Sesungguhnya segala puji hanya milik Allah, kita memujinya dan meminta pertolongan kepada-Nya, memohon ampunan-Nya serta bertaubat kepada-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari keburukan jiwa kita serta kejahatan amal perbuatan kita, siapapun yang Allah beri hidayah maka tidak ada yang mampu menyesatkannya, dan siapapun yang Allah sesatkan maka tidak ada yang mampu memberi hidayah kepadanya. Aku bersaksi bahwasannya tiada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah, Aku bersaksi bahwasannya Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya –semoga Allah mencurahkan selawat serta salam kepada beliau, keluarga, dan para sahabatnya-. Amabakdu.
Sesungguhnya esensi dari istighfar adalah permohonan ampunan dari dosa, termasuk permasalahan terpenting yang selayaknya seseorang muslim memperhatikannya di dalam kehidupannya. Dan mencurahkan perhatiannya yang besar serta kepedulian yang maksimal. Dan sungguh telah datang di dalam kitabulah –jalla wa ‘ala- dan sunah Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wasallam- nas-nas yang banyak tentang anjuran dan perintah istigfar, dan penjelasan tentang keutamannya dan keutaman ahli istighfar yang senantiasa melaziminya.
Diantaranya: Firman Allah ta’ala
قُلْ يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Az-Zummar: 53]
Ayat ini sebagaimana yang dikatakan sebagian salaf merupakan “Ayat Al-Qur’an yang paling memberi pengharapan”
Dan Allah berfirman mengenai anjuran, dan penjelasan keutamaan istighfar serta buahnya di dunia dan di akhirat, pada apa yang Allah firmankan terhadap Nabi Nuh ‘alaihis salam.
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12)
Maka Aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya dia adalah Maha Pengampun-,Niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.[Nuh:10-12].
Maka ayat yang mulia ini mengandung faedah-faedah yang berlimpah, dan manfaat-manfaat yang besar bagi orang-orang yang senantiasa melazimkan istighfar.
Dan diriwayatkan sebuah atsar dari Al-Bahsri “Bahwa seorang lelaki mengeluh kepadanya perihal musim kemarau yang melanda, lantas Al-Hasan berkata ‘beristigfarlah kepada Allah’, kemudian datang yang lain mengeluh kepadanya perihal kefakiran, dan beliau juga berkata ‘berisitigfarlah kepada Allah’, dan yang lainnya mengeluh kepadanya perihal kebunnya yang gersang, beliau kembali berkata ‘beristighfarlah kepada Allah’ dan yang lain mengeluh kepadanya tentang kondisinya yang tak memiliki anak, beliaupun berkata ‘beristighfarlah kepada Allah’ kemudian membacakan ayat ini. [1]
[1] Disebutkan oleh Al-Hafizh di dalam Fathul Bari (11/94) Inilah diantara buah dari istighfar dan manfaatnya di dunia. Adapun di akhirat manfaatnya sangat banyak, dan Nabi bersabda:
Beruntunglah bagi orang yang mendapati dalam lembarannya (lembaran amal –pent) istighfar yang banyak. Dan di dalam as-sunnah banyak sekali nas yang berisi anjuran untuk beristigfar serta penjelasan tentang keutamaannya. Diantaranya: Hadis Anas bin Malik –semoga Allah meridhainya- yang diriwayatkan oleh At Tarmidzi dan yang lainnya, dia berkata, Rasulullah bersabda:
قال الله عز وجل: يا ابن آدم! إنك ما دعوتني ورجوتني غفرت لك على ما كان منك ولا أبالي، يا ابن آدم! لو بلغت ذنوبك عنان السماء ثم استغفرتني غفرت لك، يا ابن آدم! لو أتيتني بقراب الأرض خطايا ثم أتيتني لا تشرك بي شيئاً أتيتك بقرابها مغفرة) رواه الترمذي وقال: حديث حسن صحيح.
