Taubat Memang Dahsyat

Kisah ini dihikayatkan dari Malik Bin Dinar.[1] Ia bercerita: Aku dulu punya seorang tetangga. Ia orang yang terbiasa melakukan berbagai tindakan dosa. Karena itulah para tetangganya berlepas diri darinya, tak mau bersangkut paut dengannya. Mereka tak mau menanggung akibat dari perilakunya tersebut. Orang-orang pun datang kepadaku, mengeluhkan kelakuannya, dan mengadukan kezaliman yang ia lakukan. Maka, kamipun mendudukkannya. Kami katakan kepadanya: “Para tetanggamu ini mengeluhkan perbuatanmu. Maka jalan keluarmu dari masalah ini adalah agar engkau meninggalkan perkampungan ini.” Ia menjawab: “Aku akan tetap berada di rumahku. Aku tak akan keluar darinya.” Kamipun masih terus membujuknya: “Bagaimana kalau engkau jual saja rumahmu?” Ia menjawab: “Aku tidak akan menjual rumahku, dan kalian tidak mungkin mengeluarkan aku.” Kami katakan lagi kepadanya; “Kalau begitu, kami akan mengadukan perihalmu kepada baginda Sultan.” Ia justru menjawab; “Sultan kenal betul dengan saya. Aku ini termasuk orang dekat Sultan.” Kami katakan lagi: “Kami akan mendoakan keburukan atasmu!” ia menjawab: “Sungguh, Alloh lebih menyayangiku daripada engkau!” Malik Bin Dinar berkata: “Hal itu membuatku marah. Ketika tiba waktu sore, akupun berdiri melaksanakan sholat. Ketika selesai sholat, aku mendoakan buruk atas orang tadi. Lalu aku tidur. Kala tertidur itulah, ada suara yang menyeruku dengan mengatakan: “Jangan engkau doakan dia dengan doa yang buruk. Karena ia adalah seorang wali Alloh!” Malik Bin Dinar pun terbangun. Malik berkata: “Lalu aku datang ke rumah orang tadi. Aku ketuk pintu rumahnya. Ia pun keluar. Saat melihatku, ia menyangka aku datang untuk mengusirnya dari kampung. Maka orang tadipun bertutur kepadaku dengan menampakkan rasa bersalahnya hendak meminta maaf. Aku berkata: “Aku datang bukan untuk hal itu. Aku datang karena aku bermimpi dalam tidur…” Malik Bin Dinar menceritakan mimpinya kepada orang tadi. Ketika itulah pecah tangisnya. Ia berkata: “Sungguh, aku bertaubat kepada Alloh setelah kejadian itu.” Singkat cerita, orang tadi akhirnya keluar dari kampung. Malik sudah tak pernah melihatnya lagi setelah kejadian itu. Malik bertutur: “Pada suatu tahun, kebetulan aku naik haji. Ketika itu aku lihat di Masjidil Haram ada kerumunan orang. Akupun maju mendekati kerumunan tersebut. Aku melihat, ternyata si pemuda tadi (yaitu tokoh kisah ini) tengah terbaring lemas tak berdaya. Malik melanjutkan: “Tak berselang lama, sampai kemudian orang-orang berkata: ‘Pemuda ini telah menemui ajalnya.’ Semoga Alloh merahmatinya.

Demikian kisah yang dibawakan oleh Imam Ibnul Jauzi dalam salah satu karyanya.[2]

Merenungi Taubat

Sudah terlalu sering kita mendengar kata taubat. Saking kerapnya, seolah kata ini hanya sekadar lewat begitu saja di telinga; tanpa meninggalkan kesan menggugah hati untuk kembali kepada-Nya. Mungkin hati ini sudah terjangkit penyakit sehingga perlu untuk mengikhtiarkan terapi pengobatannya.

Hati memang rentan untuk sakit, sebagaimana badan ini juga rentan untuk sakit. Sedangkan obat penawarnya ada pada taubat, dan juga menghindari amalan-amalan yang menyebabkan sakitnya hati. Hatipun juga bisa berkarat, sebagaimana cermin bisa kotor berkarat. Untuk menghilangkannya adalah dengan berdzikir. Pun hati bisa menjadi telanjang sebagaimana tubuh. Dan pakaian yang menghiasinya adalah takwa.

Bila hati ini sakit, kotor dan tak berhiaskan takwa, maka akan begitu mudah terseret arus maksiat. Semakin kotor dan lengang dari takwa, akan semakin mudah ia terjerambab dalam jurang kemaksiatan. Namun walau bagaimana, masih ada harapan untuk menyehatkan hati. masih ada kesempatan untuk membersihkan hati dan kemudian menghiasinya. Sesakit dan sekotor apapun hati kita, namun Alloh masih saja memberikan kemurahan-Nya untuk hamba yang Dia pilih, untuk mengentaskannya dari lembah maksiat, menuju hamparan ketaatan dan rahmat-Nya.

Dosa yang diperbuat hamba, terkadang pun tak lepas dari hikmah yang sungguh berharga. Berapa banyak tokoh yang terseret dosa, kemudian justru menyadarkannya untuk bertaubat. Dosa yang diperbuat, ketika ‘berbuah’ taubat, justru akan membawa maslahat dan rahmat. Karena taubat dari dosa, bagaikan meminum obat bagi orang yang sakit. Dan bisa saja satu penyakit menjadi sebab menuju sehat.

Kalaulah anak manusia sama sekali terbebas dari dosa, pastilah ia menjadi binasa dikarenakan sikap ujubnya, membanggakan diri.

Dan suatu dosa yang membuat pelakunya menghina diri di hadapan Alloh, itu lebih Dia sukai daripada ketaatan yang membuatnya congkak.

Pemuda di atas meski sudah dikenal sebagai pendosa, walau sebesar apapun dosanya, namun kala hatinya terketuk untuk kembali kepada Alloh, maka itu akan bisa mengubahnya seratus delapan puluh derajat. Alloh akan menerima taubat hamba-Nya, selama pintu taubat masih terbuka. Rosululloh n bersabda:

لَوْ أَخْطَأْتُمْ حَتَّى تَبْلُغَ خَطَايَاكُمُ السَّمَاءَ ثُمَّ تُبْتُمْ لَتَابَ عَلَيْكُمْ

Sekiranya kalian bersalah hingga kesalahan-kesalahan itu membumbung mencapai langit lalu kalian bertaubat, pastilah Alloh akan memberi taubat untuk kalian.” (HR. Ibnu Majah)

Maka, selagi hati yang gersang ini masih mau mereguk embun kebenaran, bersegeralah untuk bertaubat kepada-Nya.

[1] Malik Bin Dinar Al-Bashri Abu Yahya, salah seorang perawi hadits. Ia seorang yang zuhud dan wara’. Ia makan dari jerih payahnya sendiri. Mencukupi kebutuhannya dengan menuliskan Mushaf Al-Quran. Meninggal di Bashrah pada tahun 131 H.

[2] Al-Mawâ`izh Wal Majâlis hal 273.

Sumber: Majalah Lentera Qolbu Edisi 01 Tahun 02

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.