MENJAGA KEMURNIAN TAUHID

menjaga kemurnian tauhid

MENJAGA KEMURNIAN TAUHID – Puji syukur kepada Allah yang melahirkan kita dalam keadaan islam dan begitupula orang tua kita sebagai seorang muslim. Nikmat paling besar dan agung adalah kita menjadi seorang muslim. Beriman dan beramal sesuai yang dicontohkan Nabi Shallahllahu ‘alaihi wasallam, yang lahir dan bathin, individu dan berjamaah.

Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah, benarnya aqidah dan keimanan seorang muslim menjadi sesuatu yang paling pokok dan mendasar, dengan aqidah yang bersih dan iman yang lurus menjadi jaminan masuk surga Allah ta’ala.  Dalam kitab tauhid yang di tulish oleh syaikh Muhammad bin abdil wahhab attamimy, kemudia di jelaskan lagi oleh ulama terkemuka  saat ini yaitu Dr. shalih bin Al fauzan, dalam kitab al-mulakhkhash, terdapat satu bab “penjagaan Nabi Shallahllahu ‘alaihi wasallam terhadap kemurnin  tauhid dan menutup jalan-jalan kesyirikan”, Nabi Shallahllahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits:

عبد الله بن الشخير رضي الله عنه الذي قال فيه : انْطَلَقْتُ فِي وَفْدِ بَنِي عَامِرٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَا : أَنْتَ سَيِّدُنَا ، فَقَالَ : (السَّيِّدُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى) . قُلْنَا: وَأَفْضَلُنَا فَضْلًا وَأَعْظَمُنَا طَوْلًا ، فَقَالَ : (قُولُوا بِقَوْلِكُمْ ، أَوْ بَعْضِ قَوْلِكُمْ ، وَلَا يَسْتَجْرِيَنَّكُمْ الشَّيْطَانُ

Artinya: “Dari Abdullah Bin Asy-Syikhkhir Radiyallahu A’anhu, beliau berkata, “tatkala aku ikut pergi dalam utusan Bani ‘Amir untuk menemui rashullah Shallahllahu ‘alaihi wasallam kami berkata, “Engkau Adalah Sayyid kami, “ maka beliau berkata: “Sayyid (sesungguhnya adalah) Allah Tabaraka Wata’ala. Lalu kami berkata lagi, “Engkau adalah orang termulia kami dan orang teragung kami, beliaupun bersabda, Ucapkanlah perkataan kalian, atau sebagian perkataan sebagian kalian, tapi jangan sampai syaithan menjadikan kalian sebagai wakilnya.  (HR. Abu Dawud, Dan Ahmad)

Dalam hadits ini mengkisahkan pada masa Fathul Mekah di tahun ke delapan Hijrah. Manusia berkumpul kepada Nabi Shallahllahu ‘alaihi wasallam  untuk mengumumkan keislaman mereka. Yang mana disebut dengan tahun (Al-Wufuud) berkumpul, ini sebagaimana firman Allah ta’ala dalam qs an-nashr :

إِذَا جَآءَ نَصْرُ ٱللَّهِ وَٱلْفَتْحُ

Artinya: “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan”. (QS. An-nashr 1-2)

Dan juga firman Allah ta’ala:

وَرَأَيْتَ ٱلنَّاسَ يَدْخُلُونَ فِى دِينِ ٱللَّهِ أَفْوَاجًا

Artinya: “Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong”. (Qs. An-nashr 2)

Maka mereka berkata menyeru Nabi Shallahllahu ‘alaihi wasallam  “Engkau adalah sayyid kami” pada dasarnya panggilan sayyid adalah bentuk penghormatan kepada raja-raja mereka, sebagai pujian dan penghormatan. Mereka menganggap Nabi pun sama seperti raja mereka dengan memanggil ‘Engkau adalah sayyid kami”. Maka Nabipun menjawab: ”sayyid adalah Allah Tabaraka wata’ala. Nabi ingin menutup pintu berlebihan dalam memuji terhadap diri Nabi Shallahllahu ‘alaihi wasallam  , agar mereka meniggalkan kalimat ini.