Allah ta’ala berfirman: Wahai anak keturunan Adam, sesungguhnya selama engkau berdoa dan berharap kepadaku niscaya aku ampuni dirimu atas apapun yang ada padamu, dan aku tidak memedulikannya. Wahai anakAadam meski dosamu telah mencapai setinggi langit kemudian engkau beristigfar kepadaku niscaya akan ku ampuni dan aku tidak memedulikannya, wahai anak Adam sesungguhnya jika engkau datang kepadaku dosa sepenuh bumi kemudian engkau datang kepadaku dalam keadaan tidak menyekutukanku dengan sesuatu apapun niscaya aku akan mendatangimu dengan sepenuh itu pula dengan ampunan. (HR. At-Tardmidzi, ia bekata hadits Hasan, Shahih).
Point yang diambil dari hadits tentang keutamaan istighfar adalah pada kalimat yang kedua, yaitu firman Allah dalam hadis qudsi
، يا ابن آدم! لو بلغت ذنوبك عنان السماء
‘ananas sama’ dikatakan: ia adalah awan dan juga dikatakan: ia adalah batasan tertinggi yang mampu dilihat oleh pandangan mata. Kemudian firman Allah
ثم استغفرتني غفرت لك ولا أبالي
maka walaupun dosanya itu sangat banyak kemudian seorang hamba tersebut bertaubat dan beristighfar kepada Allah -jalla wa ‘ala- niscaya Allah ampuni dia.
Hadis lainnya adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari hadis Abu Hurairah ia berkata, Nabi bersabda:
واللهِ إنِّي لأسْتغفِرُ اللهَ وأَتوبُ في اليومِ أكْثرَ مِنْ سَبعين مرَّةً
“Demi Allah, Sungguh aku akan beristighfar kepada Allah dan bertaubat kepadanya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali”. Allah telah mengampuni dosa Nabi apa yang telah lalu dan yang akan datang namun beliau tetap beristigfar kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali, bahkan Ibnu Umar berkata: Kami menghitung dari Rasulullah dalam satu majelis seratus kali (mengucapkan):
رب اغفر لي ، وتب علي ، إنك أنت التواب الرحيم
“Wahai Rabbku ampunilah aku, dan terimalah taubatku, sesungguhnya engkau adalah maha penerima taubat dan maha penyayang” (HR. Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad). Beliau senantiasa beristigfar dengan istighfar yang banyak.
Hadis berikutnya adalah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam sahihnya, dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda:
والذي نفسي بيده لو لم تذنبوا لذهب الله بكم ولجاء الله بقوم يذنبون فيستغفرون الله فيغفر لهم
“Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, kalaulah kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan melenyapkan kalian dan Allah mendatangkan kaum yang berbuat dosa kemudian mereka beristigfar maka Allah-pun mengampuni mereka.”
Maka Allah sangat menyukai istighfar dan mencintai orang-orang yang beristighfar, dan diantara nama Allah yang husna adalah Al-‘Affuw , Al-Ghafur, Al-Ghaffar. Allah jalla wa ‘ala menyukai agar kita berdo’a dengan nama-Nya, dan beribadah dengan apa yang terkandung didalamnya nama-nama-Nya. Sebagaimana firman Allah:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بها
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu” [Al-A’raf: 180]
Dan juga sebagaimana hadis yang dikeluarkan dalam kitab sahihain dari Abu Huraiah Nabi ﷻbersabda:
إنَّ للهِ تِسْعَةً وتِسْعينَ اسْماً، مائَةً إلا واحِداً، مَنْ أَحْصاها دَخَلَ الجنَّةَ
“Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus dikurang satu, barangsiapa yang menghitungnya niscaya ia masuk surga.”
