ADAB TERHADAP SESAMA MAKHLUK
Seorang muslim percaya akan adanya hak kedua orang tua terhadap dirinya serta kewajiban berbakti, menaati dan berbuat baik terhadap keduanya. Tidak hanya karena mereka berdua menjadi sebab keberadaannya, atau karena mereka telah memberikan perlakuan baik terhadapnya dan memenuhi kebutuhannya, tapi juga karena Allah telah menetapkan kewajiban atas anak untuk berbakti dan berbuat baik terhadap kedua orang tua, bahkan Allah menyebutkan kewajiban berbakti kepada orang tua setelah penyebutan kewajiban terhadapNya yang merupakan ibadah kepadaNya semata, tanpa kepada yang selainNya, sebagaimana Firman-Nya,
۞وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلوَٰلِدَينِ إِحسَٰنًاۚ إِمَّا يَبلُغَنَّ عِندَكَ ٱلۡكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوۡ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفّ وَلَا تَنهَرۡهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوۡلا كَرِيما وَٱخفِض لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحمَةِ وَقُل رَّبِّ ٱرۡحَمهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِير
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.[1]
وَوَصَّينَا ٱلإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيهِ حَمَلَتهُ أُمُّهُۥ وَهنًا عَلَىٰ وَهن وَفِصَٰلُهُۥ فِي عَامَينِ أَنِ ٱشكُرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيكَ إِلَيَّ ٱلمَصِيرُ
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”[2]
ADAB TERHADAP ORANG TUA
Jika seorang muslim mengakui hak-hak terhadap orang tuanya dan melaksanakan hak tersebut dengan sempurna dalam rangka menaati Allah dan melaksanakan wasiatNya, maka disamping itu diapun wajib memuliakan kedua orangtuanya dengan adab-adab berikut:
- Mematuhi setiap yang diperintahkan dan dilarang oleh keduanya dalam hal yang bukan kemaksiatan terhadap Allah dan tidak menyelisihi syari’atNya, karena tidak boleh mentaati makhluk dalam bermaksiat terhadap Allah, berdasarkan Firman Allah,
وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشرِكَ بِي مَا لَيسَ لَكَ بِهِۦ عِلم فَلَا تُطِعهُمَاۖ وَصَاحِبهُمَا فِي ٱلدُّنيَا مَعرُوفاۖ وَٱتَّبِعۡ سَبِيلَ مَنۡ أَنَابَ إِلَيَّۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرۡجِعُكُمۡ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمۡ تَعمَلُونَ
Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.[3]
- Memuliakan dengan mengagungkan keduanya, bersikap santun terhadap keduanya, menghormati keduanya dengan perkataan dan perbuatan, tidak menghardik keduanya dan tidak mengangkat suara terhadap keduanya, (jika berjalan bersama) maka tidak berjalan didepan mereka, tidak lebih mengutamakan istri dan anak daripada keduanya, tidak memanggil mereka dengan nama mereka tapi memanggil mereka dengan panggilan “ayah” dan “ibu” serta tidak berpergian kecuali dengan izin dan kerelaan mereka.
- Berbuat baik terhadap keduanya dengan segala sesuatu yang dapat dilakukan, seperti memberi makanan, pakaian, mengobati dan mencegah marabahaya, serta mempertaruhkan jiwa untuk melindungi mereka.
- Menyambung tali silaturahim yang tidak ada hubungan rahim kecuali melalui mereka berdua, mendoakan dan memohonkan ampun bagi keduanya serta melaksanakan janji keduanya dan menghormati keduanya.
