POTENSI KOMPONEN-KOMPONEN PENDIDIKAN
Segala puji hanya bagi Allah,kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk,maka tidak ada yang dapat menyesatkannya,dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam adalah hamba dan Rasul-Nya.
Pembahasan tentang komponen Pendidikan dalam tulisan ini akan dibahas tentang pendidik, anak didik, dan Lembaga Pendidikan.
- PENDIDIK
Pendidik yang dimaksud di sini meliputi guru,pengajar,ayah, bunda dan semua yang terlibat dalam kegiatan pemeliharaan terhadap anak-anak.
Mereka tidak lain merupakan kepanjangan tangan para ulama sebagai pengemban amanah ilmu dan Pendidikan bagi generasi umat. Oleh karena itu,terkait dengan makna tarbiyah, seorang murabbi (pendidik) hendaknya :
- Memahami apa yang dia tarbiyahkan.
- Mengamalkan apa yang diajarkan kepada orang lain.
- Memilih uslub (cara-cara) terbaik dalam tarbiyah.
- Memahami kondisi orang yang ditarbiyah.
Maka paling tidak setiap pendidik harus memahami pokok-pokok ajaran islam secara benar, baik masalah aqidah,ibadah,mu’amalah, akhlak maupun yang lain-lainnya, meskipun hanya secara garis besar, menurut kemampuan masing-masing. Kemudian memiliki komitmen unntuk mengamalkan apa yang telah difahaminya. Sehingga ia bisa menjadi suri tauladan bagi anak-anak didiknya.
Guru adalah pendidik generasi. Dipundaknya tergantung baik buruknya masyarakat. Apabila guru memenuhi kewajibannya dalam pengajaran, ikhlas dalam melaksanakan tugasnya, selalu mengarahkan anak-anak didiknya menuju akhlak mulia dan menuju kepatuhan dalam beragama, serta mendidik mereka dengan Pendidikan yang baik, niscaya kelak anak didik serta gurunya sekaligus akan menjadi orang-orang yang berbahagia, didunia maupun di akhirat.
Sesungguhnya, di antara tujuan tarbiyah dan ta’lim adalah membentuk pribadi yang memiliki sifat mulia yang selalu terikat dengan Rabb (Pencipta)nya. Pribadi ini selalu menyandarkan pola hidupnya kepada Allah, selalu aktif berperan serta dalam melapangkan dan meluruskan pemahaman masyarakatnya. Sesuai dengan landasan-landasan yang benar. Inilah dia misi dan tujuan seorang guru dalam tarbiyah serta ta’limnya.
Oleh karenanya, jika pribadi demikian itu yang ingin diwujudkan, maka diperlukan hadirnya murabbi (pendidik) yang andal.
Pendidik andal demikian harus memenuhi syarat-syarat serta kriteria-kriteria adab yang diperlukan. Syeikh Muhammad bin Jamil Zainu رحمه الله , seorang praktisi pendidikan islam yang cukup berpengalaman di Timur Tengah dan wafat beberapa saat yang lalu, mengetengahkan syarat-syarat serta kriteria-kriteria tersebut, secara ringkas adalah sebagai berikut :
- Cakap dalam profesinya, inovatif dalam menggunakan aslub (cara-cara) pengajaran, menyintai pekerjaannya dan bersungguh-sungguh dalam membimbimg, mentarbiyah, serta menuntun anak didik menuju akhlak mulia dan menghindarkan mereka dari akhlak yang buruk.
- Mampu menjadi tauladan yang baik bagi anak didik, baik tutur sapa, perbuatan maupun perilakunya. Ia harus mampu menjadi orang pertama yang menunaikan kewajiban terhadap Allah , uamat dan anak didik.
- Hendaknya melaksanakan apa yang ia perintahkan kepada anak didik, dan tidak berlawanan antara perkataan dengan perbuatannya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
يأيّها الّذين ءامنوا لم تقولون ما لا تفعلون ,كبر مقتا عند الله أن تقولوا ما لا تفعلون
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kau mengatakan apa yang tidak kau perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”. (QS. Ash -Shaf : 3)
- Memahami bahwa tugasnya mirip dengan tugas para nabi yang diutus oleh Allah untuk membimbing umat serta mengajarkan kebenaran kepada mereka. Para nabi yang bertugas memahamkan kepada umat masing-masing tentang pencipta dan sesembahan mereka . harus memahami pula bahwa ia akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah عزوجل kelak tentang anak-anak didiknya, apa yang diajarkan, bagaimana ia mengajardan mendidik dan sejauh mana kesungguhannya.
