Bahagianya Rumah Tanggaku
Rumah tangga yang bahagia adalah dambaan setiap insan. Namun terkadang hal itu hanya menjadi angan angan yang melelahkan. Segala daya dan upaya sudah dihabiskan untuk menggapainya, ada yang berhasil {mungkin}, akan tetapi tak jarang yang tidak mampu menghadapi badai rumah tangga yang datang silih berganti, bahkan tidak jarang juga badai yang menghantam mampu meluluh lantakkan mahligai rumah tangga yang telah dibangun. Dan Merusak tatanan hidup yang telah dibinanya.
Namun wahai saudaraku, ketahuilah! (1)kebahagiaan rumah tangga bukan karena banyaknya harta, fasilitas yang mewah, dan gaya hidup yang serba glamor. Banyak diantara mereka yang keadaannya seperti itu, tetapi batin tersiksa, ketenangan terusik, jiwa terancam, maka benarlah Sabda Nabi Shalallahu alaihi wasallam :
إِنَّ لكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً، وَإِنَّ فِتْنَةَ أُمَّتِي الْمَالُ
“Sesungguhnya setiap umat ada fitnah dan fitnah umatku adalah harta”[1]
Lalu apa yang banyak mereka perbuat? Tak sedikit dari mereka karena ingin mencari ketenangan dan menghindar dari masalah hidup kemudian menenggak minuman terlarang, obat terlarang, menghabiskan waktunya di tempat tempat maksiat. Apakah ketenangan itu tercapai?, justru sebaliknya kegelisahan dan kecemasan yang terus menggelayut.
Marilah kita merenungi kembali, apa jalan kebahagian dalam rumah tangga ini?, (2)ketahuilah bahwa kebahagiaan itu didapat bila hati sipenuhi dengan hidayah dan ketaqwaan kepada Allah subhanahu wataala. Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda :
يَقُولُ رَبُّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: يَا ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِي أَمْلَأْ قَلْبَكَ غِنًى وَأَمْلَأْ يَدَيْكَ رِزْقًا، يَا ابْنَ آدَمَ لَا تَبَاعَدْ مِنِّي فَأَمْلَأْ قَلْبَكَ فَقْرًا وَأَمْلَأْ يَدَيْكَ شُغْلًا
“Rabb kalian berkata, ‘Wahai anak Adam! Beribadahlah kepada Ku sepenuhnya, niscaya Aku penuhi hatimu dengan kekayaan, Aku penuhi kedua tanganmu dengan rezeki. Wahai anak Adam! Jangan jauhi Aku, sehingga Aku penuhi hatimu dengan kefakiran dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan kesibukan.”[2]
Manakala setiap penghuni rumah tangga, seorang suami atau seorang istri, mengisi hatinya dengan keimanan dan ketaatan kepada Allah subhanahu wataala, menghadapi masalah dengan lapang dada, menyelesaikan problem rumah tangga dengan tenang hati, dan bersikap qana’ah terhadap nasib rezeki yang telah Allah subhanahuwataala tetapkan, Niscaya akan lenyap segala kegundahan dan kegelisahan, dan akan datang kebahagiaan dan ketenangan.
Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda :
لَيْسَ الغِنَى عَنْ كَثْرَةِ العَرَضِ، وَلَكِنَّ الغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Bukanlah kaya karena banyaknya harta, tetapi kaya adalah kaya jiwa”.[3]
Umar Bin Khattab radhiyallahu anhu berkata : “Wahai manusia, sesungguhnya sebagian sifat rakus merupakan bagian dari kemiskinan, tidak berharap kepada manusia merupakan suatu kecukupan. Dan sungguh kalian mengumpulkan harta yang tidak kalian makan, adalah kalian berangan angan dengan sesuatu yang tidak mungkin kalian gapai. Ketauhilah, bahwa sebagian dari kikir adalah cabang kemunafikan, maka berinfaklah, karena demikian itu lebih baik buat kalian.”[4]
Wahai para suami dan istri, mulailah dengan perubahan pada diri kalian sendiri. Ketahuilah! Bahwa kebahagiaan itu hanya diraih dengan kerja keras, kesungguhan, dan butuh perjuangan serta pengorbanan. Kebahagiaan tidak datang begitu saja. Allah telah memberikan kepada kita akal dan kehendak, dan Allah telah memberikan petunjuk, mana jalan yang menuju kebahagiaan dan mana jalan yang menuju kesengsaraan. (3)Sehingga Allah tidak akan mengentaskan kesusahan, dan kesempitan hidup rumah tangga kita kecuali jika kita memiliki niat dan tekad, bahwa hari ini kita mulai mengadakan perubahan besar, pensucian jiwa dan hati, perbaikan ibadah dan akhlaq, pembenahan akidah dan pemahaman, menelusuri kehidupan rumah tangga Nabi dan para sahabat.
