenuhi  Universitas Al-Azhar.

 

  1. JUMLAH BIJI TASBIH

Pada awal kemunculannya butir-butir tasbih itu terdiri dari batu akik yang di gosok hingga berwarna hitam dan putih, dan disusun dengan benang. Ia digunakan untuk menghitung dzikir yang telah di tetapkan syariat hitungannya atau secara  umum hitungannya.

Karena itulah jumlah biji yang pernah ada dizaman itu adalah sebagai berikut:

  1. Tasbih dengan 33 biji dari mutiara dan dinamakan dengan tasbih sepertigaan (tsulutsiyah)
  2. Tasbih dengan 99 biji mutiara
  3. Tasbih dengan 1000 biji mutiara dan dinamakan dengan subhah alfiyah

Besar biji tasbih tersebut berbeda-beda dari yang terkecil sebesar mata belalang sampai sebesar telor ayam. Kemudian dalam perkembangannya, setiap tariqot  memilik tasbih tersendiri baik jenis, jumlah dan cara pemakaiannya. Sebagian biji dari tasbih ada yang tertulis asmaul husna atau nama yang dipakai untuk berdzikir bagi suatu tariqot misal nama Allah Al-Lathif  atau Hayyun atau Allah.

Dan hingga sekarang yakni tahun 1418 H (1987 M). Tasbih yang demikian masih kita jumpai. Kita dapat menjumpai orang-orang Afrika menghitung dzikir dengannya dan memmbudayakannya dikota Riyadh. Mereka membawa tasbih sepanjang 20 meter dan biji-bijiannya sebesar telor ayam.

 

  1. TRADISI KAUM MUSLIMIN DALAM MEMAKAI TASBIH

Selanjutnya penggunaannya berkembang dalam tujuan keagamanan sebagai berikut:

  1. Sebagai syi’ar–syi’ar (ahli Allah) bagi Torekat Sufi untuk menghitung dzikir dan pendidikan keagamanan
  2. Dipakai untuk perlindungan dan jimat-jimat
  3. Sebagai alat perlindungan dari kedengkian seseorang dan marabahaya
  4. Mencegah penyakit-penyakit, biasanya di kalungkan di leher
  5. Untuk mengetahahui nasib seseorang
  6. Untuk menyembuhkan penyakit, caranya dengan memandikan tasbih tersebut, lantas airnya diminum.
  7. Untuk menetapkan pillhan, namanya istikhoroh as-subhah. Sebelum minta obat kepada tabib, seorang yang sakit memakai tasbih tersebut untuk meminta pendapat kepada tasbih tersebut “apakah obatnya manjur?” Tabib mana yang diundang dan tujuan-tujuan lainnya.
  8. Untuk menenangkan syaraf-syaraf dan batin.

Allahu a’lam bisshowaf

Demikian ringkasan untuk pembahasan kali ini, semoga menambah wawasan keilmuan para pembaca yang dirahmati Allah azza wajalla, dan semoga kita semua terjaga dari amalan-amalan yang menyelisi Al-Qur’an dan As-Sunnah. Semoga keistiqomahan selalu meliputi kita dimanapun kita berada. Aamiin.

 

Maraji’:

Di ringkas dari kitab kecil berjudul “TASBIH SUNNAH ATAUKAH BID’AH”

Diringkas oleh : Fadwa Ummu Ashfa Fadiyah

Bersambung…..

Baca juga:

 

 

 

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.