ADAB TERHADAP ANAK
Seorang muslim mengakui bahwa anak mempunyai hak terhadap orangtua yang harus dipenuhi disamping adab-adab yang harus dilaksanakannya, yaitu berupa memilihkan ibu yang baik, memberi nama yang baik, menyembelihkan aqiqah atas namanya pada hari ke tujuh setelah kelahirannya, mengkhitannya, menyayangi dan berlaku lembut terhadapnya, memberi nafkah, mendidiknya dengan baik, memperhatikan pendidikannya dan pengajarannya serta menanamkan ajaran-ajaran islam dan melatihnya untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dan sunnah-sunnah serta membimbingnya sampai dinikahkan apabila telah dewasa, ke udian menawarkan pilihan untuk tetap dalam pemeliharaannya atau mandiri, dan membangun kemuliaannya dengan usahanya sendiri, hal ini berdasarkan dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah berikut:
۞وَٱلوَٰلِدَٰتُ يُرضِعنَ أَوۡلَٰدَهُنَّ حَوۡلَينِ كَامِلَينِۖ لِمَنۡ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَۚ وَعَلَى ٱلمَوۡلُودِ لَهُۥ رِزۡقُهُنَّ وَكِسوَتُهُنَّ بِٱلمَعرُوفِۚ لَا تُكَلَّفُ نَفسٌ إِلَّا وُسعهَاۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةُۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَولُود لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦۚ وَعَلَى ٱلوَارِثِ مِثلُ ذَٰلِكَۗ فَإِن أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاض مِّنهُمَا وَتَشَاوُر فَلَا جُنَاحَ عَلَيهِمَاۗ وَإِنۡ أَرَدتُّمۡ أَن تَستَرۡضِعُوٓاْ أَوۡلَٰدَكُمۡ فَلَا جُنَاحَ عَلَيكُمۡ إِذَا سَلَّمتُم مَّآ ءَاتَيتُم بِٱلمَعرُوفِۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعمَلُونَ بَصِير
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.[4]
Dalil lainnya:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهلِيكُمۡ نَارا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلحِجَارَةُ عَلَيهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظ شِدَاد لَّا يَعصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.[5]
ADAB TERHADAP SAUDARA
Seorang muslim beranggapan bahwa adab terhadap saudara adalah adab seperti adab terhadap orang tua dan anak, maka kewajiban saudara yang lebih muda seperti kewajiban orang tua pada anak, dan kewajiban terhadap saudara yang lebih tua adalah seperti kewajiban anak terhadap orangrtua, yaitu berupa kewajiban- kewajiban dan adab-adab sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat,
“Hak saudara tua terhadap saudaranya yang lebih muda adalah seperti hak orang tua terhadap anaknya”
ADAB ANTARA SUAMI ISTRI
Seorang muslim mengakui akan ada adab yang saling timbal balik antara suami dan istri, yaitu hak-hak masing-masing terhadap pasangannya, hal ini berdasarkan firman Allah,
َٱلمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓء وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكتُمنَ مَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِيٓ أَرۡحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤۡمِنَّ بِٱللَّهِ وَٱليَوۡمِ ٱلأٓخِرِۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَٰلِكَ إِن أَرَادُوٓاْ إِصلَٰحاۚ وَلَهُنَّ مِثلُ ٱلَّذِي عَلَيهِنَّ بِٱلمَعرُوفِۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيهِنَّ دَرَجَة وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.[6]
Ayat yang mulia ini telah menetapkan hak untuk masing-masing suami istri terhadap pasangannya dengan melebihkan derajat laki-laki karena hal-hal tertentu.
Sebagian hak-hak tersebut sama dan sebagian lainnya berbeda:
- Amanah, masing-masing suami dan itri haus amanah sehingga tidak ada yang berkhianat, baik sedikit maupun banyak, karena suami istri ibarat sekutu sehingga harus saling amanah, loyal, jujur dan ikhlas antar mereka dalam semua urusan kehidupan mereka, baik yang bersifat khusus maupun umum.
- Cinta dan Kasih sayang, masing-masing saling mencintai dan menyayangi dengan sebesar-besarnya cinta yang tulus dan kasih sayang saling bertimbal balik antara keduanya sepanjang hidup. Hal ini sebagai pelaksanaan Firman Allah,
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجا لِّتَسكُنُوٓاْ إِلَيهَا وَجَعَلَ بَينَكُم مَّوَدَّة وَرَحمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰت لِّقَوۡم يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.[7]
- Saling mempercayai antar keduanya, masing-masing suami istri mempercayai pasangannya, tidak mencurigai dan meragukan kejujuran, loyalitas dan keikhlasan pasangannya. Hal ini sebagai pelaksanaan Firman Allah,
إنمَا ٱلمُؤۡمِنُونَ إِخوَة فَأَصلِحُواْ بَينَ أَخَوَيكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ
Artinya: Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.[8]