Dalam hadits nabi Shallallahu Alaihi Wasallam disebutkan:
كلّكم راع و كلّكم مسئول عن رعيّته. متفق عليه
Artinya:
“Setiap engkau adalah pemelihara (terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya), dan setiap engkau akan dimintai pertanggung jawaban terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya. (Muttafaq ‘Alaihi).
Disamping itu, pendidik harus berbicara menurut tingkat kemampuan daya tangkap anak didik. Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه mengatakan : “Berbicaralah kepada orang banyak menurut apa yang mereka bisa mengerti. Sukakah engkau jika Allah عزوجلdan Rasul-Nya di dustakan (lantaran orang salah faham)?”
- Seorang pendidik juga harus memahami adanya perrbedaan-perbedaan pada anak-anak didik, baik akhlak, kecerdasan serta perilaku yang melatar belakanginya. Sehingga ia berusaha melakukan apa yang paling tepat. Ia bagi anak-anak didiknya, laksana seorang orang tua bagi anak kandungnya. Seperti apa yang dilakukan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم ,
beliau Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
إنّما أنا لكم بمنزلة الوالد أعلّمكم. رواه أبو داود
Artinya:
“Aku bagi kalian laksana orang tua kalian yang mengajari kalian.” (Riwayat Abu Dawud).
- Mampu bekerja sama dan saling tolong menolong dalam urusan kebaikan dengan sesama pendidik.
- Memiliki sikap tawadhu’ (Rendah Hati) dalam masalah-masalah ilmiah. Maksudnya, selalu menghormati kebenaran dan mengakui bahwa kebenaran mempunyai nilai palling mahal. Karena itu ia memilih rujuk kepada kebenaran daripada terus menerus dalam kesalahan.
- Memiliki akhlak jujur dan selalu menetapi janji. Diantaranya jika ia jelas melakukan kesalahan, ia secara jujur akan mengakui kesalahannya meskipun dihadapan anak didik, tidak berusaha menutupi kesalahannya dengan kesalahan lain.
Sebab ia memahami Sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم :
كلّ بنى آدم خطّاء وخير الخطّائين التّاوّابون. رواه ابن ماجه والحاكم و غير هما
“Setiap anak adam pasti salah, dan sebaik-baik orang yang salah adalah yang bertaubat dari kesalahannya. Hadits Hasan Riwayat Ibnu Majah , Al-Hakiim dll.
Seorang pendidik juga selalu mengigat hadits Rasulullah صلى الله عليه وسلم :
عليكم بالصّدق فإنّ الصّدق يهدي إلى البرّ وإنّ البرّ يهدي إلى الجنّة ولا يزال الرّجل يصدق ويتحرّى الصّدق حتّى يكتب عند الله صدّيقًا. رواه مسلم و الترمذي
Artinya:
“Wajib bagimu untuk jujur, karena kejujuran akan mengantarkan menuju kebaikan dan kebaikan akan mengantarkan menuju surga. Dan seseorang senantiasa bersikap jujur dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk jujur, sehingga di tetapkan disisi Allah sebagai orang yang benar-benar jujur” (HR. Muslim dan at-Tirmidzi).
- Sebab sabar merupakan pembantu paling besar bagi sukses pekerjaan dan cita-citanya.
- ANAK DIDIK
Salah satu komponen pendidikan adalah anak didik. Anak didik adalah salah satu makhluk yang diciptakan Allah untuk tujuan ibadah. Untuk maksud itulah Allah عزوجل mengutus Rasul-rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Allah عزوجل berfirman :
ومآ أرسلنا من قبلك من رسول إلا نو حى إليه أنه, لآ إله إلآ أناْ فاعْبدون
Artinya:
“Dan kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu, melainkan kai wahyukan kepadanya : ‘’ Bahwasanya tidak ada Ilah yang berhak disembah melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (QS. Al-Anbiya’ /21:25)
Allah Subhanahu Wata’ala juga berfirman :
ولقد بعثنا فى كل أمة رسولا أن اعبود الله واجتنبواْ الطغوت
Artinya:
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat ( untuk menyerukan ): ‘’ Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”. (QS. An-Nahl/16:36)
Karena itulah, manusia memiliki potensi-potensi besar hingga siap menjadi hamba yang beribadah kepada Allah saja. Potensi-potensi ini secara garis besar terdiri dari dua potensi.
