Semua orang niscaya menginginkan mendapatkan kasih sayang penuh dari orang tuanya hingga dewasa dan mampu mandiri dalam mengarungi kehidupan di dunia fana ini. Namun harapan itu tidak selamanya terkabul karena adanya ketentuan Allah yang berlaku padanya. Sehingga banyak kita dapati disekitar kita anak-anak yang tidak lagi berayah atau yatim. Apalagi dengan datangnya musibah di aceh beberapa waktu lalu, menyisakan anak yatim bahkan yatim piatu tidak ber ayah dan beribu.
Sebagai manusia beriman sudah semestinya kita menaruh kasih sayang dan perhatian kepada nasib mereka. Agama kita mewajibkan agar kita saling mengasihi sesama muslim apalagi muslim yang yatim.
DEFINISI
Dalam istilah syar’I yatim yaitu anak yang ditinggal mati bapaknya sebelum umur baligh. Seperti diungkapkan dalam Al-Qur’an :
واعلموا أنما غَنِمْتُم مِّن شَيْءٍ فَأَنَّ لِلّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang , maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim. ( QS. An-Anfal :41 )
Ibnu katsir dalam tafsirnya berkata“ Anak yatim adalah anak-anak kecil yang di tinggal mati bapak-bapak mereka”.
Ibnu Atsir dalam kitab An Nihayah fi Gharibil Hadist mengatakan bahwa yatim adalah anak-anak yang kehilangan bapak-bapak mereka sebelum baligh.”
Dengan demikian, orang yang memaknakan bahwa yatim itu tidak hanya anak yang ditinggal mati bapaknya jatuh kedalam kesalahan. Kata mereka yatim itu dapat bermakna yatim pendidikan, yatim pekerjaan dan semacamnya. Parahnya, berpijak dengan kesalahan itu mereka mengeruk uang masyarakat atas nama anak yatim tetapi uang yang terkumpul digunakan untuk usaha dan lain sebagainya yang tidak ada sangkut pautnya dengan anak yatim tersebut. Ini berarti memakan harta anak yatim secara haram.
Keutamaan memelihara Anak Yatim
Rasulallah bersabda :“Aku dan pemelihara anak yatim berada di surga, lalu beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengah dengan merenggangkan sedikit. ( HR. Bukhari )
Imam Nawawi berkata : “Memelihara anak yatim maksudnya memeberi nafkah, pakaian, mengajari ahklak yang baik, mendidiknya dan semacamnya. “ Keutamaan ini diperoleh bagi orang yang menanggung anak yatim dari hartanya sendiri atau dia hanya sekedar menangani dan mengatur harta anak yatim tersebut.
Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan : “ Guru kami ( Imam Al-Ariq ) berkata dalam syarah Tirmidzi, Barangkali hikmah mengapa memelihara anak yatim masuk surge seperti Nabi atau kedudukanya dekat atau sama dengan kedudukan Nabi disurga yaitu karena Nabi diutus kepada kaum yang belum memahami agama mereka maka jadilah Nabi sebagai pemelihara, pembimbing dan pendidik mereka. Demikian halnya pemeliharaan anak yatim, dia memelihara orang yang tidak mengerti urusan agamanya dan tidak pula mengerti urusan dunianya. Oleh karena itu dia membimbingnya, mendididknya dan mengajari prilaku yang baik. Maka jelaslah persamaan antara keduanya.”
Di Haramkan Memakan HArta Anak Yatim
Allah berfirman :
وَلاَ تَقْرَبُواْ مَالَ الْيَتِيمِ إِلاَّ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa.” (QS. Al An-Am :152 ).
Dalam ayat ini Allah memperingatkan kita agar jangan sampai memakan harta mereka, atau menukar harta mereka yang berharga dengan harta kita yang kurang berharga, atau mengambil harta tanpa sebab yang dibolehkan. Maka penggunaan harta anak yatim yang menyebabkan kerugian atau tidak ada manfaat bagi mereka diharamkan. Oleh karena itu di dalam ayat yang lain Allah mengancam, :
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْماً إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَاراً وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرا
” Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk kedalam api yang menyala-nyala (neraka). ( QS. An-Nisa: 10 ).
Rasulullah bersabda: “Jauhilah oleh kalian tujuh perkara, para shahabat bertanya ,” apa itu wahai RAsulallah? Jawab beliau ,Syirik kepada Allah dan memakan harta anak yatim. ( Bukhari ).
Namun bila anak Yatim tersebut belum mampu mengatur dan membelanjakan harta mereka secara baik, dilarang untuk memberikan harta harta itu kepada mereka. Barulah setelah mereka mampu mengurusi harta boleh diberikan kepada mereka. Allah berfirman :
وَابْتَلُواْ الْيَتَامَى حَتَّىَ إِذَا بَلَغُواْ النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْداً فَادْفَعُواْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ
“ Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ( QS. An-Nisa : 6 )
Di bolehkan bagi pemelihara anak yatim mempergunakan harta mereka tetapi untuk kemanfaatan mereka dan dibolehkan bagi orang yang memelihara mereka sedangkan miskin untuk memanfaatkan harta anak yatim secara makruf, Allah berfirman :
وَابْتَلُواْ الْيَتَامَى حَتَّىَ إِذَا بَلَغُواْ النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْداً فَادْفَعُواْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلاَ تَأْكُلُوهَا إِسْرَافاً وَبِدَاراً أَن يَكْبَرُواْ وَمَن كَانَ غَنِيّاً فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَن كَانَ فَقِيراً فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُواْ عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِاللّهِ حَسِيباً
“ Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barangsiapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bisa memakan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).( QS. An-Nisa: 6-7 ).
Ummul Mukminin A’isyah menafsirkan surat An-Nisa ayat 6-7 beliau mengatakan “Ayat ini di tujukan kepada pemelihara anak yatim itu sekaligus mengurus hartanya. Jika ia miskin, dibolehkan makan harta anak yatim tersebut namum menurut kepatutan, tidak berlebih-lebihan ( Bukhari ).
Maksud cara yang ma’ruf atau menurut kepatutan adalah memelihara anak yatim boleh mengambil harta anak yatim itu sebanding dengan pemeliharaanya yang mereka kerjakan. ( Tafsir Ibnu Katsir ).
Membantu Anank Yatim
Sebaliknya Allah mengancam orang yang dzalim kepada mereka . Firmannya :
أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِفذلك الذي يدع اليتيم .
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim. ( QS. Al Ma’un :1-2 ).
Ayat yang mulia ini menginformasikan tentang orang-orang yang dikategorikan pendusta agama yaitu orang-orang yang bersikap kasar kepada anak yatim, tidak menyayangi mereka lantaran hati mereka keras dan karena mereka tidak mengharapkan pahala disisi Allah dan tidak takut terhadap siksa.
Semoga kita dimasukkan oleh Allah kedalam golongan orang-orang yang menyayangi anak yatim dan dijauhkan dari golongan pendusta Agama.
Di Salin oleh : Abdul Hadi ( Abu Hizam )
Dari majalah : Al-Furqon
Edisi : 12 Tahun IV Rajjab 1426
Leave a Reply