Allah subhanahuwataala berfirman :
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum, hingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (Ar-Ra’du : 11)
Mulailah setahap demi setahap, mintalah pertolongan kepada Allah, seberat apapun perubahan yang dilakukan, niscaya Allah akan memberikan jalan petunjuk. Kenapa?, ketika seseorang ingin kembali kepada Allah subhanahu wataala, pasti akan ditolong dan akan diberi taufiq kemana dia harus berjalan.
Allah subhanahuwataala berfirman :
وَالَّذِينَ جاهَدُوا فِينا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang orang yang berjuang karena Kami, niscaya akan Kami beri petunjuk jalan jalan Kami (jalan jalan kebaikan dan ketaatan), dan taufiq serta pertolongan Allah senantiasa menyertai orang orang yang berbuat kebajikan”. (al Ankabut: 69)
Wahai para suami dan istri, jangan sekali kali seseorang demi menggapai kebahagiaan akhirnya dia pun mengusik ketenangan orang lain termasuk pasangannya. (4)Tidak sedikit orang memiliki prinsip ‘yang penting saya puas’. Kepuasan apa yang dia inginkan?. Kalau kepuasan dia dapatkan sampai harus mengusik ketenangan pasangannya, maka itu adalah kepuasan syaithoniyah, kepuasan yang ditopang oleh syaithon dan hawa nafsu belaka. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
“Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh melakukan perbuatan berbahaya”.[5]
Dan juga sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam :
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim itu adalah dimana kaum muslimin selamat dari tangannya dan lisannya.”[6]
(5)Faktor untuk menggapai kebahagiaan hidup rumah tangga ada dua yaitu faktor pribadi dan faktor lingkungan. Namun faktor pribadi sangatlah berperan besar, yaitu sejauh mana anda mampu mengendalikan jiwa dan suasana hati untuk beradaptasi pada setiap perubahan.
Dan inilah makna dari sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam :
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh mengagungkan urusan setiap mukmin, karena seluruhnya urusannya adalah baik, dan hal ini tidak dimiliki kecuali oleh seorang mukmin. Bila mendapatkan nikmat dia bersyukur, itulah kebaikan untuknya. Dan Bila tertimpa musibah dia bersabar, itulah kebaikan untuknya.”[7]
Dengan ini, seorang suami dan istri, berusaha memiliki sikap tanggung jawab, baik sebagai hamba Allah, dan kepada sesama dalam memenuhi hak dan kewajiban. Memiliki sikap kepedulian terhadap kelangsungan hidup rumah tangga. Adanya kemauan dan berusaha semampunya dengan mengerahkan daya dan upaya, serta memohon pertolongan kepada Allah untuk menyelesaikan bebagai macam masalah rumah tangga. Mampu menjalin komunikasi yang harmonis dan terbuka. Serta memiliki pandangan kompromistis dan tuntutan yang realistis. Semoga tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Ya, benar!. (6)Janganlah sok idealis, namun berusahalah bersikap realistis. Memang kebanyakan suami menginginkan sosok istri yang idealis. Berharap memperhatikan suami layaknya ibunya memperhatikan dia. Senantiasa tampil cantik, ceria setiap saat, senantiasa menyambut dengan hangat, makanan dan minuman senantiasa tersajikan untuknya, rumah senantiasa rapi dan bersih, dan seterusnya. Iya, betul, akan tetapi pelayanan seorang istri tidak seperti perhatian ibu kepada anaknya. Ibu sangat memperhatikan anaknya karena muncul dari keikhlasan dan kasih sayang yang tak pernah terputus. Adapun istri sejatinya dia memberikan pelayanan kepada suaminya selain melaksanakan kewajiban, dia berharap imbal balik dari suaminya. Dia juga ingin senantiasa diperhatikan, dimanja, dipuji dan di sayang. Senantiasa ingin mendapatkan penjagaan dari suaminya. Sehingga sikap yang baik adalah saling menyanjung kelebihan yang dimiliki dan saling menutup dan melengkapi kekurangan yang ada. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda :
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang (suami) mukmin membenci (istrinya) mukminah, jika dia membenci salah satu perangai istrinya, pasti dia suka terhadap perangai yang lain.”[8]
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan larangan (untuk membenci), yakni sepantasnya seorang suami tidak membenci istrinya, karena bila ia mendapatkan pada istrinya satu perangai yang tidak ia sukai namun di sisi lain ia bisa dapatkan perangai yang disenanginya pada si istri. Misal, istrinya tidak baik perilakunya akan tetapi ia seorang yang beragama atau berparas cantik atau menjaga kehormatan diri atau bersikap lemah lembut dan halus padanya atau yang semisalnya.”[9]
Seorang suami adalah pemimpin dalam rumah tangganya, namun dia tidak pantas berbuat lalim dan bersikap otoriter, terlebih kepada istri. Pergaulilah istri kalian dengan baik!. sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ، فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ. فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهَا كَسَرْتَهَا، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
“Mintalah wasiat atas diri-diri kalian dalam masalah hak-hak para wanita, karena sesungguhnya wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Yang paling bengkok dari tulang rusuk itu adalah bagian paling atasnya. Bila engkau paksakan untuk meluruskannya maka engkau akan mematahkannya. Namun bila engkau biarkan, ia akan terus-menerus bengkok. Maka mintalah wasiat atas diri-diri kalian dalam masalah hak-hak para wanita.”[10]
Kamu tahu bahwa suami yang baik itu adalah yang senang membantu istrinya, walaupun hal hal yang sepele. Jika suami melakukan ini maka terciptalah keharmonisan dan kebahagiaan. Merupakan kebiasaan dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membantu pekerjaan istrinya di rumah. ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,
كَانَ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ قَامَ إِلَى الصَّلاَةِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesibukan membantu istrinya, dan jika tiba waktu sholat maka beliaupun pergi shalat”[11]
Dalam hadits lainnya, ‘Aisyah radhiallahu ‘anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan hal-hal sederhana untuk membantu istri-istri beliau semisal mengangkat ember dan menjahit bajunya.
