HUKUM PERDAGANGAN SAHAM DALAM ISLAM

hukum saham dalam Islam

 

HUKUM PERDAGANGAN SAHAM DALAM ISLAMSegala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat serta salam kita ucapkan kepada  Nabi kita Muhammad, keluarga, sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka hingga akhir zaman.

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidaklah lepas dari aktivitas jual-beli. Mulai dari jual beli yang produk dan jasa. Pada kesempatan kali ini marilah kita membahas tentang jual-beli saham perusahaan. Disini kita akan membahas, apakah jual-beli saham itu halal atau haram? Karena pada jual-beli saham pun ada yang haram jika didalammya terdapat yang haram , seperti jika pada produk yang dihasilkan nya itu haram atau dalam brand produk itu sendiri.

pada pembahasan riba. Tenyata saham perusahaan termasuk dalam riba dayn. Apa itu riba dayn ? riba dayn adalah pemberi hutang mensyaratkan kepada peminjam untuk mengembalikan hutang ditambah bunga, atau penjual barang tidak tunai mensyaratkan denda jika si pembeli telat melunasi kewwajiban bayarnya yang telah jatuh tempo, atau si pembeli sendiri yang mengajukan persyaratan untuk membayar  denda dengan ucapan,”beri saya tenggang waktu dan saya akan membayar lebih besar dari harga semula”. Khalifah Umar radhiyallahu anhu pernah mengungkapkan bahwa suata pernyataan yang menunjukkan bahwa permasalahan riba adalah suatu permasalahan yang sangat rumit.

Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam Mushannaf, Umar berkata,

قَلَ عُمَرُ : تَرَكْنَا تِسْعَةَ أَعْشَارِ الْحَلَالِ مَخَافَةَ الرِّبَا

Artinya:

kami meninggalkan 9/10 transaksi muamalat halal karena khawatir terimbas riba”.(Riwayat Ibnu Abdur rozzaq dalam Al-Musannaf)

 

 Oleh karena itu para ulama Menyusun aplikasi riba dalam berbagai jenis akad.

Pada pembahasan ini kita akan membahas tentang hukum jual-belli saham biasa, karena saham istimewa hukum menerbitkannya adalah riba dayn. Maka menperjual-belikannya termasuk riba dayn. Adapun saham biasa, para ulama kontemporer sepakat bahwa saham perusahaan yang tujuan pendiriannya bergerak dibidang usaha haram maka haram juga membeli sahamnya.

Sebagaimana keputusan majam ‘ ak fiqh al salami ( divisi fikih OKI ) dengan keputusan no.63 (1/7) tahun 1992, yang berbunyi,

لاَخِلاَفَ فِي حُرْمَةِ الأِسْهَامِ فِيْ شَرِكَاتِ غَرْضُهَاالأَسَاسِيُّ مُحَرَّمُ كَا التَّعَامُلِب بِاالرَّبَاأَوْ إِنْتَاجِ المُحَرَّ مَا تِ أَوْالمُتَاجَرَ ةِبِهَا

Terjemahannya:

“ tidak ada perbedaan pendapat akan keharaman hukum membeli saham perusahaan, tujuan pendiriannya bergerak dibidang haram, seperti perusahaan ribawi, perusahaan yang memproduksi barang haram atau perusahaan yang memperdagangkan barang haram”.

 

Dewan Syariah nasional lebih rinci tentang kegiatan usaha perusahaan yang diharamkan dalam fatwa nomor : 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang pedoman pelaksanaan investasi untuk reksa dana Syariah, BAB IV, Pasal VIII, yang berbunyi:

Jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan Syariah islam antara lain :

  1. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang,
  2. Usaha Lembaga keuangan konvensional ( ribawi) termasuk perbankan dan asuransi konvensional,
  3. Usaha yang memproduksi, mendistribusikan, serta memperdagangkann makanan dan minuman yang haram,
  4. Usaha yang memproduksi , mendistribusikan, dan atau menyediakan barang-barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat.

Namun bagaimana jika ada saham perusahaannya halal namun memiliki hutang dalam bentuk ribawi? Jika sebuah perusahaan yang mana kegiatan usahanya halal akan tetapi terdapat dalam pembiayaannya atau modalnya mengandung unsur riba atau menyimpan uangnya di bank ribawi , maka para ulama kontemporer berebda pendapat dalam hal ini.

  1. Pendapat pertama, boleh membeli saham perusahaan jenis namun dengan syarat;
  2. Tetap menyakini haram hukumnya transaksi riba;
  3. Tidak tercantum dalam anggaran dasar perusahaan pasal yang menyatakan bahwa perusahaan akan melakukan transaksi pembiayaan ribawi;
  4. Besarnya pinjaman dalam bentuk riba tidak lebih dari 30% modal keseluruhan perusahaan;
  5. Besarnya uang yang disimpan pada bank ribawi tidak lebih dari 30% modal seluruhan perusahaan;
  6. Besarnya pemasukan perusahaan dari transaksi riba/haram tidak lebih dari 5 % dari keseluruhan pemasukan perusahaan;
  7. Dan setelh menrima deviden maka keuntungan dari riba wajib di bersihkan dan disalurkan untuk kepentingan social.