- Adab-adab umum berupa kelembutan dalam berinteraksi, bermanis muka, bertutur kata yang baik, menghormati dan menghargai. Ini merupakan interaksi yang baik yang telah diperintahkan oleh Allah,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَحِلُّ لَكُمۡ أَن تَرِثُواْ ٱلنِّسَآءَ كَرۡهاۖ وَلَا تَعضُلُوهُنَّ لِتَذۡهَبُواْ بِبَعضِ مَآ ءَاتَيتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأۡتِينَ بِفَٰحِشَة مُّبَيِّنَة وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلمَعرُوفِۚ فَإِن كَرِهتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكرَهُواْ شَيأ وَيَجعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيرا كَثِيرا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.[9]
Inilah yang dimaksud dengan berwasiat dan berbuat baik yang diperintahkan oleh Rasulullah dalam sabdanya, “Dan saling berwasiatlah untuk berbuat baik terhadap wanita”
Itulah diantara hak-hak yang sama diantara suami dan istri yang harus saling bertimbal balik diantara keduanya sebagai pelaksanaan perjanjian yang kokoh yang diisyaratkan oleh firman Allah,
وَكَيفَ تَأۡخُذُونَهُۥ وَقَدۡ أَفضَىٰ بَعضُكُمۡ إِلَىٰ بَعض وَأَخَذنَ مِنكُم مِّيثَٰقًا غَلِيظا
Artinya: “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.[10]
Disamping pula sebagai ketaatan kepada Allah yang telah berfirman,
َإِن طَلَّقتُمُوهُنَّ مِن قَبلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ وَقَدۡ فَرضتُمۡ لَهُنَّ فَرِيضَة فَنِصفُ مَا فَرَضتُمۡ إِلَّآ أَن يَعفُونَ أَوۡ يَعفُوَاْ ٱلَّذِي بِيَدِهِۦ عُقدَةُ ٱلنِّكَاحِۚ وَأَن تعفُوٓاْ أَقرَبُ لِلتَّقوَىٰۚ وَلَا تَنسَوُاْ ٱلفَضلَ بَينَكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعمَلُونَ بَصِيرٌ
Artinya: Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan.[11]
Adapun hak-hak masing-masing dan adab-adab yang harus dilakukan oleh setiap istri terhadap suaminya dan yang harus dilakukan oleh suami terhadap istrinya adalah:
Pertama: Hak –hak istri terhadap suami
- Diperlakukan secara patut, hal ini berdasarkan firman Allah,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَحِلُّ لَكُمۡ أَن تَرِثُواْ ٱلنِّسَآءَ كَرۡهاۖ وَلَا تَعضُلُوهُنَّ لِتَذۡهَبُواْ بِبَعضِ مَآ ءَاتَيتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأۡتِينَ بِفَٰحِشَة مُّبَيِّنَة وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلمَعرُوفِۚ فَإِن كَرِهتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰٓ أَن تَكرَهُواْ شَيا وَيَجعَلَ ٱللَّهُ فِيهِ خَيرا كَثِيرا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.[12]
Yaitu memberinya makan jika ia makan, memberinya pakaian jika ia berpakaian, mendidiknya jika dikhawatirkan nusyuznya (pembangkangan) sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah dalam mendidik istri, yaitu dengan memberikan nasihat yang baik tanpa disertai hinaan atau celaan dan tidak menjelek-jelekkan. Jika si istri mematuhi maka sudah cukup, namun jika tidak, maka dengan cara pisah ranjang. Jika mematuhi maka sudah cukup, namun jika cara inipun tidak mempan, maka boleh memukulnya pada selain bagian wajahnya dengan pukulan yang tidak menciderainya, yaitu tidak menyebabkan berdarah, tidak melukai dan tidak menyebabkan tidak berfungsinya salah satu anggota bagian tubuhnya. Hal ini berdasarkan firman Allah,
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعضَهُمۡ عَلَىٰ بَعض وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰت لِّلغَيبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ وَٱلَّٰتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهجُرُوهُنَّ فِي ٱلمَضَاجِعِ وَٱضرِبُوهُنَّۖ فَإِنۡ أَطَعنَكُمۡ فَلَا تَبغُواْ عَلَيهِنَّ سَبِيلًاۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيّا كَبِيرا
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.[13]
- Mengajarinya tentang perkara-perkara agama yang penting jika sang istri belum mengetahuinya, atau mengizinkannya untuk menghadiri majelis-majelis ta’lim untuk belajar, karena kebutuhannya untuk menyucikan dirinya dan memperbaiki agamanya lebih besar daripada kebutuhan makan dan minuman yang juga wajib dipenuhi. Hal ini berdasarkan Firman Allah ta’ala,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهلِيكُمۡ نَارا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلحِجَارَةُ عَلَيهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظ شِدَاد لَّا يَعصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.[14]
Istri termasuk keluarga yang harus dipelihara dari ancaman di neraka, yaitu dijaga dengan keimanan dan amal shalih. Sedangkan amal shalih itu harus dengan ilmu agar bisa mengamalkannya dengan benar sesuai dengan tuntunan syari’at.