عن عروة قال قُلْتُ لِعَائِشَةَ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِيْنَ أي شَيْءٌ كَانَ يَصْنَعُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا كَانَ عِنْدَكِ قَالَتْ مَا يَفْعَلُ أَحَدُكُمْ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ يَخْصِفُ نَعْلَهُ وَيُخِيْطُ ثَوْبَهُ وَيَرْفَعُ دَلْوَهُ
Urwah berkata kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apakah yang dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika ia bersamamu (di rumahmu)?”, Aisyah berkata, “Ia melakukan (seperti) apa yang dilakukan oleh salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya, ia memperbaiki sendalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember”[12]
Selaknyanya seorang istri dia harus memahami kekurangannya, maka jangan sampai kekurangan yang dia miliki menjadikan rumah tangga hancur, kebahagiaan menjadi sirna, sehingga berganti dengan keresahan dan kegelisahahan.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُرِيْتُ النَّارَ، فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ، يَكْفُرْنَ. قِيْلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللهِ؟ يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ، وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئاً، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ.
“Diperlihatkan Neraka kepadaku dan aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita, mereka kufur.” Para Shahabat bertanya: “Apakah disebabkan kufurnya mereka kepada Allah?” Rasul menjawab: “(Tidak), mereka kufur kepada suaminya dan mereka kufur kepada kebaikan. Seandainya seorang suami dari kalian berbuat kebaikan kepada isterinya selama setahun, kemudian isterinya melihat sesuatu yang jelek pada diri suaminya, maka dia mengatakan, ‘Aku tidak pernah melihat kebaikan pada dirimu sekalipun”[13]
Sehingga marilah bersegera dalam beramal shalih, karena amalan shalih itu menjadi sebab mendapatkan kebahagiaan hidup dan rumah tangga.
Nantikan episode berikutnya dengan judul : Ku kan buat suamiku selalu rindu dengan rumah
Referensi:
Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi
tafsir ad Durar al Mantsur, Imam Suyuti, dll
Ditulis dan diringkas oleh Abu Abdillah Ahmad Aminuddin
[1] Shahih; Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih al Jami’, no. 2148
[2] Shahih: Lihat as Silsilah ash-Shahihah, no. 1359, 3/347. Dari sahabat Ma’qil Bin Yasar dan ini lafadz Al Hakim dalam al Mustadrak, 7926 cet. Darul Kutub – Beirut.
[3] Shahih : Dikeluarkan oleh Imam Bukhari, no. 6446 dan Imam Muslim, no. 1051, dari sahabat Abu Hurairah.
Kaya jiwa yaitu jiwa yang tenang, jiwa muthma’inah, jiwa yang besar dan hati yang selamat.
[4] Lihat tafsir ad Durar al Mantsur, Imam Suyuthi, 1/363
[5] Hasan: Dikeluarkan oleh Imam Al Baihaqiy, no. 11384, dari Abu Sa’id Al Khudriy radhiyallahu anhu.
[6] Shahih : Dikeluarkan oleh Imam Bukhari, no. 10, dan Imam Muslim, no. 40, dari sahabat Abdullah bin Amr radhiyallahu anhu
[7] Shahih : Dikeluarkan oleh Imam Muslim, no. 7692, dari sahabat Shuhaib radhiyallahu anhu
[8] Shahih : Diriwayatkan oleh Imam Muslim, no. 1469
[9] Syarah Shahih Muslim, 10/58
[10] Shahih : Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, no. 3331, 5186
[11] Shahih : Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, no. 676
[12] Shahih : Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, no. 5676
[13] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 29, 1052, 5197) dan Muslim (no. 907 (17)), dari Shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma.
Baca Juga Artikel:
Anjuran Memberi Kabar Gembira dan Ucapan Selamat Kepada Orang Yang dikaruniakan Anak
Ada Apa Dengan Cinta Seorang Ibu?
Leave a Reply