SHALAT GERHANA YANG SESUAI SYAR’I

shalat gerhana yang sesuai syari

SHALAT GERHANA YANG SESUAI SYAR’I – Orang-orang jahiliyah zaman dahulu punya keyakinan yang masuk dalam kategori khurofat. Mereka menghubung-hubungkan kejadian yang ada di bumi. Sehingga tidak heran bila banyak paranormal atau tukang ramal yang menjadikan kejadian-kejadian di langit sebagai bahan meramal atas kejadian-kejadian di bumi. Seperti terjadinya gerhana matahari atau bulan dijadikan sebagai pertanda akan dilahirkannya atau meninggalnya orang mulia di muka bumi ini, atau dijadikan sebagai pertanda akan terjadi paceklik Panjang, kemarau Panjang atau yang lainnya.

Agama islam yang datang dari Allah Subhanahu wataála membatalkan keyakinan-keyakinan khurofat seperti ini, dan menjelaskan kepada umat manusia bahwa gerhana matahari atau bulan merupakan salah satu diantara tanda-tanda kebesaran dan kekuasan Allah Subhanahu wataála. Tujuan Allah dari semua itu adalah menakut-nakuti umat manusia agar mereka bertobat, beristighfar, dan Kembali kepada-Nya.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:

وَمَا نُرۡسِلُ بِٱلأٓيَٰتِ إِلَّا تَخوِيفًا

Artinya: Dan Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti. (QS. al-Isra’[17]: 59)

Dalam hadits Riwayat yang lain dijelaskan:

يُخَوِّفُ الله بِعِمَا عِبَدَهُ

Artinya: “dan Allah menakut-nakuti hamba-hamba-Nya dengan keduanya (gerhana matahari dan bulan” (HR. Muslim 901)

Dalam hadits Riwayat yang lain dijelaskan:

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَا نِ مِنْ آيَاتِ اللهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَالِحَيَاتِهِ

Artinya: “Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan dua tanda diantara tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak terjadi gerhana karena kematian atau kehidupan seseorang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Maka Allah Subhanahu wataála melaui lisan Rosul-Nya memberikan bimbingan kepada umat manusia apa yang seharusnya mereka lakukan Ketika terjadi perkara-perkara seperti ini, sehingga amalan mereka diterima dan ridhoi Allah dan terhinda dari amalan-amalan yang dimurkai oleh-Nya.

DEFINISI SHALAT GERHANA

Shalat Gerhana dalam bahasa Arab bisa diistilahkan dengan sebutan shalat kusuf atau shalat Khusuf, baik gerhana matahari maupun gerhana bulan, yang secara Bahasa Kusuf artinya hilangnya sinar dari dua sumber cahaya (matahari dan bulan) atau hilang sebagiannya, dan berubah menjadi gelap. Namun diantara Ulama ada yang membedakan, yaitu shalat Kusuf digunakan untuk sebutan shalat gerhana matahari, dan shalat khusuf digunakan untuk sebutan shalat gerhana bulan.

HUKUM SHALAT GERHANA

Kebanyakan Ulama berpendapat bahwa shalat gerhana hukumnya sunnah muakkadah, karena shalat gerhana merupakan shalat selain shalat lima waktu yang telah difardhukan Allah. Namun Sebagian ulama yang lain ada yang mewajibkannya, seperti Abu ‘Awanah, dan ini merupakan pendapat yang dirojihkan (dikuatkan) oleh Syaikh al-Albani rohimahullah, berdasarkan perintah Rosulullah Shallallahu álaihi wassallam  untuk melaksanak shalat Ketika terjadi gerhana, dan hukum asal sebuah perintah adalah wajib.

Sabda nabi Shallallahu Alaihi Wasallam:

فَإِذَا رَأَيْتُمُوْ هُمَا فَادْ عُوْا اللهَ وَصَلُّوا

“maka apabila kalian melihat keduanya (gerhana matahari dan bulan) maka berdoálah kepada Allah dan shalatlah.” (HR. al-Bukhori 1060 dan Muslim 904)

WAKTU SHALAT GERHANA

Waktu shalat gerhana dimulai sejak waktu terjadi gerhana, yaitu Ketika matahari atau bulan sudah mulai kehilangan Sebagian cahayanya, dan berakhir sampai selesainya gerhana, yaitu cahaya matahari atau bulan sudah pulih Kembali seperti semula. Hal ini berdasarkan sabda Rosulullah Shallallahu álaihi wasallam :