Maksud sayyidullah: yakni seluruh kekuasaan/kepemimpinna yang sempurna hanya milik Allah ta’ala saja, dan semua makhluk adalah hamba-Nya.

Point penting dalam hal ini adalah pembatasan dan pencegahan Nabi Shallahllahu ‘alaihi wasallam  agar tidak berlebihan dalam perkara yang mubah yang mana disebut dalam kaidah ushul “سد الذرائع” segala sesuatu yang menjadi wasilah atau jalan menuju keburukan dan yang haram maka hal tersebut  terlarang. Dan hal ini sangat banyak sekali pada perkara agama.

Makna Hadits Secara Global
Ketika masyarakat yang berkumpul dan mulai melampaui batas dalam memuji Nabi Shallahllahu ‘alaihi wasallam . maka Nabi pun melarang mereka dari hal tersebut. Sebagai adab terhadap Allah dan dalam rangka menjaga tauhid. Dan memerintahkan mereka untuk mencukupkan dengan lafazh-lafazh yang tidak ada padanya sikap melalpaui batas dan tidak ada larangan. Seperti memanggil dengan seruan Muhammad rashulullah sebagaimana Allah ta’ala menamakan beliau denganya.

Faedah hadits

1.       Ketawadhuan Nabi Shallahllahu ‘alaihi wasallam  dan ketinggian adab beliau kepada Rabb-nya.

2.       Larangan terhadap berlebihan dalam memuji dan menghadapi manusia denganyaa.

3.       Bahwa kekuasaan/kepemimpinan sempurna pada hakekatnya hanya milik Allah, dan bahwa sesungguhnya dan sudah seharusnya untuk meninggalkan pujian dengan menggunakan kata sasyyid.

4.       Larangan dari memaksakan diri dalam lafazh-lafazh dan sepantasnya untuk sederhana dalam berbicara.

5.       Penjagaan terhadap tauhid dari perkara yang dapat merusaknya baik dari perkataan dan perbuatan/ atau bersifat berlebihan (ghulu) dalam hal agama.

Kaum muslimin yang kami muliakan.

Berikut ini hadits lain yang menunjukkan ke tawadhuan Nabi Shallahllahu ‘alaihi wasallam dan penjagan beliau terhadap kemurnian tauhid.

وعن أنس رضي الله عنه‏:‏ ‏(‏أن ناسًا قالوا‏:‏ يا رسول الله يا خيرنا وابن خيرنا ‏!‏ وسيدنا وابن سيدنا ‏!‏ فقال‏:‏ ‏”‏ يا أيها الناس قولوا بقولكم ولا يستهوينكم الشيطان، أنا محمد عبد الله ورسوله، ما أحب أن ترفعوني فوق منزلتي التي أنزلني الله عز وجل‏)‏‏.‏ رواه النسائي بسند جيد ‏.‏

Artinya: Dari sahabat An-nas Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata: bahwa ada orang-orang yang menyeru, “wahai Rasulullah, wahai orang terbaik kami, dan putra dari orang terbaik kami! Wahai sayyid kami, dan putra dari sayyid kami,” kama beliau Shallahllahu ‘alaihi wasallam bersabda: wahai sekalian manusia, ucapkanlah percakapan kalian, tetapi janganlah sekali-kali syaithan memperdayai kalian (dalam berucap). Aku hanyalah Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya, aku tidak senang bila kalian mengangkat kedudukanku melebihi kedudukan yang telah Allah ta’ala tetapkan untukku.” (HR An-nasai dengan sanand yang jayyid)

يا خيرنا : “wahai orang yang terbaik di antara kami: maksudnya yang paling utama di antara kami.