- Mendidiknya untuk menjalankan ajaran-ajaran dan adab-adab islam serta menghukumnya bila menyelisihinya, yaitu melarangnya berpergian sendiri atau menampakkan wajahnya dengan bertabarruj dan berbaur dengan laki-laki yang bukan mahram. Di samping itu hendaknya memberikan perlindungan dan pengayoman yang cukup, sehingga tidak membiarkannya merusak akhlak atau agama dan tidak membiarkan sarana untuk berbuat fasik terhadap perintah-perintah Allah dan Rasulnya dan berbuat jahat, karena suami adalah penanggung jawab istrinya, berkewajiban menjaga dan memeliharanya, berdasarkan Firman Allah ta’ala,
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعضَهُمۡ عَلَىٰ بَعض وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰت لِّلغَيبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ وَٱلَّٰتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهجُرُوهُنَّ فِي ٱلمَضَاجِعِ وَٱضرِبُوهُنَّۖ فَإِنۡ أَطَعنَكُمۡ فَلَا تَبغُواْ عَلَيهِنَّ سَبِيلًاۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيّا كَبِيرا
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.[15]
- Bersikap adil terhadap para istri jika memang dimadu, yaitu adil dalam memberi makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal atau giliran. Tidak berat sebelah dalam hal-hal tersebut atau curang maupun melakukan aniaya terhadap salah satu dari mereka, karena Allah telah mengharamkannya sebagaimana FirmanNya,
وَإِنۡ خِفتُمۡ أَلَّا تُقسِطُواْ فِي ٱليَتَٰمَىٰ فَٱنكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَۖ فَإِنۡ خِفتُمۡ أَلَّا تَعدِلُواْ فَوَٰحِدَةً أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيمَٰنُكُمۡۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُواْ
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.[16]
- Tidak menyebarkan rahasianya dan tidak menyebut-nyebut aib yang ada padanya, karena suami adalah kepercayaannya dan yang dituntut untuk menyayangi dan melindunginya.
Kedua: Hak-hak suami terhadap istri
- Mentaatinya dalam hal-hal selain kemaksiatan terhadap Allah.
Allah berfirman,
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعضَهُمۡ عَلَىٰ بَعض وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰت لِّلغَيبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ وَٱلَّٰتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهجُرُوهُنَّ فِي ٱلمَضَاجِعِ وَٱضرِبُوهُنَّۖ فَإِنۡ أَطَعنَكُمۡ فَلَا تَبغُواْ عَلَيهِنَّ سَبِيلًاۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيّا كَبِيرا
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.[17]
- Memelihara harga dirinya dan menjaga kehormatannya, menjaga harta dan anak-anaknya serta urusan rumahnya. Hal ini berdasarkan Firman Allah,
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعضَهُمۡ عَلَىٰ بَعض وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَموَٰلِهِمۡۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰت لِّلغَيبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُۚ وَٱلَّٰتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهجُرُوهُنَّ فِي ٱلمَضَاجِعِ وَٱضرِبُوهُنَّۖ فَإِنۡ أَطَعنَكُمۡ فَلَا تَبغُواْ عَلَيهِنَّ سَبِيلًاۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيّا كَبِيرا
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.[18]
- Tetap tinggal dirumah suaminya, sehingga tidak keluar rumah kecuali dengan izin dan kerelaan disertai dengan menundukkan pandangan, merendahkan suara, menahan diri dari berbuat buruk, menahan lisan dari perkataan kotor dan jorok, serta senantiasa memperlakukan kerabat suami dengan baik sebagaimana sikap suami terhadap mereka. Karena, tidaklah seorang istri dianggap telah berbuat baik terhadap suaminya jika ia berbuat buruk terhadap orang tua dan kerabat suaminya.
Allah berfirman,
وَقَرنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجنَ تَبَرُّجَ ٱلجَٰهِلِيَّةِ ٱلأُولَىٰۖ وَأَقِمنَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتِينَ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَطِعنَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓۚ إِنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُذهِبَ عَنكُمُ ٱلرِّجسَ أَهلَ ٱلبَيتِ وَيُطَهِّرَكُمۡ
Artinya: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.[19]
Referensi:
Nada, Abdul Aziz Bin Fathi as-Syayyid. 2019. Ensiklopedia Adab Islam Menurut Al-quran dan As-Sunnah. Penerjemah Abu Ikhsan Al-Atsary: Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i.
Diringkas oleh: Hanadhia ( Pengajar Ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits)
[1]QS.al israa:23-24
[2] QS. Luqman:14
[3] Qs.Luqman:15
[4] Albaqaraah:233
[5] Qs.Attahrim:6
[6] QS.Albaqarah:228
[7] QS.Arrum:21
[8] QS.Alhujuraat:10
[9] QS.Annisaa:19
[10] QS.Annissaa:21
[11] QS.Albaqaraah:237
[12] QS.Annisaa:19
[13] QS.Annissaa:34
[14] QS.Attahrim:06
[15] QS.Annissaa:34
[16] QS.Annisaa:03
[17] QS.Annisaa:34
[18] QS.Annisaa:34
[19] QS.Al-Ahzab:33
Baca juga artikel:
Leave a Reply