فَإِذَا رَأَيْتُمُوْ هُمَا فَادْ عُوْا اللهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ

Artinya: “Maka apabila kalian melihat keduanya (gerhana matahari dan bulan) maka berdo’alah kepada Allah dan shalatlah sampai terang Kembali. (HR. al-Bukhori 1060 Muslim 904)

YANG DISUNNAHKAN KETIKA GERHANA

  1. Memperbanyak dzikir, istighfar, sedekah dan ibadah-ibadah lainnya.

فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

Artinya: “maka apabila kalian melihat itu (gerhana) maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, shalatlah, dan bersedekahlah. (HR. al-Bukhori 1044 dan Muslim 901)

Asma’juga menjelaskan bahwa Rosulullah Shallallahu álaihi wassallam memerintahkan untuk memerdekakan budak Ketika terjadi gerhana. (Shohih Bukhori 1051)

  1. Keluar rumah untuk melaksanakan shalat berjamaah di masjid. (Shohih Bukhori 1056)
  2. Kaum wanita juga disunnahkan untuk mengikuti shalat gerhana dimmasjid. (Shohih Bukhori 1053)
  3. Muadzin menyeru mereka untuk melaksanakan shalat dengan seruan أَلصَّلَاةُ جَامِعَةٌ, tanpa ada adzan dan tanpa ada iqomah sebelumnya. (Shohih Bukhori 1054)
  4. Khutbah setelah shalat. (Shohih Bukhori 1047)

TATA CAR SHALAT GERHANA

Ulama telah sepakat bahwa shalat gerhana dilaksanakan dua raka’at, namun mereka berselisih tentang tata caranya :

Pendapat pertama : shalat gerhana dilaksanakan dua rakaát dilaksanakan dengan dua kali ruku’dan dua kali sujud dan dua kali membaca alfatihah. Dari Abdullah bin Abbas rohimahullah dia berkata: “terjadi gerhana matahari pada zaman Rosulullah Shallallahu álaihi wassallam, maka beliau melaksanakan shalat. Beliau berdiri dengan berdiri yang Panjang, sekitar bacaan al-Baqarah. Kemudian beliau ruku’dengan ruku’yang Panjang, lalu mengangkat (kepalanya). Lalu beliau berdiri dengan berdiri yang Panjang namun lebih pendek dengan berdiri yang pertama. Kemudian ruku’lagi dengan ruku’yang Panjang namun lebih pendek dari ruku’yang pertama. Kemudian sujud, kemudian berdiri lagi dengan berdiri yang Panjang namun lebih pendek dari berdiri yang pertama. Kemudian ruku’dengan ruku’yang Panjang namun lebih pendek dari rukuk yang pertama, kemudian mengangkat kepalanya. Kemudian berdiri lagi dengan berdiri yang Panjang namun lebih pendek dengan berdiri yang pertama. Kemudian rukuk lagi dengan rukuk yang Panjang namun lebih pendek dari rukuk yang pertama, kemudian sujud, kemudian selesai (dari shalatnya) dalam keadaan matahari sudah terang.”(HR. al-Bukhori 1052)

Dari Aisayah rodhiallahuánha istri Nabi Shallallahu álaihi wasallam dia berkata :

أنَّرَسُولَ اللهِ صَلَّى يَوْمَ خَسَفَتْ الشَّمسُ فَقَا مَ فَكَبَّرَ فَقَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ رَكَعَ رُكُوْعًا طَوِيلًا ثُمَّ رَفَعَ رَأْ سَهُ فَقَال سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ وَقَامَ كَمَا هُوَ ثُمَّ قَرَأَ قِرَاأَةً طَوِيْلَةً وَهِيَ أَدْنَى مِنْ القِرَا ءَةِ الْأُوْلَى ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيْلًا وَهِيَ أَدْنَى مِنْ الرَّكْعَةِ الْأُولَى ثُمَّ سَجَدَ سُجُوْ دًا طَوِيْلًا ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ سَلَّمَ

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu álaihi wassallam melaksanakan shalat pada hari terjadinya gerhana matahari. Maka beliau berdiri lalu takbir, lalu membaca (ayat-ayat al-Qur’an) dengan bacaan yang Panjang. Kemudian beliau rukuk dengan rukuk yang panjang, lalu beliau mengangkat kepalanya sambal membaca

سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَه dan berdiri sebagaimana semula. Kemudian membaca lagi (ayat-ayat al-Qur’an) dengan bacaaan yang panjang namun lebih pendek dari bacaan yang pertama. Kemudian rukuk dengan ruku yang Panjang namun lebih pendek dari rukuk yang pertama, kemudian sujud dengan sujud yang Panjang . kemudian beliau melakukan seperti itu pula pada rakaát yang kedua, kemudian beliau salam. (HR. al-Bukhori 1047 dan Muslim 901)

Pendapat kedua: shalat gerhana dilaksanakan dua roka’at, masing-masing roka’at membaca surat alfatihah satu kali, rukuk satu kali dan sujud dua kali seperti shalat sunnah yang lainnya.