ولا يستهوينكم الشيطان : janganlah sekali-kali syaithan memperdayai kalian (dalam berucap) maknanya adalah sayithan mendorong kalian untuk memperturutkan hawa nafsu’: yakni menghias-hiasi kalian terhadap hawa nafsu kalian dalam ucapan-ucapan yang berlebihan atau menghilangkan akal kalian.

Makna Hadits Secara Global
Nabi Shallahllahu ‘alaihi wasallam membenci pujian kepadanya dengan lafazh-lafzh tersebut dan yang semisalnya. Supaya hal tersebut tidak menjadi sarana untuk mengantarkan kepada siap berlebih-lebihan dan melampaui batas; sebab Allah telah menyempurnakan kedudukan ‘ubudiyah bagi beliau, sehingga beliau tidak senang jika dipuji secara berlebihan. Dalam rangka menjaga kududukan (‘ubudiyah) dan sebagai bimbingan kepada ummat agar meninggalkan perbuatan tersebut. Kemudian beliau memberikan petunjuk agar menyifati beliau dengan dua sifat yang keduanya merupakan kedudukan tertinggi bagi seorang hamba. Yaitu sebagai hamba dan rasul-Nya.

Kaum muslimin yang kami muliakan.

Terdapat ayat yang sangat jelas akan larangan berlebihan dalam beragama termasuk dalam hal ini pujian-pujian kepada Nabi Shallahllahu ‘alaihi wasallam,  Allah ta’ala berfirman:

قُلْ يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ لَا تَغْلُوا۟ فِى دِينِكُمْ غَيْرَ ٱلْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوٓا۟ أَهْوَآءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا۟ مِن قَبْلُ وَأَضَلُّوا۟ كَثِيرًا وَضَلُّوا۟ عَن سَوَآءِ ٱلسَّبِيلِ

Artinya: “Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al-Maidah: 77)

Allah berfirman kepada Nabi-Nya, “Katakanlah, ‘Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu’. “ Maksudnya, kamu jangan melampaui batas kebenaran kepada kebatilan. Hal itu seperti ucapan mereka tentang Isa al-Masih yang telah disebutkan di atas, juga seperti sikapmu yang berlebih-lebihan pada sebagian tetua (tokoh) demi mengikuti hawa nafsu “orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad), artinya, kesesatan mereka memang telah ada sebelumnya, “dan mereka telah menyesatkan kebanyakan” manusia dengan mengajak mereka kepada agama yang mereka anut. “Dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” Artinya, jalan yang benar. Maka mereka mengumpulkan antara kesesatan dan menyesatkan (orang lain). Mereka itu adalah para imam kesesatan, di mana Allah memperingatkan kita dari mereka dan dari mengikuti hawa nafsu mereka yang sesat dan pandangan mereka yang menyimpang. (Tafsir Al-Wajiz)

Demikian bimbingan dari Nabi Shallahllahu ‘alaihi wasallam  untuk ummatnya. Kita mengambil pelajaran dari kisah umat terdahulu, terkhusus Umat Nasrani yang mana mereka berlebihan dalam beragama sampai-sampai mereka menuhankan Nabi ‘Isa Alaihissalam. Dan Nabi Shallahllahu ‘alaihi wasallam telah menutup jalan-jalan menuju kesyirikan secara umum dan secara khusus terhadap diri Nabi sendiri. Semoga Allah senantiasa membimbing kita dalam ketaatan dan kemurnian tauhid kita sampai akhir hayat kita. Aamiin

 

Referensi

Mulakhkhash Syarah Kitab Tauhid Penjelasan Ringkas Kitab Tauhid. Dr. Shalih Bin Fauzan, Pustaka As-Sunnah. Oktober  2019.

Diringkas oleh:  Birru Ninda Hamidi (Pengajar Di Rumah Tahfidz Umar Bin Al-Khaththab)

 

BACA JUGA:

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.