Imam Ibnu al-Qayyim رحمه الله , seorang ulama besar yang sangat peduli terhadap pendidikan umat (wafat tahun 751 H), menjelaskan dua potensi itu; Pertama, potensi daya tangkap dan daya pikir serta segala yang menyertainya berupa kemampuan menyerap ilmu pengetahuan dan kemampuan berbicara. Yang kedua adalah potensi khendak dan keinginan serta segala yang menyertainya berupa niat, tekad dan kemauan berbuat.
Namun disamping potensi yang dimiliki manusia, terdapat dua macam penyakit besar yang sangat berpengaruh bagi dua potensi manusia itu. Yaitu penyakit syubhat dan penyakit syahwat.
Imam Ibnu al-Qayyim menjelaskan: penyakit syubhat berpengaruh bagi rusaknya potensi ilmiah seseorang Selma ia tidak mengobati penyakit syubhat dengan cara menyingkirkannya. Sedangkan penyakit syahwat berpengaruh bagi rusaknya potensi khendak selama sesorang tidak mengobati penyakit syahwat itu dengan cara membuangkannya. Pedahal Allah sebagai Khaliq alam yang Maha Mengetahui segala kebutuhan makhluk-Nya, telah memberikan fasikitas utama berupa wahyu. Dalam hal ini, antara lain Allah Subhanahu Wata’ala telah berfirman:
فإما يأتينكم منى هدى فمن تبع هداى فلا خوف عليهم ولا هم يحزنون
Artinya:
“Kemudian jika sewaktu-waktu datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. Al-Baqarah/2:38)
Dalam ayat ini, ketika Allah menurunkan Adam, istrinya dan Iblis dari surga, Allah memberitakan bahwa Dia akan menurunkan Kitab-kitab -Nya serta mengutus para Nabi dan para Rasul. Sebagaimana dikatakan oleh Abu al-‘Aliyah bahwa maksud al-Huda (petunjuk) adalah para Nabi, para Rasul, bukti-bukti kebenaran dan penjelasannya. Sementara Muqatil bin Hyyan mengatakan; al-Huda adalah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم . Sedangkan al-Hasan mengatakan; al-Huda adalah Al-Qur’an. Kedua pendapat itu sama-sama benar. Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk kitab yang Aku turunkan, serta mengikuti Rasul-rasul yang Aku utus, niscaya mereka tidak akan mengalami rasa takut kelak menghadapi urusan akhirat. Dan merekapun tidak merasa sedih terhadap urusan dunia yang tidak mereka dapatkan.
Dalam rayat lain yang senada Allah Subhanahu Wata’ala firmankan:
فإما يأتينكم منى هدى فمن اتبع هداى فلا يضل ولا يشقى
“Maka kapan saja datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan sengsara”. (QS. 20:123)
Artinya, barangsiapa yang mengikuti petunjuk Allah, niscaya ia tidak akan mengalami rasa takut kelak menghadapi urusan akhirat, tidak akan bersedih kehilangan dunia, tidak akan sesat dan tidak akan celaka.
Dua pokok ini kemudian diikuti oleh dua perkara penting lainnya, yaitu menghilangkan syubhat batil yang akan menghalangi sempurnanya keyakinan, dan menyingkirkan syahwat menyimpang yang akan menghalangi sempurnanya pelaksanaan perintah.
SUMBER :
- Maktabah Daar al-Faiha’ & Maktabah Daar as-Salam, cet. V, 1414 H/1994 M
Diringkas Oleh : Dewi Sartika Ummu Hanif ( Pengajar di ponpes Darul-Qur’an Wal-Hadits OKU Timur )
Baca Juga Artikel:
Semangatnya Ulama Dalam Menuntut Ilmu
Leave a Reply