Dari Abi Bakroh rodhiallahuánhu dia berkata :

خَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهدِ رَسُولِ اللهِ فَخَرَجَ يَّجُذرُّ ذرِدَا ءَهُ حَتَّى انْتَهَى إِلَى الْمَسجِدَ وَثَا بَ النَّاسُ إِلَيْهِ فَصَلَّى بِهِمْ رَكْعَتَيْنِ فَا نْجَلَتْ الشَّمْسُ

Artinya: “Terjadi gerhana matahari pada zaman Rosulullah Shallallahu álaihi wassallam maka beliau keluar sambal menyeret selendangnya, sehingga sampailah beliau di masjid. Maka bergegaslah manusia menuju beliau, kemudian beliau shalat Bersama mereka dua roka’at sampai matahari terang Kembali.” (HR. al-Bukhori 1063)

Dalam Riwayat lain dijelaskan :

فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَمَا يُصَلُّونَ

Artinya: “kemudian beliau melaksanakan shalat dua roka’at sebagaimana para sahabat melaksanakan shalat.” (HR. an-Nasa’I 1502)

Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang pertama, yaitu dalam setiap roka’at dua kali rukuk dan dua kali membaca surat al-Fatihah karena haditsnya jelas menunjukkan seperti ini.

KESIMPULAN TATA CARA SHALAT GERHANA

  1. Mengawali shalat dengan takbiratul ihrom, lalu membaca do’a istiftah, membaca ta’awuzd dan basmalah lalu membaca surat al-Fatihah dan surat-surat yang lainnya panjangnya sekitar seperti surat al-Baqarah.
  2. Kemudian rukuk dengan rukuk yang sangat Panjang.
  3. Mengangkat kepala dari rukuk sambal membaca : سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَه
  4. Membaca surat al-Fatihah lagi dan surat-surat yang lainnya seperti yang pertama, namun lebih pendek.
  5. Kemudian rukuk lagi dengan rukuk yang Panjang, tapi lebih pendek dari rukuk sebelumnya
  6. Mengangkat kepala dari rukuk sambal membaca سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَه
  7. Kemudian sujud, lalu duduk, kemudian sujud lagi.
  8. Lalu berdiri untuk melakukan roka’at yang kedua, dan melakukan seperti apa yang dilakukan di roka’at pertama.
  9. Lalu duduk tasyahud, kemudian salam.
  10. Khutbah setelah shalat.

BACAANNYA DIKERASKAN

Hal ini berdasarkan sunnah supaya imam mengeraskan bacaannya Ketika shalat gerhana. Dari Aisyah rodhiallahuánha (berkata):

جَهَرَ النَّبَيُّ فَي صَلَا ةِ الخُسُو فِ بِقِرَا ءَتِهِ فَإِذَا فَرَغَ مِنْ قِرَاءَتِهِ كَبَّرَ فَرَكَعَ وَإِذَا رَفَعَمِنْ الرَّكْعَةِ قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ ثُمَّ يُعَاوِدُ الْقِرَاءَةَ

Artinya: “Nabi Shallallahu álaihi wassallam mengeraska bacaannya Ketika shalat gerhana. Apabila selesai dari bacaannya, beiau takbir lalu rukuk. Dan apabila bangun dari rukuk beliau membaca سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَه          lalu belia mengulangi membaca.” (HR. al-Bukhori 1065)

Dan juga karena shalat gerhana merupakan shalat sunnah yang disyari’atkan untuk dilakukan dengan berjamaáh, maka disunnahkan bagi imam untuk mengeraskan bacaannya seperti shalat Ied, shalat Tarawih, dan shalat Istisqo’ (minta hujan). Wallahu ta’ala a’lam bish-showab.

 

REFERENSI:   

Majalah Al-Mawaddah Vol. 37 Shofar 1432 H, Januari – Februari 2011

Oleh UStadz ABDUL KHOLIQ

Diringkas oleh : Abu Ghifar Supriadi

 

BACA JUGA:

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.