Dan yang dimaksud ihsho’ (menghitung) nama-nama ini bukan sebagaimana yang dilakukan sebagian orang, ia menuliskan nama-nama ini disebuah kertas kemudian membacanya. Namun, yang dimaksud ihsho’ terhadap asma Allah terdapat tiga tingkatan, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh ahli ilmu. Tingkatan pertama, menghafalnya. Tingkatan kedua, memahami ma’nanya. Tingkatan ketiga, berdo’a kepada Allah dengan menyebut asmaa-ul husna dan mengamalkan kandungannya. Sebagai permisalan, kita menghafal bahwa diantara nama-nama Allah adalah “At-Tawwab” dan kita mendapatinya termasuk dari asmaa-ul husna. Kemudian kita memahami makna nama Allah yang mulia ini, yaitu bahwasannya Allah maha menerima taubat hamba-hambanya, dan memberikan taufik kepada hamba-Nya untuk bertaubat. Dan bahwasannya Allah sang pemilik ampunan. Kita memahami makna nama Allah kemudian kita mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya. Sehingga kita bertaubat kepada Allahﷻ dari segala dosa. Seperti ini juga yang kita lakukan terhadap seluruh nama-nama Allah yang husna. Kita menghafal, memahaminya dengan pemahaman yang benar, menjauhi pemahaman-pemahaman yang menyimpang, dan menyeleweng yang mentakwil sifat-sifat Allah ataupun menolak sifat bagi Allah, atau menafikan petunjuk yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Oleh karenanya kita menjauhi pemahaman yang rusak ini. Tetapi kita memahaminya dengan pemahaman yang benar diatas manhaj salaful ummah. Maka Al-Ghofur, Al-Ghoffar, Al-‘affuw merupakan nama diantara nama-nama Allah yang husna. Dan terkandung didalam nama tersebut bahwa seyogyanya kita senantiasa melazimi istigfar. Memperbanyak taubat, dan inabah (kembali) kepada Allah ﷻ. Maka Allah itu Al-Ghafur bukan terhadap semua orang, tetapi hanya bagi orang yang mendatangkan sebab-sebab ampunannya, dan menghdap kepada-Nya untuk memohon ampunan-Nya, maka Allah maha pengampun baginya. Oleh karena itu Allah ﷻ berfirman dalam Al-Quran Al-Karim:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya”[An-Nisa: 48]
Maka ampunan Allah hanya bisa digapai bagi mereka yang menghadap kepada Allah dengan memohon ampunan-Nya dan mengerahkan segala sebab-sebab untuk meraihnya. Dan diantara nas yang mengumpulkan tentang sebab-sebab ampunan Allah adalah firman-Nya dalam surat Taha:
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى
“Dan Sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, Kemudian tetap di jalan yang benar.”[Taha: 82]
Maka dalam ayat yang mulia ini disebutkan sebab-sebab yang dengannya kita bisa meraih ampunan Allah ﷻ:
“Dan Sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat”dengan meninggalkan dosa serta menyesali atas perbuatannya, serta berazam untuk tidak mengulanginya.
“Beriman”beriman kepada Allah ﷻ, para malaikat, kitab-kitab, para rasul, serta seluruh apa yang Allah perintahkan untuk beriman kepadanya.
“Beramal saleh” datang dengan amalan saleh, melaksanakan kewajiban-kewajiban islam seperti sholat, puasa, diiringi zikir kepada Allah, rasa takut, merasa diawasi Allah, serta amalan-amalan saleh baik yang berkaitan dengan hati maupun amalan yang lahiriah.
“Kemudian tetap di jalan yang benar.”Istiqamah diatas hal tersebut, tidak melanggar serta tidak kembali (kejalan yang buruk). Terus menerus dijalan yang benar hingga ia wafat. Maka barangsiapa yang menjalankan hal tersebut niscaya Allah ampuni dosanya, Allah tutupi aibnya, dan ia termasuk orang yang mampu meraih ampunan Allah ﷻ.
Diterjemahkan oleh : Sahl Suyono
Dari kutaib: Syarah hadis sayyidil istigfar karya syaikh Abdur Razzaq bin Abdil Muhsin Al-Badr.
Leave a Reply