Pendapat ini didukung oleh AAOIFI, Dewan Syariah Bank Alrajhi Dan Dewan Syariah Nasional dalam Fatwa Tentang Investasi Dana Reksa Syariah, Pasal 10.  Dengan rincian sebagai berikut.

kondisi emiten yang tidak layak”, suatu emiten tidak layak di investasikan oleh Reksa Dana Syariah ketika :

  1. Apabila struktur hutang terhadap modal sangat bergantung kepada pembiayaan dari hutang yang pada intinya merupakan pembiayaan yang mengandung unsur riba;
  2. Apabila suatu emiten memiliki nisbah hutang terhadap modal lebih dari 82%.

Namun yang menjadi dalil dalam permasalahan ini adalah alhajah ( kebutuhan mendesak ) akan keberadaan perusahaan yang modalnya bersal dari saham masyarakat yang bergerak dibidang telekomunikasi, listrik, air, perkebunan, peternakan, angkutan umum, dll. Perusahaan jenis ini membutuhkan modal yang besar, dan tidak mungkin modal berasal dari sekelompok orang tertentu, biasanya pengelola perusahaan tersebut adalah orang-orang yang tidak mengerti aturan syariat dalam hal muamalat.

Tanggapan mengenai pendapat pertama ini bahwa dalil ini tidak kuat, kenapa? Karena emiten  memang dibutuhkan dalam kebutuhan umat, namun sebagaian lagi tidak, maka menyamaratakan hukum boleh untuk semua emiten tidaklah tepat. Kemudian jika umat islam sadar akan syariat mereka dan seluruh umat rmemboikot, tidak membeli saham yang bercampur transaksi haram dapat dipastikan perusahaan tersebut akan tunduk dengan keinginan umat dan akan mengumumkan ke khalayak umum bahwa perusahaan yang mereka dirikan sesuai dengan syariat. Dan kenyataanya saat ini di dunia perbankan, bahwa seluruh bank ribawi membuka unit syari’ah karena bank ribawi mulai di tinggalkan umat dan beralih ke Syariah.

  1. Pendapat kedua, haram hukumnya kenapa ? menurut keputusan berbagai Lembaga fikih internasional , di antaranya ;
  2. Majma’ Al Fiqh Al Islami ( divisi OKI ) dengan keputusan no. 63(1/7) tahun 1992, berbunyi,

الأَصْلُ حُرْمَةُ الإسْهَامِ فِيْ شَرِ كَاتِ تَتَعَا مَلُ أَحْيَانًا بِالمُحَرَّمَاتِ كَالرِّبَاوَنَحْوِهِ بِالرَّغْمِ مِنْ أَنَّ أَنْشِطَتَهَاالأَسَاسِيَّةَ مَشْرُوْعَةُ

Terjemahannya:

haram hukumnya membeli saham perusahaan yang terkadang melakukan transaksi yang diharamkan, seperti riba, sekalipun kegiatan usahan perusahaan tersebut bergerak di bidangyang dihalalkan”.

 

  1. Al Majma’ Al Fiqhy al islami ( divisi fikih Rabithah Alam Islami) dalam keputusan muktamar ke XIV di Mekkah pada tahun 1995, yang berbunyi. “seorang muslim tidak boleh membeli saham milik perusahaan yang Sebagian transaksinya dalam bentuk riba”.
  2. Lembaga fatwa kerajaan arab Saudi, nomor fatwa:11967, yang berbunyi, “tidak boleh membeli dan menjual saham milik perusahaan yang di antara transaksinya mengandung riba dalam hal simpan pinjam”.

Dalil dari pendapat ini bahwa hubungan antara pemegang saham dan perusahaan adalah akad wakalah, yaitu dimana status pemegang saham sebagai muwakkil (pihak yang mewakilkan ) dan perusahaan yang megang adalah wakil.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Artinya:

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275)

Lalu Allah juga memerintahkan orang-orang beriman untuk menghentikan praktik riba. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا ا للَّهَ وَذَرُوا مَابَقِيَ مِنَ الرِّبَا أَنْ كُنتُمْ مُوْمِنِينَ

Artinya:

“ hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum di pungut) jika kamu orang -orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah: 278 )

Maka jika seorang muslim tahu bahwa saham perusahaan melakukan transaksi ribawi dan tetap membeli saham tersebut sama saja ia mewakilkan atau membantu dalam maksiat atau mendukung perusahaan tersebut dalam transaksi yang diharamkan. Padahal Allah telah menjelaskan dalam surah Al-Maidah: 2 yang berbunyi,

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Artinya:

dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (QS. Al-Maidah: 2)

 

Pendapat kedua ini yang mengharamkan untuk membeli saham perusahaan yang kegiatan usahanya halal akan tetapi Sebagian transaksinya terdapat hal tang diharamkan lebih kuat. Karena bila halal bercampur haram maka hukumnya lebih dominan yang haram. Dan dalam hal ini secara tidak langsung ia menyetujui transaksi riba tersebut meski hati dan mulutnya tidak menerima. Padahal teks-teks dalam Al-Quran dan hadits sudah jelas mengharamkan riba meskipun sedikit sekali. Wallahu a’lam

REFERENSI:

Diringkas dari buku “ Harta Haram Muamalat Kontemporer “ karya “ Dr. Erwandi Tarmizi, MA “

Peringkas : Marisa Daniati (Pengajar PONPES DQH OKUT)

Baca juga artikel:

Sabar Adalah Kunci Kebahagiaan

Mengutamakan Apa-Apa Dari Tangan Kanan

 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.